Apa yang harus dilakukan saat seseorang dikurung di suatu tempat, dan ia tidak menemukan air dan tanah, sedangkan ia tidak mampu keluar atau tidak ada yang memberinya air dan debu ?
Kondisi orang tersebut dapat dikategorikan sebagai Faqid ath-Thahurayn (orang tidak mendapati air dan tanah). Kasus yang lain adalah orang yang berada dalam perjalanan, yang tidak memungkinan untuk turun, sedangkan ia tidak bisa melakukan wudhu atau tayamum di kendaraan tersebut.
Atau ada air tetapi karena jumlahnya sedikit dan ia sangat membutuhkan untuk minum, sedangkan tanah yang ada kondisinya basah dan tidak mungkin mengeringkannya sehingga dapat menghadirkan debu.
Demikian pula orang yang tidak dapat berwudhu atau tayammum karena sakit atau semisalnya, misalnya ada luka di bagian wudhu atau tayammum.
Dalam kondisi demikian, maka orang tersebut harus shalat dengan keadaannya tanpa harus mengulanginya. Ia tidak boleh mengakhirkan shalatnya hingga mampu melakukan salah satu thaharah.
Dalilnya adalah firman Allah, “Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu….” (QS. At Taghaabun : 16)
Demikian pula riwayat Jabir bin Abdullah, bahwa Rasulullah saw bersabda, “Laki-laki manapun dari umatku yang mendapati shalat, maka hendaknya ia shalat.” (HR. Bukhari)
Juga riwayat dari Abu Hurairah, ia berkata, “Rasulullah menceramahi kami dan bersabda, “Bila aku perintahkan padamu sesuatu, maka datangilah ia sesuai kemampuanmu…” (HR. Muslim)
Referensi : Fiqih Shalat Wajib, Abu Muhammad Abdullah bin Muhammad bin Ahmad ath Thayyar
Kondisi orang tersebut dapat dikategorikan sebagai Faqid ath-Thahurayn (orang tidak mendapati air dan tanah). Kasus yang lain adalah orang yang berada dalam perjalanan, yang tidak memungkinan untuk turun, sedangkan ia tidak bisa melakukan wudhu atau tayamum di kendaraan tersebut.
Atau ada air tetapi karena jumlahnya sedikit dan ia sangat membutuhkan untuk minum, sedangkan tanah yang ada kondisinya basah dan tidak mungkin mengeringkannya sehingga dapat menghadirkan debu.
Demikian pula orang yang tidak dapat berwudhu atau tayammum karena sakit atau semisalnya, misalnya ada luka di bagian wudhu atau tayammum.
Dalam kondisi demikian, maka orang tersebut harus shalat dengan keadaannya tanpa harus mengulanginya. Ia tidak boleh mengakhirkan shalatnya hingga mampu melakukan salah satu thaharah.
Dalilnya adalah firman Allah, “Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu….” (QS. At Taghaabun : 16)
Demikian pula riwayat Jabir bin Abdullah, bahwa Rasulullah saw bersabda, “Laki-laki manapun dari umatku yang mendapati shalat, maka hendaknya ia shalat.” (HR. Bukhari)
Juga riwayat dari Abu Hurairah, ia berkata, “Rasulullah menceramahi kami dan bersabda, “Bila aku perintahkan padamu sesuatu, maka datangilah ia sesuai kemampuanmu…” (HR. Muslim)
Referensi : Fiqih Shalat Wajib, Abu Muhammad Abdullah bin Muhammad bin Ahmad ath Thayyar
0 komentar:
Posting Komentar