Minggu, 28 April 2013

Sholat Dengan Baju Najis

Apa yang harus dilakukan oleh seseorang yang Ketika masuk waktu shalat, bajunya terkena najis dan tidak memungkinkan untuk dibersihkan atau ganti dengan pakaian yang lain. Sementara jika dia tunda sampai tujuan, dikhawatirkan keluar waktu shalat. Apa yang harus dilakukan?




Pendapat Hanafiyah:

Dalam kondisi di atas, si A dibolehkan melaksanakan shalat meskipun dengan pakaian najis. Shalatnya sah dan tidak perlu diulang. Al-Kasani dalam Bada’i As-Shana’i mengatakan,

فإن كان ربعه -أي الثوب- طاهراً لم يجزه أن يصلي عرياناً بل يجب عليه أن يصلي في ذلك الثوب لأن الربع فما فوقه في حكم الكمال…. وإن كان كله نجساً أو الطاهر منه أقل من الربع فهو بالخيار في قول أبي حنيفة وأبي يوسف إن شاء صلى عرياناً وإن شاء مع الثوب لكن الصلاة في الثوب أفضل، قال محمد لا تجزئه إلا مع الثوب

Jika seperempat bajunya itu suci (3/4 terkena najis) maka dia tidak boleh shalat sambil telanjang. Namun dia wajib shalat dengan menggunakan baju itu. Karena seperempat ke atas, masih dianggap seperti sempurna… namun jika seluruh bajunya najis, atau yang suci kurang dari 1/4 bagian, maka dia punya hak pilih, menurut pendapat Abu hanifah dan Abu yusuf (murid Abu Hanifah). Dia boleh shalat dengan telanjang, boleh juga shalat dengan memakai baju itu. Namun shalat dengan menggunakan baju itu lebih utama. Sementara Muhammad bin Hasan (murid Abu Hanifah) berpendapat, shalatnya tidak sah, kecuali dengan memakai pakaian (meskipun najis) (Bada’i As-Shana’i, 1:478)

Pendapat Malikiyah:

Si A boleh shalat dengan baju itu. Namun jika setelah memungkinkan untuk mencucinya atau mendapatkan baju ganti, si A masih mendapatkan waktu shalat, dia wajib mengulangi shalatnya.

An-Nafrawi mengatakan,

وكذلك يعيد في الوقت من صلى فريضة بثوب نجس أو متنجس مع عدم القدرة على إزالتها واتساع الوقت وكانت تلك النجاسة غير معفو عنها

Orang yang melakukan shalat wajib dengan baju najis atau baju terkena najis, sementara dia tidak mampu menghilangkannya, dan waktu shalat masih longgar, disamping najisnya tidak bisa ditoleransi maka dia wajib mengulangi shalatnya selama waktu shalat masih ada (setelah mencuci najisnya) (al-Fawakih ad-Dawani, 3:24).

Pendapat Syafiiyah:

Si A tidak boleh shalat dengan pakaian najis itu. Namun dia shalat dengan telanjang, shalatnya sah dan tidak wajib diulangi.

Imam asy-Syafii dalam kitabnya al-Umm mengatakan,

ولو أصابت ثوبه نجاسة ولم يجد ماء لغسله صلى عرياناً ولا يعيد، ولم يكن له أن يصلي في ثوب نجس بحال….

“Jika pakaiannya terkena najis dan dia tidak mendapatkan air untuk mencucinya maka dia shalat sambil telanjang dan tidak perlu diulang. Dia tidak boleh melakukan shalat dengan pakaian najis, apapun keadaannya…” (al-Umm, 1:74)

Pendapat Hanbali:

Si A boleh shalat dengan baju najis itu dan tidak boleh shalat sambil telanjang. Namun dia wajib mengulangi shalatnya setelah mencucinya atau mendapatkan baju ganti, meskipun waktu shalat telah berakhir.

Ibnu Qudamah mengatakan,

ومن لم يجد إلا ثوباً نجساً صلى فيه وأعاد على المنصوص

“Orang yang tidak memiliki pakaian selain baju najis, dia boleh shalat dengan baju itu, dan wajib mengulangi, menurut keterangan Imam Ahmad.” (al-Muqni’ dengan Syarh al-Kabir, 1:465)

Mengomentari keterangan Ibnu Qudamah ini, al-Mardawi dalam al-Inshaf mengatakan,

هَذَا الْمَذْهَبُ. وَعَلَيْهِ جَمَاهِيرُ الْأَصْحَابِ وَقَطَعَ بِهِ كَثِيرٌ مِنْهُمْ .

Inilah pendapat madzhab hambali dan pendapat yang dipilih mayoritas ulama hambali (al-Inshaf, 2:243).

Allahu a’lam

Sumber : Konsultasisyariah.com

0 komentar:

Posting Komentar