Senin, 23 Januari 2012

Transportasi & Pelayanan Fasilitas Umum Dalam Islam


Oleh : Azmil
Tragedi Sosial Dalam Transportasi & Fasilitas Umum di Indonesia
Pada pergantian tahun 2006-2007, bangsa Indonesia diguncang dengan kecelakaan transportasi darat, laut maupun udara. Akhir Desember 2006 dua kapal tenggelam, masing-masing di Selat Bangka (28/12/06) dan di Laut Jawa (29/12/06). Dalam kecelakaan di Selat Bangka, sebuah ferry, kapal Tristar I, membawa 58 orang tenggelam yang menewaskan sedikitnya 2 orang dan 23 masih hilang (BBCIndonesia.com, 30/12/06; tempointeraktif.com, 9/1/07). Dalam kecelakaan di Laut Jawa, sekitar 400 penumpang kapal ferry Senopati Nusantara masih dinyatakan hilang (BBCIndonesia.com, 30/12/06). Begitu juga pada tahun 2011 kemarin  kembali terjadi tragedi pada fasilitas umum yaitu runtuhnya Jembatan Kutai Kertanegara yang juga menewaskan beberapa jiwa.
Kecelakaan transportasi yang berturut-turut dan bahkan tidak kunjung selesai penanganannya ini baru sebagian kecil dari kecelakaan lain yang kerap terjadi pada sarana transportasi umum di Indonesia. Kasus kecelakaan transportasi udara tiap tahun terus meningkat. Pada 2004 tercatat 109 kasus, 111 kasus pada 2005, dan 119 kasus pada 2006 (mediaindo.co.id, 12/1/07). Tingginya angka itu menjadikan tingkat kecelakaan udara di Indonesia terbesar di dunia. Dan yang menyedihkan, banyak maskapai penerbangan melakukan efisiensi justru di bidang perawatan pesawat. Kasus kecelakaan kereta api setiap tahun meningkat 5-10 persen. Tahun 2003, PT Kereta Api Indonesia mencatat ada 50 kasus di seluruh Indonesia  (tempointeraktif.com, 24/2/04). Dari 29 kasus kecelakaan yang tercatat di Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) di sepanjang tahun 2003, 24 kasus akibat kereta anjlok (tempointeraktif.com, 29/12/03).
Dilema Permasalahan
  Tingginya tingkat kecelakaan transportasi hanyalah ujung dari rantai permasalahan transportasi di Indonesia. Sekilas, faktor kesalahan teknis dan human error menjadi faktor langsung yang mengantarkan terjadinya kecelakaan. Posisi rel yang salah, mesin pesawat yang kurang terawat, dan kelebihan penumpang sering menjadi alasan yang berulang dalam kecelakaan, meski sering yang dijadikan kambing hitam adalah faktor alam yang seharusnya sudah dikenali sejak lama.
Dibalik itu, mata rantai permasalahan transportasi di Indonesia akan mengantarkan pada apa yang terdapat pada diri bangsa ini, yaitu sistem yang berlaku dalam kebijakan politik dan sosial bangsa Indonesia. Faktor alam dan risiko keamanan yang tinggi dalam transportasi massal sudah menjadi sifat alami yang melekat yang diberikan Sang Pencipta. Justru sistem yang dijalankan bangsa ini dalam kebijakan politik dan sosialnyalah yang patut diperbaiki dalam menghadapi permasalahan hidup termasuk transportasi massal.
Banyak masalah lain yang terkait dalam sistem transportasi massal di Indonesia. Perusahaan jasa transportasi massal mempunyai posisi sebagai sebuah usaha yang bertujuan mencari keuntungan dengan menyediakan jasa transportasi massal bagi masyarakat. Sebagai pengguna jasa transportasi massal, masyarakat terdiri atas kelas bawah, menengah, dan atas berdasarkan tingkat pendapatannya. Untuk mendapatkan keuntungan, sekaligus menyediakan jasa bagi semua kelas masyarakat (agar tidak disebut berlaku diskriminatif), perusahaan jasa transportasi malah terjerumus pada perlakuan diskriminasi yang nyata. Jasa transportasi yang aman dan nyaman memerlukan modal dan biaya operasional yang tinggi. Sementara itu, sebagai perusahaan yang berhadapan dengan masyarakat sebagai konsumen, keamanan dan kenyamanan transportasi ditawarkan sebagai komoditas yang harus ditebus oleh masyarakat dengan tarif yang tinggi.
Akibatnya, keamanan dan kenyamanan dalam transportasi hanya dapat dijangkau oleh masyarakat kelas atas, sedangkan jumlah masyarakat kelas bawah paling banyak di negeri ini. Karena transportasi massalpun dibutuhkan oleh masyarakat kalangan bawah, jasa transportasi yang tersedia baginya hanyalah ala kadarnya dengan tingkat keamanan dan kenyamanan yang rendah dan kapasitas yang terbatas yang tidak memerlukan modal dan biaya operasional yang tinggi. Tampak bahwa terjadi kesalahan paradigma dasar bahwa keamanan dalam transportasi massal hanya dapat dimiliki oleh orang-orang yang mampu menebusnya dengan uang, padahal keamanan dalam transportasi diperlukan oleh semua orang.
Akar Masalah
            Carut-marut transportasi umum di Indonesia dimulai dari paradigma dasar berikut perangkat aturan yang muncul dari paradigma dasar itu, dengan kata lain kesalahan sistemik. Kesalahannya adalah tentang kepemilikan fasilitas umum transportasi yang dikuasai oleh perusahaan atau swasta yang secara otomatis mempunyai fungsi bisnis, yaitu mencari keuntungan, bukan fungsi pelayanan. Akibatnya, meski jasa transportasi murah tidak aman, masyarakat tetap mau membeli akibat rendahnya daya beli. Jasa transportasi yang murah tapi berbahaya inipun tetap laku di pasaran karena mendatangkan keuntungan, meski di lapangan kapasitas tersediapun amat terbatas karena keuntungan yang diperoleh dari konsumen kalangan bawah ini tidak cukup besar atau bisa jadi malah memerlukan subsidi silang.
Adapun jasa transportasi yang aman, yang memerlukan modal dan kekuatan pembiayaan operasional, hanya dapat dijangkau oleh masyarakat kelas atas. Inipun semakin mahal akibat biaya tinggi yang disebabkan oleh pajak dan keperluan untuk subsidi silang terhadap produk jasa transportasi murahan yang tidak aman, yang disediakan bagi konsumen kelas bawah. Dengan terbatasnya sarana transportasi bagi masyarakat kelas bawah, baik dibatasi oleh kapasitas maupun tarif, seringkali sarana transportasi digunakan dengan muatan penumpang atau barang yang melebihi kapasitas angkut. Hal ini mempertinggi ancaman bahaya kecelakaan.
Berangkat dari pemahaman bahwa setiap sistem itu muncul dari sebuah pandangan hidup tertentu, atau sebuah ideologi tertentu, sistem yang berlaku saat ini dibangun dari pandangan sekularisme, yaitu pemisahan kehidupan bermasyarakat dan bernegara dengan agama (fashlu ad-din 'ani al-hayat). Dengan demikian, aturan kehidupan masyarakat, termasuk di bidang pelayanan umum yang juga termasuk di dalamnya  transportasi, tidaklah diambil dari Islam. Kepemilikan terhadap barang dan jasa transportasi dan pengembangannya tidak ditetapkan dengan Islam. Pembagian fungsi, peran, dan tanggung jawab pada negara, pemodal, dan masyarakat tidak ditetapkan dengan Islam. Akibatnya, sistem yang dijalankan manusia pun terjebak dalam carut-marut permasalahan yang penyelesaiannya selalu menimbulkan paradoks yang dilematis dan menyengsarakan manusia. Bagaikan hukum rimba, akhirnya pihak yang lemah, yaitu masyarakat kelas bawah (proletar) lah yang menjadi korban paling parah, bukan pemerintah maupun para pemodal (borjuis).
Pandangan & Solusi Dalam Islam
            Allah telah menurunkan Islam untuk menyelesaikan permasalahan hidup manusia, baik masalah privat maupun masalah kolektif. Asar’i (Sang Pembuat hukum) membagi kepemilikan barang dan jasa menjadi tiga jenis kepemilikan, yaitu: kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara (An-Nabhani, 1996).
          Fasilitas umum merupakan bagian dari kepemilikan umum termasuk di dalamnya adalah transportasi. Kepemilikan umum adalah hak yang diberikan oleh syara’ kepada komunitas/umat untuk memanfaatkan sumber daya alam secara bersama-sama. Barang dan jasa yang merupakan kepemilikan individu bisa menjadi kepemilikan umum tanpa barang dan jasa tersebut dapat menyebabkan kesengsaraan umat, tetapi Barang dan jasa yang kepemilikannya ada pada umat (milik umum) tidak memungkinkan dimiliki oleh individu atau segelintir orang saja.
Barang dan jasa yang termasuk dalam kepemilikan umum ini antara lain: sumber daya air, sumber daya hutan, sumber daya energi, sumber daya tambang yang berkapasitas besar, serta fasilitas umum. Barang dan jasa milik umum, ini harus dikelola melalui peran negara agar hasilnya dapat dikembalikan bagi kepentingan umum. Kompensasi yang diberikan oleh negara dari hasil pengelolaan milik umum tidak berarti hanya berupa uang atau barang hasil olahan, melainkan juga dapat berupa pembiayaan negara terhadap pelayanan umum bagi kepentingan umat. Pelayanan umum ini dapat terwujud berupa pendidikan, kebersihan, dan kesehatan, atau juga jasa pelayanan umum yang lain seperti transportasi umum.
Kepemilikan umum di negeri ini dikelola oleh pihak swasta sehingga kompensasi yang menyejahterakan yang seharusnya diperoleh rakyat menjadi dilema yang menyengsarakan rakyat. Ini karena pihak swasta bukan mengedepankan pelayanan, tetapi mencari keuntungan. Kita lihat saja dari pelayanan transportasi dan infrastruktur yang disediakan, banyak alat transportasi yang tidak layak pakai tetap dioperasikan. Jembatan yang baru beberapa tahun berdiri sudah abruk dan runtuh dan banyak lagi yang lainnya.
Survey membuktikan bahwa kecelakaan yang terjadi pada pelayanan alat transportasi dan penggunaan fasilitas umum di Indonesia 99% disebabkan oleh tidak layak pakainya sarana transportasi dan infrastruktur yang disediakan, sedangkan kecelakaan murni hanya 1%. Ini menunjukan kalau pelayanan umum di Indonesia ini belum baik dan sangat jauh dari baik. Pelayanan umat/publik dikatakan baik jika: pertama, sederhana (tidak ribet, tidak rumit dan tidak menyengsarakan rakyat). Kedua, cepat. Ketiga, profesional (urusan tersebut diserahka kepada orang yang benar-benar mampu).
            Adalah sebuah kezhaliman bagi masyarakat jika fasilitas umum seperti  prasarana transportasi dikuasai secara perorangan atau segelintir orang (swasta). Seharusnya  pengelolaannya menjadi tanggung jawab negara untuk kemashlahatan umat. Dalam sebuah hadits Imam Bukhari yang diriwayatkan dari Ibnu Umar yang mengatakan, Nabi SAW bersabda, "Imam adalah (laksana) penggembala (pelayan) dan dia akan dimintai pertanggung jawaban terhadap urusan rakyatnya."
Dalam struktur pemerintahan Islam, transportasi umum tidak termasuk ke dalam struktur kekuasaan, melainkan masuk ke dalam struktur administrasi untuk kemaslahatan umum yang memerlukan keahlian dalam bidang transportasi. Hukum asalnya, Khalifah harus mengambil pendapat ulama, para ahli dan pakar dalam perkara tersebut. Hal ini dicontohkan oleh Rasulullah saw. mengadopsi pendapat Hubab bin Mundzir sebagai ahli di daerah Badar saat menetapkan strategi perang Badar.
Dengan kepemilikan prasarana transportasi yang merupakan fasilitas umum yang termasuk kepemilikan umum dengan kewajiban negara untuk mengelolanya demi kemashlahatan umat, maka keamanan dan keselamatan dalam transportasi umum tidak akan diperhitungkan berdasarkan keuntungan dan kerugian, melainkan menjadi sebuah bentuk pelayanan kepada umat. Dengan demikian, mutu jasa transportasi yang selama ini diskriminatif, menyengsarakan, dan membahayakan masyarakat akibat orientasi bisnis dapat dihindari. Hal ini tidak akan pernah tercapai jika sistem yang diterapkan bukan sistem Islam (syari’at Islam).
Belumkah kita sadar akan kebobrokan sistem yang diterapkan sekarang yang menyebabkan kesengsaraan, penderitaan, dan kemelaratan umat. Mari kita bangun dan bangkit menuju kehidupan yang sejahtera dan diridhoi Allah. Hanya dengan Islamlah itu semua bisa tercapai.

Rujukan
Amhar, Fahmi. 2007. Teknologi Keselamatan Transportasi. Tabloid Suara Islam Edisi 13Tahun2007.

An Nabhani, Taqyuddin. 1996. Cetakan II. Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam. Alih Bahasa: Muh. Maghfur. Risalah Gusti, Surabaya.





Asaduddin. 2012. Transportasi dan Pelayanan Fasilitas Umum Dalam Islam. Kajian Ilmu Agama Islam: Nurul Haq. Jember.

0 komentar:

Posting Komentar