Jumat, 02 November 2012

Ukhuwah Islamiyah

Pekan kemarin adalah puncak pelaksanaan ibadah haji. Rangkaian prosesi ibadah haji hari ini mencapai tahap nafar awal. Tak kurang lima juta umat Islam sejak semalam hingga petang hari nanti memadati areal Mina dan Masjidil Haram. Jutaan orang telah memadati Mina sejak sehari sebelumnya. Mereka melakukan prosesi melemparkan jamarat dan mabid (melewatkan sebagian malam) di Mina.

Puncak kepadatan terjadi antara menjelang waktu salat Dhuhur hingga Maghrib. Di waktu yang sesingkat itu, jumlah jamaah haji dari berbagai negara tumpah ruah di Mina untuk jamarat ketiga dan langsung tawaf wada di Masjidil Haram kemudian segera pergi dari Mina. Demikian laporan reporter detikcom di Mina, pada Minggu (28/10/2012) bertepatan dengan 12 Dzulhijah 1433 H. (http://news.detik.com)

Subhanallah, lima juta orang berkumpul di satu tempat untuk bersama – sama beribadah kepada Allah semata. Hebatnya, kelima juta orang tersebut berasal dari suku, ras, bangsa dan Negara yang berbeda. Namun mereka tidak mempersoalkan perbedaan itu. Mereka khusyu’ beribadah tanpa melihat derajat dan pangkat dunia diantara mereka. Bahkan tidak mempersoalkan perbedaan fiqh mazhab diantara mereka. Inilah gambaran kecil ukhuwah Islamiyyah.

Cerita lain tentang ukhuwah Islamiyyah dapat dibaca di QS. Al Anfal 72-74 yang artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertoIongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi. Dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikitpun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah. (Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar. Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezki (nikmat) yang mulia”.

Ayat – ayat di atas menjelaskan bahwa kaum muhajirin bersama kaum anshar telah membentuk satu ummat yang memiliki persatuan dalam pemikiran, perasaan dan aturan Islam. Hal ini dapat dipahami dari makna ayat – ayat di atas tentang adanya sikap tolong – menolong, bersatu padu, lemah lembut, berkasih sayang antara sesama mukmin dan mempunyai ikatan persaudaraan (Ukhuwah) yang sangat kuat bagaikan satu tubuh.

Kaum muhajirin yang meninggalkan kampung halamannya, harta, keluarga mereka seraya menyerahkan semuanya kepada Allh swt. Mereka berangkat menuju madinah dengan menempuh perjalanan yang sangat panjang (480 KM) melalui padang pasir yang panas dengan berbagai rintangan dan halangan. Fokus tertinggi sebagai puncak harapan di dunia hanyalah mendaulatkan Islam serta menyebarkannya ke seluruh dunia.

Begitulah sikap dan cita – cita kaum muhajirin sebagai generasi awal kaum muslimin. Mereka menjual diri mereka kepada Allah swt untuk berjuang di jalanNya (fi sabilillah). Mereka mendatangi saudara – saudara mereka di madinah yang telah memeluk aqidah yang sama untuk melawan musuh – musuh Islam secara bersama – sama. Begitupun sikap kaum anshar. Mereka menerima sudara – saudara mereka kaum muhajirin untuk mengikat tali persaudaraan (Ukhuwah) Islam di antara mereka dan menanggung resiko bersama.

Kaum anshar mencintai kaum muhajirin. Mereka memberikan bantuan kepada kaum muhajirin, meski mereka sendiri dalam keadaan kekurangan. Kaum ansharlah yang memberikan tempat tinggal kepada kaum muhajirin untuk bermukim di rumah – rumah mereka dan mengelola usaha mereka. Mereka menolong muhajirin menghadapi musuh (Kaum Kafir Qurasy) sehingga jadilah mereka satu keluarga yang memiliki ciri khas berlandaskan aqidah dan hukum Islam. Susah dan gembira bersama, senasib sepenanggungan, begitupun perasaan marah dan benci terhadap musuh – musuh Islam.

Kaum anshar beriman sebagaimana berimannya kaum muhajirin. Mereka menolak menyembah berhala (patung) karena tidak akan mendatangkan manfaat ataupun mudharat. Menganggap zina sebagai perbuatan keji. Riba adalah bentuk kedhaliman / eksploitasi si kaya terhadap si miskin. Mentaati pemimpin yang menyeru pada maksiat adalah dosa besar, dsb.

Pemikiran mereka menjadi satu, berpihak dan tunduk kepada sistem hidup Islam yang telah mewarnai kehidupan mereka. Jika Allah memerintahkan “Sholat”, maka mereka menegakkannya. Islam mensyariatkan “Zakat”, mereka menunaikan. Saat Rasulullah SAW men-sunnah-kan “Munakahat/menikah”, merekapun melakukannya. Tatkala ada perintah “Jihad”, pun dilaksanakan secara bersama. Begitu pula sikap mereka terhadap perintah dan larangan lain yang ditetapkan Allah dan Rasul-Nya terhadap mereka.

Dengan demikian tegaklah masyarakat madinah yang terbentuk dari unsur kesamaan pemikiran, perasaan dan aturan yang berdasarkan Islam. Mereka menjadi ummat yang satu di bawah seorang pemimimpin (Rasulullah Muhammad SAW) yang mengatur urusan mereka dengan aqidah dan hukum yang diturunkan Allah swt. Rasululllah SAW dan para pemimpin ummat yang menggantikan beliau sebagai pemimpim kaum muslimin (Abu Bakar, Umar bin Khatab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib dst), selalu melindungi ummat dari serangan musuh – musuh Islam seraya melindungi non muslim yang bersedia hidup damai di bawah sistem Islam (kafir dzinmi).



Aplikasi Ukhuwah Islamiyyah

Ukhuwah berasal dari kosakata akha - ya'khu - ukhuwwah. Kata ini dengan berbagai derivasinya banyak sekali terdapat di dalam Alquran, baik dalam arti saudara kandung maupun dalam arti saudara lain. Yang berkaitan dengan ukhuwah ini terdapat sekitar 80 ayat dalam berbagai surah. Misalnya pada surah Al-Hujurat [49] ayat 10, yang artinya : Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat”. Pada ayat ini dinyatakan bahwa setiap mukmin (orang yang beriman) adalah bersaudara.

Makna ukhuwah kemudian dijelaskan oleh Rasul SAW dalam beberapa sabdanya, di antaranya dengan menggunakan analogi yang mudah dipahami, "Al-Mukmin li al-Mukmin ka al-Bunyan yasyuddu ba'dhuhu ba'dlan" (Seorang mukmin terhadap mukmin lainnya itu bagaikan beton bangunan yang saling menguatkan satu dengan lainnya).

Namun realitasnya hari ini kondisi ummat Islam jauh dari ideal bahkan jauh dari penggambaran kesatuan ummat yang ditunjukkan saat ibadah haji. Hari ini kaum muslimin merasa saling berbeda satu sama lain. Perbedaan itu dapat ditimbulkan oleh berbagai alasan, bahkan oleh suatu alasan yang remeh. Muslim Indonesia tidak merasa bagian dari muslim Malaysia. Muslim Arab kadang merasa lebih tinggi daripada muslim dari belahan bumi lain. Penganut mazhab tertentu merasa lebih benar daripada muslim yang berasal dari mazhab yang berbeda. Akibatnya, ummat terbelah menjadi banyak bagian. Mereka sulit disatukan oleh persaudaraan aqidah Islam, namun lebih suka bersatu dengan ikatan kesukuan, bangsa, ataupun golongan tertentu.

Di sisi lain Musuh Islam terkadang saling berselisih satu dan lainnya disebabkan berbagai hal. Namun dalam urusan “memerangi” ummat Islam, mereka tidak segan untuk bersatu. Mereka saling membantu betapapun berbeda aqidah, pemikiran, perasaan, idealisme dsb. Oleh karena itu Allah swt mengingatkan kaum muslimin dalam QS Al Anfaal : 73 yang artinya,” Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.”

Dalam catatan kaki Terjemah Al Qur’an, yang dimaksud dengan apa yang telah diperintahkan Allah itu adalah keharusan adanya persaudaraan yang teguh antara kaum muslimin. Konsekuensinya kaum muslimin dituntut untuk saling bersatu dan saling melindungi sesamanya. Sesama muslim dilarang berbelah seraya saling mencurigai dan saling melempar tuduhan, karena kedua hal tersebut berpotensi meretakkan ukhuwah.

Sahabat muhajirin dan anshar telah mencotohkan bagaimana seharusnya ukhuwah islamiyyah dilaksanakan. Para sahabat muhajirin dan anshar menyingkirkan ego mereka, kebanggaan atas nama suku ataupun bangsa, demi persatuan ummat di bawah Panji Islam yang dipimpin oleh seorang pemimpin tunggal, Rasulullah Muhammad SAW.

Pasca wafatnya Rasulullah Muhammad saw tidak akan ada nabi lagi, namun akan hadir para penggantinya, para pemimpin ummat. Untuk itu guna mencapai kemulian Islam dan kaum muslimin (izzul islam wal muslimin) maka hendaknya ummat Islam bersatu dalam sebuah masyarakat yang memiliki kesamaan pemikiran, perasaan dan sistem yang sama (Islam) dan dipimpin oleh seorang pemimpin tunggal (amirul mukminin) sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah SAW saat di Madinah. Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.

Wallahu a’lam bi ashowab.















0 komentar:

Posting Komentar