Senin, 17 September 2012

Berinteraksi Dengan Muslim dan Kafir


Islam adalah agama sempurna yang mengatur seluruh aspek kehidupan. Setiap aturan pasti berdampak positif pada seluruh manusia, baik kepada kaum muslim maupun non muslim. Firman Allah swt, ”Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.“ (TQS. Al Anbyta : 107).
Oleh karenanya setiap  muslim harus memahami aturan-aturan Allah ini. Aturan Islam tidak boleh dirancukan dengan aturan selain Islam (kapitalis ataupun sosialis). Termasuk dalam hal ini aturan yang berkaitan dengan bagaimana berinteraksi antara muslim dengan muslim lainnya serta antara muslim dengan non muslim.
Mengapa penting untuk mendiskusikan hal ini? Karena ada indikasi, sebagian kaum muslimin kurang proporsional memposisikan diri dan bersikap dalam berinteraksi dengan sesamanya dan kepada non muslim. Terkadang sikap yang seharusnya diperuntukkan kepada sesama muslim ternyata diberikan pada non muslim, demikian sebaliknya. Kadang sikap yang seharusnya sama dalam memperlakukan muslim dan nonmuslim, ternyata dibedakan.
Beberapa fakta kerancuan sikap itu dapat kita lihat dalam kasus berikut : pembunuhan/penembakan pada sesama muslim, memilih pemimpin sembarangan, mencari teman sejati orang kafir, pernikahan antar agama, merasa  bersalah ketika tidak toleran pada keyakinan yang salah, tidak merasa satu dengan kaum muslimin di negeri yang berbeda, mencurigai sesama muslim tapi sangat percaya kepada berita yang disampaikan orang-orang di luar Islam.
Jika terjadi konflik antara jaum muslimin dengan non muslim, maka yang terpojokkan dan sengaja dipojokkan adalah kaum muslimin sendiri, sedangkan orang non muslim seringkali aman dan bahkan dilindungi. Termasuk juga dalam kasus-kasus aliran-aliran sesat yang tetap eksis atas nama hak asasi manusia dan toleransi. Padahal aksi nyata untuk menghentikan penyebaran paham penyesatan ajaran Islam tersebut tidak dilakukan dengan sungguh-sungguh.

Muslim dan non muslim
Muslim adalah orang yang beraqidah Islam. Dalam kitab mitsaq al ummah, Islam didefinisikan agama yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad saw untuk mengatur hubungan manusia dengan Allah, dengan dirinya dan dengan yang lainnya.
Agama yang diturunkan oleh swt artinya Islam, adalah agama samawi yang berasal dari Sang Khaliq, bukan karangan manusia. Diturunkan pada Rasulullah SAW bermakna Islam, berbeda dengan yahudi dan nasrani yang diturunkan untuk ummat nabiyullah Musa as dan Isa as.
Islam mengatur hubungan manusia dengan Allah, hubungan dengan sesama manusia dan hubungan dengan dirinya sendiri karena Islam agama yang kamilan. Ada syariat Hablu min Allah dan Hablu min naas.
Non Muslim adalah orang yang tidak beraqidah Islam, mereka disebut kafir. Status kekafiran dibagi menjadi dua, yaitu :
1.    Segi agama; dibagi menjadi 3 :
a)       kafir ahli kitab yang meliputi nashrani dan yahudi,
b)       kafir musyrik, yang meliputi semua pemeluk agama selain yahudi dan nashrani (agama ardli).
2.    Segi ideologi : meliputi orang yang meyakini dan mengamalkan ideologi selain Islam baik kapitalisme, sosialisme maupun yang lain. (hafidz Abdurrahman, Islam politik dan spiritual)
Telah diterangkan  dalam Al-Qur’an : “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud  mencari karunia Allah  dan keridhoan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurot dan sifat-sifat  mereka dalam injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadi tanaman yang kuat  lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam - penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholeh diantara mereka ampunan dan pahala yang besar.” (TQS. Al-Fath: 29)
Dalam tafsir Ibnu katsier dijelaskan : Allah swt berfirman tentang Muhammad saw bahwa ia adalah Rosul-Nya dan utusan-Nya yang haq, tidak dapat diragukan Rosul yang memiliki akhlaq yang terpuji, demikianlah orang-orang mukmin yang bersama beliau adalah berwatak keras terhadap orang-orang kafir dan bersikap lemah lembut, kasih sayang terhadap sesame muslim, sebagaimana dalam surat at taubah :
Artinya,” wahai orang-orang yang beriman perangilah orang-orang kafir di sekitarmu itu dan hendaklah mereka menemui kekerasan dari padamu”. Dan sabda Rosulullah saw : ”perumpamaan orang-orang mukmin dalam sikap saling cinta dan kasih saying diantara sesama mereka adalah seperti sesosok tubuh, apabila satu anggota terganggu maka sesluruh tubuh ikut merasa demam dan terjaga (tidak tidur)”.
Dari sini kita pahami bahwa Rosulullah sebagai suri tauladan bagi kaum muslimin telah memberikan contoh bagaimana seharusnya bersikap kepada sesama muslim dan non muslim.

Status Orang kafir ketika telah tegak daulah madinah
Orang Kafir dalam hal ini dibagi menjadi tiga : 1. Kafir dzimmi, 2. Kafir Muahhid, 3. Kafir Harbi. Tiga macam status kafir ini hanya ada ketika Islam telah tegak. Untuk saat ini belum bisa dibagi karena tidak ada institusi yang berwenang memberi status dzimmi atau muahhid pada orang-orang kafir yang ada sekarang. Dengan kata lain tegaknya sistem Islam sesungguhnya bukan hanya kebutuhan ummat Islam tapi juga sebagai pihak yang menggaransi perlindungan bagi non muslim.
Kafir dzimmi yaitu orang-orang kafir yang ada di bawah naungan Islam (warga Daulah Khilafah Islam). Dalam hal ini orang-orang ini adalah orang kafir yang harus dilayani dengan pelayanan yang sama dengan apa yang diberikan kepada kaum muslimin.
Mereka tidak boleh disakiti, bahkan tidak boleh mencela ritual agama mereka, sebagaimana sabda rasulullah SAW,” "Barangsiapa menyakiti orang kafir dzimmi, maka Aku menjadi lawannya pada hari kiamat." (HR Muslim).
Kafir Harbi adalah orang-orang kafir yang mengganggu / memerangi kaum muslimin. Merekalah orang-orang kafir yang harus diperangi, sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
 أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلَّا بِحَقِّ الْإِسْلَامِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّه
 "Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga bersaksi bahwa tidak ada yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah dan Muhammad adalah Rasulullah, menegakkan shalat dan menunaikan zakat. Apabila mereka telah melakukannya, berarti mereka telah menjaga jiwa dan harta mereka dariku (Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam) kecuali dengan (alasan-red) hak Islam serta hisab mereka diserahkan kepada Allah" (HR. Bukhari).
Namun sebelumnya dilakukan beberapa langkah terlebih dahulu : 1) dakwah kepada Islam, hal ini wajib dilakukan lebih dahulu oleh pasukan kaum muslimin sebelum memerangi musuh.
Jika langkah ini ditolak maka masuk pada langkah ke 2) seruan untuk tunduk kepada system Islam, dengan jaminan keamanan jiwa, harta dan agama mereka dengan syarat mereka membayar jizyah sesuai kemampuan.
Jika langkah ke dua ini juga ditolak baru masuk pada langkah berikutnya, 3) yaitu diperangi. Inilah metode jihad yang dilakukan ketika islam sudah tegak sebagai sebuah system Daulah Khilafah Islamiyyah.
Namun ada golongan orang kafir yang bukan warga Khilafah tapi mendapat jaminan keamanan, yaitu yanf minta suaka atau perlindungan keamanan (al-musta`min) dan yang memiliki perjanjian damai yang disepakati (al-mu’âhad).
Kafir musta’man yaitu orang kafir masuk ke negeri kaum muslimin dan diberi jaminan keamanan oleh penguasa muslim atau dari salah seorang muslim. Al-musta’minûn memiliki hak mendapat perlindungan dari kaum Muslimin dalam waktu dan tempat yang telah ditentukan, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
"Dan jika salah seorang kaum musyirikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya" (TQS. at-Taubah : 6)
Sedangkan Kafir Muahhid, yaitu orang kafir yang tinggal di negeri mereka sendiri dan di antara mereka dan kaum muslimin terikat perjanjian damai. Mereka berhak mendapatkan pelaksanaan perjanjian dalam waktu yang sudah disepakati, selama mereka tetap berpegang pada janji mereka tanpa menyalahinya sedikitpun, tidak membantu musuh yang menyerang kita serta tidak mencela agama kita.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman : "Kecuali orang-orang musyirikin yang kamu mengadakan perjanjian (dengan mereka) dan mereka tidak mengurangi sesuatupun (dari isi perjanjian)mu dan tidak (pula) mereka membantu seseorang yang memusuhi kamu, maka terhadap mereka itu penuhilah janjinya sampai batas waktunya. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaqwa" ( TQS. at-Taubah : 4)

Mempererat ukhuwah dengan sesama muslim
Allah swt berfirman dalam QS Al-Hujurat : 10, yang artinya: “Sesungguhya mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah atara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat “.
Teringat apa yang dilakukan Rosulullah ketika telah hijroh ke madinah, diantara terpenting  yang dilakukan beliau adalah mempersaudarakan shohabat muhajirin dan anshor. Ini berarti ketika seseorang atau suatu masyarakat telah memiliki keimanan yang sama, maka yang harus dilakukan adalah menyatukan mereka, memberikan pemahaman agar memiliki perasaan yang sama dan melaksanakan aturan hidup yang sama.
Sehingga akan mudah melakukan tolong-menolong di antara mereka dalam keadaan apapun. Sabda Rosulullah saw dalam sebuah hadits shohih yang diriwayatkan oleh Anas : ”Tolonglah saudaramu (sesama mukmin) dalam keadaan ia berbuat dholim atau didholimi.” Bertanyalah aku (kata anas). Ya  Rosulullah, ini aku menolongnya dalam keadaan didholimi, maka bagaimana aku menolongnya dalam keadaan dia yang berbuat dholim? Rosulullah menjawab,”dengan mencegahnya berbuat kedholiman.”
Jika hal ini dilakukan oleh kaum muslimin maka tidak akan ada perbedaan pendapat yang menjurus pada konflik yang berkepanjangan antara kelompok muslim yang satu dengan yang lain, karena ada kelompok muslim ketiga yang akan berusaha membantu menyelesaikan masalah saudaranya, dan bukan malah mengompori !.
Seorang muslim akan melindungi muslim lainnya, sehingga akan muncul ketentraman dalam masyarakat dan kekhusukan dalam beribadah menggapai ridhoNya.
Lebih jauh lagi kaum muslimin dimana pun berada, mereka adalah bersaudara. Jika beberapa waktu yang lalu kita dengar muslim Rohingya terdholimi, kita layak bersedih dan mendoakannya serta berusaha membantu mereka keluar dari kesulitan sesuai kemampuan masing – masing.
Demikian pula kondisi saudara-saudara kita yang lain di timur tengah. Namun kondisi kaum muslimin saat ini tanpa persatuan di bawah kepemimipinan seorang pemimpin ummat yang bersifat global, sehingga sulit mewujudkan ukhuwah islamiyyah hakiki termasuk tolong menolong antara sesama muslim tanpa membedakan asal Bangsa, suku, ras maupun geografis. Namun insyaAllah kemenangan Islam akan datang dan ummat akan bersatu kembali meraih kemuliaan, Izzul islam wal muslimin.
Wallahu a’lamu bish shawab.

0 komentar:

Posting Komentar