Rabu, 29 Mei 2013

Antara Sihir Dan Karomah

Hidup di jaman kapitalis seperti saat ini memang memberi tekanan tersendiri. Tuntutan duniawi begitu kuat, sementara tidak semua orang mempunyai kemampuan bersaing dalam kompetisi yang terbuka. Belum lagi sistem yang tidak adil dan lebih berpihak pada para pemegang kapital semakin mempersulit keadaan. Di tengah kuatnya tuntutan, sebagian orang mencoba tetap berkompetisi dengan memanfaatkan jalur gaib. Ada kalanya jalur tersebut benar, namun tidak jarang jalur tersebut hanya tipu daya syetan.



Rasa putus asa dalam menghadapi ujian hidup, tidak jarang membuat umat bersikap apatis dan mengambil jalan pintas. Ingin lulus ujian, datang pada “ulama” untuk meminta azimat dengan harapan agar mereka bisa lulus ujian dengan hasil yang memuaskan. Mereka yang sakit parah, kadang enggan berobat ke dokter, tetapi pergi ke “ustadz” untuk meminta air doa, yang mereka yakini bisa menyembuhkan berbagai penyakit separah apa pun. Dalam prakteknya, sulit untuk membedakan apakah kelebihan/keistimewaan yang dimiliki seseorang sebagai karomah ataukah sihir.

Kita pribadi tidak layak untuk menilai, tetapi parameter penilaian adalah syari’at Islam. Untuk itu, kami cuplikan beberapa referensi sebagai wawasan membedakan antara karamah dan sihir agar kita tidak tertipu oleh syetan dari jin atau syetan dari manusia. Tidak mudah tergoda oleh penampilan dan kemasan.Tidak mudah tergiur oleh iklan yang covernya yang islami, tapi isinya syirik. Slogannya rahmani tapi cara dan aktifitasnya syaitani.


Pandangan Islam terhadap Karomah dan sihir

Syariat Islam adalah tolak ukur untuk menilai ada tidaknya penyimpangan dalam keanehan-keanehan dan kelebihan yang dimiliki seseorang. Rasulullah Muhammad SAW adalah teladan terbaik serta figur hidup yang kita jadikan cerminan dalam pengamalan syariat Islam. Islam melarang dengan tegas umatnya mempercayai sihir ataupun perdukunan.

Rasulullah SAW bersabda : “Barangsiapa yang mendatangi dukun atau tukang ramal kemudian membenarkan ucapannya maka sungguh dia telah kafir terhadap agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. (HR. Ahmad).

Sebuah bahaya besar bagi umat Islam ketika umatnya sudah mempercayai ilmu sihir, karena sihir akan membawa umat Islam dalam jurang kemusyrikan yang dapat menyekutukan Allah SWT sebagai satu-satunya Illah yang berhak disembah.

Namun, di masa sekarang sihir sering rancu dengan karomah. Hal ini terjadi karena minimnya wawasan umat, disamping disebabkan performance sebagian pemilik sihir yang nampak islami. Secara definisi, Karomah adalah kejadian di luar kebiasaan yang Allah anugerahkan kepada seorang hamba tanpa disertai pengakuan (pemiliknya) sebagai seorang nabi, tidak memiliki pendahuluan tertentu berupa doa, bacaan, ataupun dzikir khusus, yang terjadi pada seorang hamba yang shalih, baik dia mengetahui terjadinya (karamah tersebut) ataupun tidak, dalam rangka mengokohkan hamba tersebut dan agamanya. (Syarhu Ushulil I’tiqad, 9/15 dan Syarhu Al Aqidah Al Wasithiyah, 2/298 karya Asy Syaikh Ibnu Utsaimin—rahimahullah).

Adapun Sihir, menurut Imam Al-Marazi adalah semua perkara yang terjadi dengan pertolongan jampi - jampi atau dengan perbuatan - perbuatan tertentu sehingga dia mampu melakukan apa saja yang dikehendaki. Sihir datangnya dari syaithan.

Dari definisi tersebut maka kita dapat menemukan perbedaan Karamah dan sihir yaitu:

1) Karamah dari Allah sedangkan Sihir dari Syetan.

Karamah datangnya dari Allah swt, oleh karena itu hanya diberikan kepada hamba-hambanya yang sholeh dan beriman. Adapun Sihir, datangnya dari syetan, sehingga bisa dimiliki siapapun, muslim, munafik, fasik bahkan kafir.

Contoh karomah yang pernah diberikan Allah SWT kepada hambanya yang sholih adalah, ketika Nabi Zakaria as bertanya kepada Maryam tentang makanan yang selalu tersedia dimihrabnya. Maryam menjawab,”Makanan itu dari sisi Allah.”, sedangkan kita mengetahui bahwa Maryam bukanlah seorang Rasul atau Nabi, sehingga hal yang luar biasa itu kita ketegorikan sebagai karamah yang diberikan Allah kepada sosok perempuan yang suci, Ibu dari Nabi Isa as.

Namun realitasnya tidak semua orang mukmin yang bertaqwa mendapatkan karamah dari Allah, karena Allahlah yang menentukan kepada siapa yang dikehendakiNya dan dalam bentuk apa. Betapa banyak para shahabat yang merupakan orang terdepan dalam barisan para wali, tapi tidak memiliki karomah. Begitu pula Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai hamba yang paling mulia di sisi Allah, sewaktu berhijrah beliau mengendarai unta, bukan mengendarai angin, dalam perperangan beliau juga memakai baju besi bahkan pernah cedera pada waktu perang uhud.

Oleh karena itu, kita tidak bisa mengatakan jika seseorang beriman dan memperbanyak ibadahnya kepada Allah sebagai tanda bahwa orang tersebut akan mendapatkan karamah. Apalagi hanya dengan puasa beberapa hari, atau shalat seribu rakaat, atau wirid doa sekian puluh ribu kali pasti akan mendapatkan karamah.

Berbeda halnya dengan sihir, bila seseorang melakukan ritualitas tertentu yang telah ditetapkan, misalnya memberikan sesajen pada jin penguasa daerah setempat, sebelum acara kuda lumping berlangsung, maka bisa dipastikan para pemain kuda lumping akan mendapat bantuan jin ketika memakan beling.

Hal itu dilakukannya untuk melangengkan kesyirikan dan kesesatan pelaku. Sekaligus sebagai bentuk tipu daya bagi pelaku-pelaku bid’ah yang akhirnya berdalih bahwa apa yang dilakukannya juga diterima dan dikabulkan Allah. Memang kalaupun pelaku-pelaku sihir sukses dalam menjalankan misinya, semua itu berkat izin Allah, tapi karena cara dan kinerjanya tidak sesuai dengan syariat, maka Allah tidak akan meridoinya. Dan perbuatan mereka akan mendapatkan laknat dari Allah.

Sebagian orang mungkin berkata bahwa mereka mendapat bantuan gaib dari Jin muslim sehingga bisa menghindarkan dari resiko ritual syirik. Masalahnya, bagaimanakah cara memverifikasi bahwa bantuan gaib itu berasal dari Jin Muslim atau Jin Kafir?

Allah swt berfirman,“Di sisi-Nya (Allah) segala kunci-kunci yang gaib, tiada yang dapat mengetahuinya kecuali Dia (Allah)”. (TQS. Al An’aam : 59).

Dan firman Allah, “Katakanlah” :tiada seorang pun di langit maupun di bumi yang dapat mengetahui hal yang gaib kecuali Allah”. (TQS. An Naml : 65). Maka, sungguh penting untuk senantiasa berhati – hati dalam masalah gaib.

2) Karamah tidak dapat dipelajari.

Dalam lembaran sirah kehidupan suri tauladan kita, Rasulullah Muhammad SAW, tidaklah kita baca bahwa Rasulullah mempelajari karamah atau mengajarkan pada para sahabatnya ilmu-ilmu kebatinan dan ilmu kesaktian hingga para sahabat menjadi sakti mandraguna hingga mempunyai ilmu kebal, dapat menghilang, dapat terbang dan lain sebagainya, hingga ketika berperang melawan orang-orang kafir selalu menang. Karena memang karamah adalah hadiah langsung dari Allah yang diberikan kepada hamba-Nya yang sholih.

Namun, jika dengan metode pembelajaran tersebut mereka mendapatkan sesuatu yang luar biasa, maka bisa diindikasikan hal itu adalah sihir. Allah swt berfirman :

وَاتَّبَعُوا مَا تَتْلُو الشَّيَاطِينُ عَلَى مُلْكِ سُلَيْمَانَ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَكِنَّ الشَّيَطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ

Artinya : “Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syetan-syetan pada masa kerajaan Nabi Sulaiman (mereka mengatakan bahwa Nabi Sulaiman melakukan sihir). Sedangkan Sulaiman bersih dari kekafiran, tetapi Syetan-syetan itulah yang kafir (melakukan sihir) dan mengingkari, yang mengajarkan sihir kepada orang banyak.” (QS. Al-Baqarah : 102).

Kelebihan yang diambil dengan cara mempelajarinya atau mencarinya dengan metode atau cara-cara yang aneh maka bisa dipastikan itu bukanlah karamah.

3) Karamah tidak dapat diulangi, ditransfer, diwariskan, dan didemonstrasikan

Kita tidak pernah mendengar riwayat atau membaca sirah nabi bahwa Rasulullah SAW dangan para sahabatnya mempersiapkan diri latihan jurus tenaga dalam, kekebalan dan semacamnya. Entah itu untuk berjihad ataupun menjadikannya sebagai sarana dakwah. Maka dari itulah, apabila ada seseorang yang tampak darinya sesuatu yang luar biasa, lalu yang bersangkutan berusaha menampilkan kembali atau memamerkan kepada khalayak ramai, maka bisa dipastikan itu bukan karamah.

Khalid bin Walid pernah melakukan sesuatu yang spektakuler, itupun terpaksa dan bukan dipersiapkan terlebih dahulu tetapi spontanitas, yaitu meminum racun waktu dia dan pasukannya mengepung benteng musuh. Pimpinan mereka berkata, ”Kami tidak akan menyerah sebelum kamu meminum racun.” Khalid pun lalu meminumnya dan dia tetap segar bugar dengan izin Allah. Selanjutnya Khalid bin Walid tidak pernah mempertunjukkan kembali kejadian tersebut.

Sungguh, karomah adalah keistimewaan yang berasal dari Allah untuk hamba-Nya yang sholeh. Manusia tidaklah mungkin “mendikte” Allah tentang Kapan dan Bagaimana karomah itu terjadi, sehingga karomah tidak dapat dijanjikan, didemonstrasikan ataupun diulang. Karomah datang begitu saja, maka niscaya orang mendapatkan karomah dari Allah pastilah orang yang sholeh dan tidak sombong. Mana mungkin seseorang akan menjadi sombong atas kelebihan yang tidak mungkin dia kontrol.

Khatimah

Pada hakikatnya, meminta bantuan kepada makhluk adalah syirik. Tidak ada bedanya dengan kesyirikan yang dilakukan orang-orang kafir Quraisy pada zaman jahiliyah. Hal inilah yang dilakukan kaum musyrikin sebagaimana yang disebutkan Allah dalam firman-Nya: “Ingatlah; milik Allah-lah agama yang suci (dari syirik), dan orang-orang mengambil wali (pelindung) selain Allah berkata: kami tidak menyembah Mereka melainkan supaya Mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya”. (TQS. Az Zumar: 3).
Termasuk para nabi dan rasul sekalipun, tidak dapat mengetahui hal yang gaib kecuali sebatas apa yang diwahyukan Allah kepada Mereka. Sebagaimana firman Allah kepada Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Katakanlah: Aku tidak mengatakan kepada kalian bahwa di sisiku gudang-gudang rezeki Allah, dan aku pun tidak mengetahui hal yang gaib”. (QS. Al An’aam, ayat: 50). Dan firman Allah : “Katakanlah: aku tidak memiliki untuk diriku manfaat dan tidak pula (menolak) mudarat, dan jika seandainya aku mengetahui hal yang gaib tentulah aku akan (memperoleh) kebaikan yang amat banyak dan tidak akan pernah ditimpa kejelekan”.(TQS.Al A’raaf : 188).

Wallahu’alam bi showab

















0 komentar:

Posting Komentar