Selasa, 31 Januari 2012

Mewujudkan Masyarakat Bebas Minuman Keras


"Ironi, banyak dimusnahkan, tapi yang diijinkan beredar jauh lebih banyak lagi"
Peristiwa kecelakaan mobil di Halte Tugu Tani yang menewaskan 9 orang cukup mendapatkan perhatian luas di masyarakat. Peristiwa tragis tersebut terjadi pada hari Minggu, 22 Januari 2012 sekitar jam 11.12, sebuah mobil Daihatsu Xenia hitam dengan nomor polisi B 2479 XL yang dikemudikan oleh Apriyani Susanti (29) melaju dengan kecepatan 100 km/jam yang kemudian tanpa kendali mobil tersebut menabrak 12 pejalan kaki di Jalan MI Ridwan Rais, Gambir, Jakarta Pusat.
Dari hasil interogasi terhadap Afriyani dan ketiga orang yang berada dalam Xenia itu, Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya Komisaris Besar Nugroho Aji Wijayanto mengatakan, Afriyani dan kawan-kawan melakukan serangkaian "tur malam" bertabur minuman keras dan narkotika sebelum menjadi perantara maut bagi sembilan orang. "Hasil tesnya positif dia pakai ekstasi dan minum-minuman keras. Tapi penyebab kecelakaan lebih kuat karena minuman keras ini, soalnya dikonsumsi dari jam 2 sampai 10 pagi," ujar Nugroho.  Selain ekstasi, seorang di antara tersangka mengaku mengisap ganja yang didapat dari pemberian seorang teman. Selain mengonsumsi ekstasi, rombongan juga kembali menenggak minuman keras. Mereka terus berada di kelab malam Stadium sampai pukul 10.00 WIB. Selama delapan jam di Stadium, Nugroho menyebutkan, mereka terus mengonsumsi miras.
Peristiwa tersebut bukanlah satu-satunya peristiwa kecelakaan yang disebabkan pengaruh minuman keras, masih banyak lagi peristiwa tragis lainnya, bahkan kecelakaan yang disebabkan pengaruh minuman keras termasuk yang paling banyak terjadi. Untuk itu perlu kita ketahui bersama bahaya minuman keras dan memikirkan solusinya.

Bahaya Miras
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh pusat studi kejahatan dan keadilan Inggris (2010), ditemukan ternyata alkohol lebih berbahaya daripada heroin. Kalau narkoba jenis heroin, kokain, amfetamin secara individual merugikan pemakainya, kalau alkohol berdampak buruk tidak hanya pada peminumnya, tetapi juga pada keluarga dan masyarakat.
Menurut laporan Badan Kesehatan Dunia WHO (2010), disebutkan kematian karena alkohol di seluruh dunia jauh lebih besar daripada karena HIV/AIDS. Hampir setiap hari ada yang mati setelah minum miras. WHO pada tahun 2011 mencatat sebanyak 2,5 juta penduduk dunia meninggal akibat alkohol dan sekitar 9 persen dari kematian itu terjadi pada orang muda berusia 15-29 tahun.
Dr dr Ari Fahrial Syam SpPD-KGEH, MMB, dosen dan Spesialis Penyakit Dalam dari FKUI, menuturkan dampak buruk dari penggunaan alkohol akan mengenai berbagai organ di dalam tubuh, mulai dari otak, saluran pencernaan (mulut sampai usus besar), hati atau liver, pankreas, otot, tulang dan sistem reproduksi. Penggunaan alkohol yang berlebihan dalam waktu singkat akan menyebabkan terjadinya keracunan alkohol (intoksikasi alkohol) dan menyebabkan kematian. Efek yang ditimbulkan setelah mengkonsumsi alkohol dapat dirasakan segera dalam waktu beberapa menit saja, tetapi efeknya berbeda-beda, tergantung dari jumlah / kadar alkohol yang dikonsumsi.
Dalam jumlah yang kecil, alkohol menimbulkan perasaan rilex, dan pengguna akan lebih mudah mengekspresikan emosi, seperti rasa senang, rasa sedih dan kemarahan. Bila dikonsumsi lebih banyak lagi, akan muncul efek sebagai berikut : merasa lebih bebas lagi mengekspresikan diri, tanpa ada perasaan terhambat menjadi lebih emosional ( sedih, senang, marah secara berlebihan ) muncul akibat ke fungsi fisik - motorik, yaitu bicara cadel, pandangan menjadi kabur, sempoyongan, inkoordinasi motorik dan bisa sampai tidak sadarkan diri. kemampuan mental mengalami hambatan, yaitu gangguan untuk memusatkan perhatian dan daya ingat terganggu. Pengguna biasanya merasa dapat mengendalikan diri dan mengontrol tingkahlakunya. Pada kenyataannya mereka tidak mampu mengendalikan diri seperti yang mereka sangka mereka bisa. Oleh sebab itu banyak ditemukan kecelakaan mobil yang disebabkan karena mengendarai mobil dalam keadaan mabuk.
Pemabuk atau pengguna alkohol yang berat dapat terancam masalah kesehatan yang serius seperti radang usus, penyakit liver, dan kerusakan otak. Kadang-kadang alkohol digunakan dengan kombinasi obat - obatan berbahaya lainnya, sehingga efeknya jadi berlipat ganda. Bila ini terjadi, efek keracunan dari penggunaan kombinasi akan lebih buruk lagi dan kemungkinan mengalami over dosis akan lebih besar.

Kapitalisme Melegalisasi Miras
Kapitalisme adalah ideologi yang menjadikan kemanfaatan materi sebagai azasnya, setiap perbuatan senantiasa didasarkan atas azas ini. Oleh karena itu peredaran miras di negara kapitalis akan senantiasa dilindungi karena akan banyak membawa keuntungan materi, mereka tidak lagi berfikir bahaya yang ditimbulkan oleh minuman keras, yang mereka fikirkan hanyalah keuntungan materi semata.
Permasalahan peredaran minuman keras di Indonesia dan juga di negara-negara lainnya, sesungguhnya berpangkal dari penerapan sistem kapitalisme. Sistem ini akan membuka ruang bermunculannya bisnis haram termasuk minuman keras. Prinsipnya, selama ada permintaan pasar, menguntungkan bagi pengusaha dan ada pemasukan buat negara, maka bisnis apapun termasuk yang merusak masyarakat akan difasilitasi. Alasan inilah sesungguhnya yang menjadi latar belakang terbitnya Keppres No. 3 Tahun 1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol.
Keppres inilah yang membuka ruang bagi para pengusaha untuk memproduksi minuman beralkohol dengan izin dari Menteri Perindustrian dan Perdagangan (Pasal 2). Selain itu, Keppres ini pun membedakan minuman beralkohol yang termasuk dalam kategori barang dalam pengawasan dan yang tidak diawasi. Minuman beralkohol yang diawasi adalah yang kadar alkoholnya antara 5% hingga 55% (golongan B dan C), adapun yang kadar alkoholnya 1%-5% (golongan A) tidak termasuk dalam pengawasan (pasal 3). Itu artinya, minuman yang kadar alkoholnya 5% atau di bawah itu, bebas dijual tanpa ada pembatasan tempat.
Peraturan menteri perdagangan Republik indonesia Nomor 53/m-dag/per/12/2010 Tentang
perubahan atas peraturan menteri perdagangan Nomor 43/m-dag/per/9/2009 tentang ketentuan Pengadaan, pengedaran, penjualan, pengawasan, dan pengendalian minuman beralkohol, membuktikan bahwa peran negara dalam merusak moral masyarakat sangat besar. Pemerintah bukannya memberantas peredaran miras, justru memfasilitasinya dengan membuat payung hukum bagi peredaran miras.
Bahkan pemerintah berupaya menjaga payung hukum tersebut sekuat tenaga, jika ada pihak yang membuat aturan baru yang bertentangan dengan aturan tersebut maka akan ditentang. Sebagai contoh, Perda Nomor 7 Tahun 2005 tentang Pelarangan Minuman Beralkohol di Kabupaten Indramayu yang melarang peredaran semua jenis miras, bahkan hingga nol persen dibatalkan oleh menteri dalam negeri melalui surat dengan nomor: 188.34/4561/SJ tertanggal 16 November 2011.
Menteri Dalam Negeri meminta perda tersebut segera dicabut dalam waktu 15 hari (sejak 16 November). Alasannya, berdasarkan hasil kajian tim Kemendagri, perda tersebut dianggap bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi yakni bahwa pengawasan dan pengendalian peredaran minuman beralkohol merupakan kewenangan pusat sesuai dengan peraturan pemerintah nomor 38 tahun 2007.
Jika cara berfikir masih berdasar azas manfaat tanpa peduli hukum halal - haram, maka selamanya tidak akan tercipta masyarakat yang tentram, bersih, bermartabat dan bermoral tinggi. Masyarakat akan senantiasa terkontaminasi dengan alkohol yang menyebabkan rusaknya tatanan masyarakat itu sendiri.

Islam Memberantas Miras
Miras dalam Islam disebut dengan Khamer. Al Khamr secara bahasa artinya tertutup, yang diambil dari kosa kata bahasa arab khamara-yakhmuru atau khamara-yakhmiru. Orang yang mengkonsumsi khamr menyebabkan akalnya tertutup sehingga tidak bisa mengingat dirinya atau mabuk. Rasulullah SAW menetapkan khamr (miras) tidak semata dari bahan untuk membuat khamr (miras), tetapi lebih dari pengaruh yang ditimbulkan, yaitu memabukkan.
Miras (minuman keras), apapun nama yang digunakan oleh manusia tetapi dapat membuat yang mengonsumsinya mabuk hilang akal, seperti ganja, arak, tuak dan sejenisnya, hukumnya adalah haram. Khamr didefenisikan oleh Rasulullah SAW sebagai sesuatu yang memabukkan yang dapat mengakibatkan hilangnya akal. Padahal akal adalah organ mulia anugerah Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk mengontrol gerak gerik anggota tubuh. Maka hukum Islam menegaskan meminum khamr baik sedikit apalagi banyak hukumnya adalah haram. Rasulullah SAW bersabda: “Minuman apapun kalau banyaknya itu memabukkan. Maka sedikitnyapun adalah haram.” (HR. Ahmad, Abu Daud, dan At Tirmidzi)

Banyak sekali dalil-dalil tentang celaan Allah dan Rasul-Nya terhadap khamr, diantaranya :
"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)." .(Q.S Al-Maidah : 90-91)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Khamr itu adalah induk keburukan (ummul khobaits) dan barangsiapa meminumnya maka Allah tidak menerima sholatnya 40 hari. Maka apabila ia mati sedang khamr itu ada di dalam perutnya maka ia mati dalam keadaan bangkai jahiliyah." (HR At-Thabrani, Ad-Daraquthni dan lainnya, dihasankan oleh Al-Albani dalam Shahihul Jami’ hadits nomor 3344)
Dari Salim bin Abdillah bin Umar bahwa dia mendengar (bapak)nya berkata, telah menceritakan kepadaku Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Tiga golongan yang Allah mengharamkan surga atas mereka: pecandu khamer, anak yang durhaka kepada orang tua, dan Dayyuts, yaitu seorang yang merelakan keluarganya berbuat kekejian.” (HR. Ahmad, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih al-Jami’ nomor 3052, dalam Al-Jami’ As-Shaghir wa ziyadatuh nomor 5363)
Dalam sebuah hadist riwayat At Tirmidzi dan Ibnu Majah, Nabi Muhammad SAW melaknat khamr atau minuman keras yang memabukkan mencakup kepada sepuluh golongan:
  1. yang memerasnya
  2. yang minta diperaskan
  3. yang meminumnya
  4. yang membawanya
  5. yang minta di antarkan
  6. yang menuangkannya
  7. yang menjualnya
  8. yang makan hasil penjualannya
  9. yang membelinya
  10. yang minta dibelikan.


Nash-nash syara’ tersebut menunjukkan bahwa betapa kerasnya Islam mencela minuman keras, sekecil apapun Islam tidak mentolelir penggunaan minuman keras, dan untuk tetap menjaga tetap tegaknya syari’at ini maka Islam juga mempunyai seperangkat aturan, yaitu berupa sanksi bagi pelanggaran syari’at tersebut.
Dalam sebuah riwayat shahih disebutkan bahwa apabila seorang muslim mukallaf berada dalam keadaan tidak terpaksa meminum khamr, dan ia tahu bahwa yang diminumnya adalah khamr, maka ia dicambuk 40 kali, atau jika diperlukan hakim boleh menambahnya hingga 80 kali, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al-hushain bin al mundzir, “bahwasanya Ali mencambuk al walid bin ‘uqbah karena meminum khamr dengan 40 kali cambukan, lalu ia berkata , “Nabi SAW menyambuk dengan 40 kali cambukan, Abu bakar 40 kali cambukan, dan Umar 80 kali cambukan”. Shahih Muslim
Masyarakat Islam adalah masyarakat yang mendasarkan baik dan buruk hanyalah pada hukum syara’ semata. Setiap individu muslim (dalam masyarakat Islam) akan mengatakan sesuatu itu baik apabila syara’ mengatakan baik dan akan mengatakan buruk apabila syara’ membencinya. Mereka ridho terhadap apa yang Allah ridho dan mereka benci terhadap apa yang Allah benci. Meraka hanya tunduk terhadap aturan Allah dan Rasul-Nya, bukannya tunduk pada aturan hukum buatan manusia. Pemahaman seperti inilah yang menjadikan masyarakat Islam menjadi masyarakat yang maju dan bermartabat

Khatimah
Bahaya khamr dan semua keburukan akibatnya hanya akan bisa dihilangkan dari masyarakat ini dengan penerapan syariah Islam secara kaffah. Karena itu, harapan kita akan terwujudnya masyarakat yang tentram, bersih, bermartabat dan bermoral tinggi, hendaknya mendorong kita melipatgandakan perjuangan untuk menerapkan syariah Islam dalam bingkai sistem politik yang telah ditetapkan Islam, yakni sistem Khilafah Islamiyyah.
Wallahu A’lam.

0 komentar:

Posting Komentar