Sabtu, 24 November 2012

Renungan Hijriyah

Tidak terasa waktu satu tahun telah terlewati. Alhamdulillah, Allah swt masih memberikan kesempatan untuk bertemu lagi dengan Tahun baru Islam, 1 Muharram 1434 H. Berbagai episode kehidupan telah dialami untuk menempa menjadi manusia yang semakin memahami makna kehidupan. Memasuki awal tahun baru hijriyah ini, berbagai harapan dan doa dipanjatkan kepada Allah SWT supaya kehidupan di tahun depan lebih baik dari tahun kemarin.

Berbicara tahun baru hijriyah, beragam cara umat Islam dalam menyambutnya. Mulai dari isrtighosah, dzikir bersama, pawai Muharram sampai tradisi perayaan dan aneka festival seperti grebek suro, petik laut, sedekah bumi yang sarat akan unsur kemusyrikan. Namun sayangnya, setiap tradisi penyambutan datangnya Muharram ini tidak memberikan pengaruh apapun terhadap kondisi umat Islam. Secara Internasional umat ini masih dalam keadaan terpuruk, baik dalam ekonomi, sosial, politik, dan hukum menghadapi berbagai macam penindasan dan pendzaliman yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam di berbagai belahan dunia.

Secara politik tentu kita masih ingat bagaimana penderitaan dan penganiayaan yang dialami kaum muslimin di Palestina, Chechnya, Bosnia, kashmir, Rohingya dan di Filiphina. Mereka terpaksa menghadapi masalahnya sendiri, karena kaum muslimin yang tergabung dalam OKI hanya mampu melihat dan sebatas mengecam.

Belum lagi dalam aspek ekonomi, keadaan umat ini tenggelam dalam lautan hutang dan danau kemiskinan. Sungguh ironis jika dibandingkan dengan kekayaaan yang dimiliki negeri-negeri kaum muslimin. Barang tambang yang luar biasa banyaknya, hutan memanjang tak terkira, sungai dan lautan yang tidak pernah kering dengan hasil-hasilnya. Kemanakah sebenarnya larinya harta tersebut?!

Sekali lagi kondisi ini terjadi karena campur tangan Barat terhadap wilayah/negeri-negeri Islam. Mengenaskan memang kaum muslimin yang jumlahnya lebih dari 1 milyar, menghuni lebih dari 56 negara tidak dapat menyelesaikan problem-problemnya sendiri. Tidak apunya kekuatan untuk melawan imperialisme negara adidaya AS. Untuk itu tulisan ini mengajak pembaca untuk merenungkan makna Hijriyah yang berpijak dari hijrah Nabi Muhammad SAW sebagai momentum sejarah perkembangan dan kebangkitan umat Islam. Semoga makna renungan ini mendorong tekad untuk berjuang menegakkan kejayaan umat ini.



Sejarah Hijrah

Penanggalan Kalender Hijriyah mulai dibelakukan pada masa Khalifah Umar bin Khattab. Sistem penanggalan Islam itu tidak mengambil nama Tahun Muhammad atau Tahun Umar. Artinya, tidak mengandung unsur pemujaan seseorang, seperti sistem penanggalan Masehi yang diambil dari gelar Nabi Isa Al masih (Arab) atau Messiah (Ibrani).

Atas usul Ali bin Abi Thalib penanggalan Islam dimulai penghitungannya dari peristiwa Hijrahnya Nabi Saw saat meninggalkan Mekkah menuju yastrib (Madinah). Oleh karenanya sudah seharusnya merenungkan kembali hikmah yang terkandung di balik peristiwa hijrah yang dijadikan momentum awal perhitungan Tahun Hijriyah. Karena penanggalan itu mengandung makna spiritual dan nilai historis amat tinggi bagi agama dan umat Islam.

Secara bahasa, hijrah berarti berpindah. Artinya berpindahnya Nabi Saw beserta kaum muslimin dari Mekkah ke Madinah (secara fisik). Sedangkan secara maknawi Hijrah bermakna perpindahan dari yang buruk pada yang baik, berpindah dari yang bathil kepada yang haq, perpindahan dari kekufuran kepada keimanan, berpindah dari jahiliyah menuju Islam, berpindah dari terpuruk menuju kebangkitan.

Hijrah Nabi SAW beserta kaum muslimin ke Madinah terjadi 622M. Hijrah ke Madinah dimungkinkan setelah tujuh puluh orang Madinah yang merupakan tokoh-tokoh dari suku Aus dan Khajraj bersumpah kepada Nabi SAW di lembah aqobah II untuk membela Nabi hingga titik darah penghabisan. Sungguh peristiwa hijrah ini menunjukkan pengorbanan yang sangat luar biasa yang dilakukan kaum muslimin untuk membela Nabi SAW dan menegakkan agama Allah. Mereka meninggalkan kampung halamannya di Mekkah dan berhijrah ke Madinah yang berjarak 480 km.

Bukan perjalanan mudah bagi mereka karena perjalanan tersebut ditempuh dengan alat transportasi sederhana yakni keledai dan unta. Mereka tinggalkan kampung halamannya Mekkah dengan segala yang mereka cintai (keluarga, rumah, perniagaan) demi mentaati perintah Allah. Belum lagi masalah keamanan, mereka terus dikejar-kejar warga Quraysi.

Tatkala Nabi keluar dari rumahnya untuk berhijrah, beliau sedang dalam pengepungan kaum Quraysi yang hendak membunuhnya. Di saat mereka tidak menemukan Nabi di rumahnya karena telah digantikan Ali Bin Abi Thalib r.a, mereka pun mengejar Rasulullah SAW yang sudah diketahui akan berhijrah ke madinah.

Sahabat yang berhijrah juga menghadapi berbagai kesulitan. Suhaib bin sinan berhijrah setelah Rasulullah SAW dan Abu Bakar r.a, namun di tengah jalan ia ditangkap oleh dua pemuda Quraysi. Ketika mereka tidur, Suhaib melarikan diri tetapi tertangkap kembali, lalu ia menawarkan harta simpanannya di Mekkah jika mereka mau melepaskannya.

Setelah menunjukkan harta simpanannya itu, Suhaib melarikan diri ke Madinah dan menyusul Rasulullah SAW yang telah sampai di Quba. Demi melihat Suhaib, Rasulullah pun bersabda: “Hai Suhaib aku bersaksi sungguh daganganmu sangat beruntung sekali” Beliau memuji serta mengabarkan pahala yang besar sekali bagi Suhaib yang telah mengorbankan seluruh simpanannya demi hijrah.

Begitu juga yang dialami sahabat Usman bin Affan. Beliau berhijrah dengan istrinya Ruqayyah binti Rasulullah SAW berjalan kaki menuntun keledai yang ditunggangi istrinya yang sedang hamil. Sedangkan sahabat Dhamrah bin Abi Al Aish yang buta bertekad untuk berhijrah setelah turunnya ayat 97-98 surat An Nisaa’. Ia berkata “Walaupun mataku buta namun aku masih mempunyai harta yang dapat memudahkanku untuk berhijrah. Karena itu aku membeli budak untuk menggendongku dalam berhijrah”.

Lalu ia berhijrah dalam keadaan sakit. Sesampainya di daerah Tan’in (antara Mekkah dan Madinah), ia meninggal dan dikuburkan di sana. Allah pun menurunkan ayat-Nya: “ Dan siapa saja yang keluar berhijrah kepada Allah dan RasulNya kemudian dia wafat (di tengah perjalanan) maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (TQS. An Nisaa: 100).

Itulah para pejuang kaum muslimin generasi pertama. Hanya dengan azzam (niat) yang kuat dan ikhlas semata-mata mengharap ridho Allah SWT perintah hijrah ini mereka lakukan. Berbekal satu keyakinan bahwa di Madinah adalah tempat yang dijanjikan Allah kepada kaum muslimin bisa memperoleh kehidupan yang lebih baik. Di Madinah itulah para Muhajirin dipersaudarakan Rasulullah SAW dengan para sahabat Anshor.

Sungguh menakjubkan persaudaraan Islam yang ditunjukkan oleh kaum Muhajirin dan Anshor saat itu. Dimana sahabat Anshor dengan ikhlas menerima kaum Muhajirin untuk tinggal di rumah-rumah mereka meskipun tidak ada ikatan persaudaraan diantara mereka. Bahkan Allah SWT memuji sikap hidup kaum muhajirin dan Anshor ini dalam Al Qur’an: “Dan mereka mengutamakan orang-orang Muhajirin atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka memerlukan apa yang mereka berikan itu” (TQS. Al Hasyr : 9). Benarlah janji Allah bahwa Dia tidak akan menyia-nyiakan hambaNya yang berhijrah demi menegakkan agamaNya.



Kebangkitan Islam

Umat Islam adalah khairu ummah, umat yang terbaik yang dimuliakan Allah SWT seperti dalam firmanNya :”Kamu adalah umat yang terbaik yang dikeluarkan untuk manusia, menyeru kepada kebaikan . mennyuruh pada yang ma’aruf dan mencegah dari yang munkar” . (TQS. Ali Imron:110)

Akan tetapi gelar sebagai umat terbaik belum dapat diraih oleh umat Islam saat ini. Potensi SDM yang besar (1,4 milyar), berikut kekayaan alamnya terutama tambang minyak dianugerahkan Allah SWT (70% cadangan minyak dunia ada di negeri muslim) tidak menjadikan umat ini menjadi disegani oleh dunia internasional.

Apalah artinya semua potensi itu jika tidak ada kesadaran dalam diri kaum muslimin untuk menegakkan aqidah dan hukum Islam. Jika aqidah dan hukum Islam telah ditinggalkan bukan kemuliaan dan kebahagiaan yang didapat, tapi justru keterpurukan dan kesengsaraan seperti yang dialami saat ini. Terpuruk dalam semua aspek kehidupan baik secara ekonomi, sosial, hukum dan politik.

Rasulullah Saw menggambarkan keadaan kaum muslimin saat ini dalam sebuah hadis, Jumlah banyak tapi ibarat ombak di lautan yang bisa di hempas ke kanan kekiri mengikuti angin. Sudah saatnya ummat kembali berbenah menata diri untuk meraih kembali kemuliaan dan kejayaan yang pernah diraih kaum muslimin di masa lalu. Berpangku tangan saja tanpa berbuat apa-apa menunggu datangnya kemenangan Islam tidak akan menjadikan kondisi umat ini berubah. Karena Allah SWT telah menetapkan sunnahNya bahwa Dia tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum kaum itu mengubah sendiri berusaha mengubahnya. (baca QS. Ar Ra’du :11).

Sungguh seseorang beramal sesuai dengan pemahamannya. seorang yang menganggap berjudi boleh karena bisa membantu ekonomi keluarga maka dia akan terus berjudi meskipun hutangnya sudah menumpuk, sebaliknya jika seorang menganggap berjudi itu haram maka dia tidak akan pernah berjudi meskipun diiming-iming akan menjadi jutawan.

Inilah gambaran bahwa pemikiran seseorang akan menentukan amalnya. Karena itu kebangkitan umat diawali dari kebangkitan pemikirannya atau peningkatan taraf berpikir (Irtifa’ul Fikr), dari berpikir jahiliyah menuju pemikiran Islam, dari standar berpikir untung rugi ke standar berpikir halal haram, dari sekedar berpikir biologis menjadi berpikir ideologis (idealis).

Begitu juga dengan kondisi umat Islam saat ini, ketika kesadaran umat belum muncul bahwa kunci kebangkitan umat Islam bergantung pada keterikatan mereka kepada aqidah dan hukum Islam, maka selama itulah kondisi umat ini dalam keadaan terpuruk. Sudah saatnya kaum muslimin berubah menuju kehidupan yang lebih baik yaitu kembali kepada tegaknya aqidah dan hukum Islam.

Bukankah sejarah telah mencatat bahwa kaum muslimin yang senantiasa berpegang teguh kepada ajaran Islam (kaum muslimin di masa Rasulullah dan generasi umat terbaik) adalah umat yang begitu disegani oleh musuh-musuh Islam karena syariat islam senantiasa membimbing mereka menyelesaikan permasalahan-permasalahan umat yang muncul dengan solusi tuntas dan maslahat.

Setelah menegakkan Islam di Madinah, selama sepuluh tahun Rasulullah SAW memimpin , Kekuasaan Islam meliputi seluruh jazirah Arab. Bahkan secara gemilang mereka mampu menaklukkan berbagai negeri di luar jazirah Arab. Bangsa Persia, syam, Mesir dan Andalusia yang tadinya berbeda-beda dalam bahasa, kebangsaan, budaya dan perundangan menjadi satu ummat, yakni Umat Islam yang memiliki satu bahasa, kebudayaan dan perundang-undangan yakni bahasa Arab, Kebudayaan Islam dan syariat Islam.

Sampai pada akhirnya Islam berkembang luas dan mampu mensejahterakan manusia di berbagai belahan dunia. Berbeda dengan kondisi saat ini, ketika umat Islam Rohingnya berteriak dan menjerit meminta perlindungan tidak ada satu negeri pun yang siap dan mampu melindungi mereka dengan ikhlas. Kalaupun ada bantuan-bantuan yang selama ini diberikan, semua itu bersifat sementara karena sesungguhnya yang mereka butuhkan itu adalah pelindung sejati yang siap melindungi mereka sepanjang hayat.

Sudah saatnya pemikiran-pemikiran kufur kapitalis yang tertanam dalam diri umat Islam dicabut dan dibuang jauh –jauh. Buang jauh-jauh pemikiran yang hanya berorientasi untuk mencari kebahagiaan dunia semata (materi). Karena pemikiran kapitalis seperti ini adalah pemikiran yang rendah dan hina yang terpancar dari aqidah dan mabda’ yang bathil.

Mengemban pemikiran kufur kapitalis hanya akan memperburuk keadaan dan semakin menghinakan umat Islam dihadapan negara adidaya AS. Tidak selayaknya kaum muslimin memilki pemikiran ini karena sesungguhnya kehidupan dunia adalah sesaat dan kehidupan akhiratlah kehidupan yang kekal dan abadi. Betapa meruginya jika kebahagiaan di akhirat ditukar dengan kebahagiaan dunia yang sesaat.





Khatimah

Dengan Aqidah Islam, Allah berkehendak menjadikan umat ini memiliki harga diri, kemandirian, kemuliaan, sanggup membebaskan diri dari kepungan rencana jahat musuh-musuhnya serta mampu meraih kedudukan sebagai saksi atas seluruh umat manusia. Sungguh tiada pilihan lain bagi umat Islam saat ini selain hanya berjuang dan terus berjuang meraih kemuliaaan hidup di sisi Allah SWT.Karena kemuliaan hidup dan keridhoanNya hanya akan diberikan Allah SWT dengan mewujudkan kembali kehidupan dan peradaban masyarakat yang menerapkan sistem Islam dalam semua aspek kehidupannya.

Oleh karenanya yang perlu dipahami oleh umat Islam bahwa 1 Muharram 1434H menjadi momentum untuk membangkitkan umat ini, merubah kehidupannya (dari keterpurukan) menjadi kehidupan yang lebih baik, yaitu kembali kepada Islam.

Wallahu’alam bi showab



















0 komentar:

Posting Komentar