Rabu, 24 Oktober 2012

Peluang Emas

Ibadah haji adalah salah satu ibadah wajib yang termasuk dalam rukun Islam. Semangat ummat Islam untuk menunaikan ibadah haji sangat kuat. Setidaknya berdasarkan data antrian untuk menunaikan haji ke Baitullah yang mancapai 3 tahun bagi ONH plus. Bahkan bagi pendaftar ONH regular yang mencapai 1.6 Juta orang, daftar tunggu untuk menunaikan ibadah haji sudah mencapai 12 tahun. (http://regional.kompas.com)

Jika seseorang memiliki uang Rp. 25 juta kemudian mendaftarkan haji pada tahun ini, maka kemungkinan ia akan naik haji pada tahun 2024! Selain itu, ada masalah lain yang mungkin timbul, adanya inflasi dalam negeri dan apresiasi nilai dolar terhadap rupiah berpotensi menggerus nilai mata uang negeri ini. Artinya, jumlah uang yang harus dilunasi calon jemaah haji 12 tahun yang akan datang jumlahnya terus membengkak.

Di sisi yang lain, terdapat fakta menarik yang diungkapkan oleh Direktur Gerai Dinar, Muhaimin Iqbal. Dia menyatakan berdasarkan statistik tahun 2000-2009, biaya haji dalam Dinar (mata uang emas) ternyata terus menerus mengalami penurunan. Bila ONH biasa tahun 2000 nilainya setara dengan 70 Dinar, maka pada tahun 2009 hanya sebesar 21 Dinar saja atau mengalami penurunan rata-rata 12% per tahun. (www.hidayatullah.com).

Sebaliknya dalam nilai Rupiah, ONH senantiasa naik setiap tahunnya. Jadi dengan Dinar, mata uang emas yang daya belinya tidak pernah rusak oleh inflasi maupun faktor nilai tukar, perencanaan haji menjadi jauh lebih aman. Untuk itu tulisan kali ini hendak membandingkan secara singkat sistem uang kertas dan sistem uang berdasar emas dan perak (Dinar dan dirham).



UANG SEBAGAI ALAT TUKAR

Uang adalah standar yang disepakati masyarakat sebagai harga bagi barang dan upah/gaji bagi jasa, uang dapat berupa logam dan bukan logam. Dengan uang ini masyarakat menstandarisasi seluruh barang dan jasa (majalah DIALOG tahun II hal 16).

Sebelum mengenal sistem mata uang kertas, peradaban dunia selama berabad-abad memakai sistem mata uang standar emas dan perak, bahkan hingga tahun 1944 dalam perjanjian Bretton Woods masih menggunakan standar emas, yaitu dollar harus dijamin emas dan berharga tetap (1 ons emas = US$ 35).

Hingga pada 15 Agustus 1971 presiden Nixon mengumumkan bahwa dolar tidak terkait lagi dengan emas, sejak saat itulah mata uang dunia tidak lagi menggunakan emas sebagai penjaminnya melainkan menggunakan standar dolar AS. Babak barupun dimulai dalam bidang moneter, selama dolar AS menjadi standar mata uang dunia, berbagai problem moneter terus bermunculan seperti inflasi, fluktuasi nilai tukar, anjloknya daya beli dll bergerak liar tanpa kendali.

Hal itu karena sistem mata uang kertas yang dipakai saat ini memiliki beberapa cacat, diantaranya ;

1. Mata uang kertas saat ini tidak memiliki nilai intrinsik (nilai bahan untuk membuat uang), kalaupun ada, nilainya sangat kecil karena hanya terbuat dari kertas dan tidak dijamin oleh keberadaan cadangan emas dan perak. Masyarakat masih percaya untuk menggunakakn uang kertas tersebut dikarenakan negara memaksa lewat undang-undang untuk mengakui keberadaan uang tersebut, jadi nilainya adalah nilai kepercayaan.

2. Uang kertas mudah rusak, kurang bertahan lama (karena terbuat dari kertas) dan mudah dipalsu

3. Rentan terhadap inflasi, akumulasi inflasi selama 20 tahun terakhir bisa mencapai angka 3 digit. Dulu harga nasi bungkus lengkap dengan lauknya cukup mengeluarkan uang Rp. 200,- tetapi sekarang untuk membeli barang yang sama harus mengeluarkan uang Rp. 5.000,-. Sehingga jika menyimpan uang selama 5 tahun saja maka uang tersebut akan cepat “meleleh”, artinya nilai uang tersebut akan terus menyusut. berdasarkan teori inflasi, terjadinya inflasi disebabkan karena terlalu banyaknya uang yang beredar sehingga menjadikan harga-harga barang naik dan nilai mata uang yang turun.

4. Hanya diterima sebagai alat tukar pada wilayah geografis tertentu



SISTEM MATA UANG STANDAR EMAS

Sistem moneter bukanlah wilayah ilmu pengetahuan dan teknologi seperti ilmu pertanian, otomotif dll, melainkan bagian dari sebuah pandangan hidup dan idiologi. Dalam bahasa fiqh Islam biasa disebut dengan masalah aqidah, syari’ah dan hukum. hal ini didasarkan atas realitas fakta yang pasti dan juga berdasaarkan dalil-daalil alqur’an dan sunah.

Alqur’an dan As-sunah jelas menunjukkan bentuk sistem moneter yang seharuskan diterapkan :

a. Ketika Islam mengharamkan penimbunan harta, Islam hanya mengkhususkan pada emas dan perak.

Allah berfirman dalam QS A-Taubah ayat 34, yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.”

Dalam bahasa arab kata “kanzun” adalah menunjukkan terhadap timbunan uang, sedangkan untuk timbunan barang biasa dipakai kata “ikhtikar” karena itu yang dimaksud dengan ayat ini adalah menimbun uang emas dan perak

b. Islam mengkaitkan hukum emas dan perak dengan hukum lain

Islam mengaitkan uang emas dengan syariat Qishos dan diyat. Rasulullah SAW pernah menyatakan di dalam surat beliau yang dikirimkan kepada penduduk Yaman ; Bahwa di dalam pembunuhan jiwa itu terdapat diyat berupa 100 ekor unta, dan terhadap pemilik emas (ada kewajiban) sebanyak 1000 dinar. (HR. Nasai dan Amri bin Hazam).

Ketika Islam mewajibkan hukuman potong tangan bagi pelaku pencurian, Islam juga menentukan ukuran tertentu dalam bentuk emas, yaitu seperempat dinar. Sabda Rasulullah Saw : “Tangan itu wajib dipotong apabila mencuri ¼ dinar atau lebih” (H.R. Bukhari dari Aisyah). Ketentuan hukum di atas menunjukkan bahwa dinar dan dirham merupakan satuan uang yang digunakan untuk mengukur (menghitung) nilai barang dan jasa. Jadi, satuan dinar dan dirham inilah yang menjadi uang yang berfungsi sebagai ukuran harga barang dan sekaligus sebagai alat tukar

c. Rasulullah telah mentaqrir mata uang emas dan perak sebagai uang.

Masyarakat pada waktu itu bertransaksi dengan menggunakan emas dan perak dan Rasulullah mendiamkannya (taqrir) walaupun saat itu masih memakai dinar dan dirham romawi. Beliau juga telah membuat standar uang dalam bentuk dinar, dirham, uqiyyah, daniq, qirath, mitsqal berdasar emas.

Pada masa pemerintahan khalifah Abdul Malik bin Marwan (685 – 705 M) dicetak mata uang dirham dengan bentuk yang bercirikan Islam yang nilainya sebanding dengan 4.25 gram emas. Pada sisi mata uang itu bertuliskan “La Ilaha Illallahu wahdahu la syarikalahu” dan diseputarnya bertuliskan “ Muhammadarrasulullah Arsala rasulahu bil huda wa dinil haq Liyuzhirahu aladdini kullihi”

d. Ketika Allah mesyariatkan zakat uang, maka yang dimaksud adalah zakat emas dan perak.

Saat masa kejayaan Islam dan Islam ditegakkan secara kaffah, mata uang yang berlaku sebagai alat transaksi adalah dinar emas dan dirham perak. Maka zakat harta dilakukan dalam bentuk emas dan perak, dimana nishab zakat emas ditetapkan 20 Dinar atau 85 Gr emas. Dan nishab ini berlaku hingga kini sebagai qias atas zakat profesi / penghasilan.

e. Hukum pertukaran mata uang dan transaksi uang hanya dilakukan dengan emas dan perak.

Rasulullah SAW bersabda,“Jika emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan sya’ir, kurma dijual dengan kurma, dan garam dijual dengan garam, maka jumlah (takaran atau timbangan) harus sama dan dibayar kontan (tunai). Barangsiapa menambah atau meminta tambahan, maka ia telah berbuat riba. Orang yang mengambil tambahan tersebut dan orang yang memberinya sama-sama berada dalam dosa.” (HR. Muslim no. 1584)

Jika mengacu pada syari’at moneter yang dibuat oleh pencipta manusia, alam semesta dan kehidupan, maka sistem moneter ini memiliki aspek kerohanian, bukan materi semata karena telah memiliki sambungan langsung dengan sang khaliq berupa pengakuan dan ketundukan kepada Allah SWT. Al Quran dan as-sunah telah menetapkan sistem moneter dengan standar emas dan perak agar menjadi rahmat bagi alam semesta. Sistem ini memberikan jaminan transaksi yang stabil dan adil, kebal terhadap inflasi dan anti inflasi.

Sebagaimana sebuah riwayat menyebutkan, ”Ali bin Abdullah menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami, Syahib bin Gharqadah menceritakan kepada kami, ia berkata : saya mendengar penduduk bercerita tentang ’Urwah, bahwa Nabi S.A.W memberikan uang satu Dinar kepadanya agar dibelikan seekor kambing untuk beliau; lalu dengan uang tersebut ia membeli dua ekor kambing, kemudian ia jual satu ekor dengan harga satu Dinar. Ia pulang membawa satu Dinar dan satu ekor kambing. Nabi S.A.W. mendoakannya dengan keberkatan dalam jual belinya. Seandainya ‘Urwah membeli debupun, ia pasti beruntung” (H.R.Bukhari)

Sebagai ilustrasi, Nilai 1 dinar setara dengan 4.25 gr emas. Pada 24 Oktober 2012, Nilai 1 dinar di geraidinar.com (yang melayani jual beli dinar secara online) seharga Rp. 2.269.465,-. Jika hari ini kita punya uang sebanyak Rp. 2.269.465,-, niscaya uang tersebut cukup untuk membeli 2 ekor kambing di bursa hewan qurban. Artinya selama 1400 tahun harga kambing di masa Rasulullah dan masa kini tetap ½ dinar ! Ini adalah salah satu bukti bahwa dinas (emas) tahan terhadap inflasi. Keunggulan yang tidak dimiliki oleh mata uang kertas.



BAGAIMANA SISTEM MONETER STANDAR EMAS DITERAPKAN ?

Problem utama penerapan sistem mata uang standar emas adalah penyediaan cadangan emas yang cukup, menegakkan baitul mal sebagai pengendali moneter berikut bank-bank Negara serta menolak keberadaan bank swasta yang menerapkan ribawi.

Lalu, bagaimana dengan penyediaan cadangan emas? penyiapan cadangan emas bisa dilakukan Negara dan masyarakat, sebab pencetakan uang bukan monopoli Negara. Namun, setiap penyediaan uang haruslah mengacu pada emas dan perak, bisa berupa uang dinar atau dirham dari bahan emas dan perak langsung atau bisa juga uang kertas, tetapi harus dijamin keberadaanya oleh emas dan perak di baitul mal.

Penyiapan cadangan emas dan perak oleh Negara dapat menggunakan teori Jumlah Uang Beredar. Untuk membantu memahami fakta, sebagai contoh tahun 1979 menurut nota keuangan pemerintah, uang beredar senilai 2.343 triliun dibagi dengan harga emas yang berlaku saat itu. Perhitungannya 2.343 x 1012 dibagi 100.000/gr = 23.430.000 gr = 23,43 ton emas murni. Jadi seandainya uang yang beredar senilai Rp. 2.343 triliun maka diperlukan emas 23,43 ton emas murni sebagai penjaminnya.

Dengan mengikatkan jumlah uang yang dicetak dengan standar emas tertentu, maka jumlah uang beredar dengan sistem ini juga bisa di kontrol secara alamiah. Siapa saja boleh mencetak uang, Negara maupun masyarakat. Oleh karena itu jika terjadi kelangkaan uang sehingga nilainya melebihi emas sebagai komoditas, masyarakat akan ramai-ramai mencetak uang sehingga harga turun.

Dan ketika uang beredar bertambah banyak yang berakibat harga uang menjadi turun maka masyarakat ramai-ramai melebur uangnya menjadi barang/komoditas, seperti perhiasan dll. Begitu seterusnya, secara alamiah dengan sistem uang standar emas ini bisa menciptakan keseimbangan sendiri.

Apakah cadangan emas akan mencukupi ? seandainya ada media yang berani membeberkan tentang data produksi emas, maka yakin cadangan emas lebih dari cukup. Alasan para pakar moneter kapitalis tentang ketidakcukupan emas sebagai pengganti uang beredar sama sekali tidak bisa diterima, sebab alasan sesungguhnya bukan karena ketidakcukupan jumlah emas, namun sistem moneter standar emas tidak dapat dipakai sebagai alat imperialisme.

Patut diingat, Emas bukan barang konsumsi. Ia tidak habis “dimakan”, namun akan terus beredar. Permasalahnnya, sistem moneter kapitalis menempatkan emas sebagai barang perhiasan dan komoditi yang dapat ditimbun sehingga kepemilikan emas menjadi terbatas.



KHATIMAH

Krisis moneter yang berkembang menjadi krisis ekonomi pada tahun 1998 seharusnya dijadikan pelajaran untuk mengoreksi penerapan sistem moneter di negeri ini dan juga negeri-negei kaum muslimin yang lain. Beberapa tahun terakhir ini dunia disibukkan dengan munculnya berbagai problem ekonomi yang akan terus berulang dimasa mendatang selama sistem ekonomi kapitalisme yang imperialistik masih terus di terapkan.

Bila dicermati dan dikaji secara mendalam, kekacauan ekonomi yang terjadi bersumber dari dua masalah pokok : pertama praktek menjadikan uang sebagai komoditas yang diperjualbelikan, tidak lagi murni sebagai alat tukar. kedua persoalan mata uang suatu negara yang menggunakan mata uang kertas yang inkonfertibel dan tidak lagi dijamin (distandarkan) oleh emas yang senilai dengan uang yang beredar.

Maka sungguh Maha Benar Allah yang telah mensyariatkan emas dan perak sebagai mata uang Islam. Mata uang emas dan perak sungguh terbukti tahan banting serta memiliki nilai keadilan. Saatnya kini kembali pada sistem emas dan perak menuju izzul islam wal muslimin.

Wallahu al’lam bi ashowab



0 komentar:

Posting Komentar