Ribut Pembubaran Ormas Islam mewarnai pemberitaan di berbagai media Indonesia, disaat perhatian publik sedang terfokus pada proses peradilan korupsi wisma atlet Sea Game. Dalam hal ini, ormas yang diserukan untuk dibubarkan oleh sejumlah kalangan adalah Front Pembela Islam (FPI).
Kasus FPI ini bermula dari penolakan suku Dayak di Palangkaraya terhadap kehadiran FPI di sana. Masyarakat Suku Dayak melakukan aksi unjuk rasa di Bundaran Besar yang menyatakan menolak keberadaan FPI di Palangka Raya. Berdasarkan pantauan di lapangan, aksi unjuk rasa tersebut tidak hanya dilaksanakan di Bundaran Besar, tapi juga di Bandara Tjilik Riwut dengan tujuan menolak kehadiran pendiri FPI Habib Rizieq yang akan mengadakan tablig akbar dalam rangka peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.(ANTARA NEWS)
Seakan mendapat momentum dari penolakan suku Dayak, para aktivis yang sejak dulu anti-FPI mengadakan aksi dengan tema “Indonesia tanpa FPI”. Peserta aksi demo tersebut antara lain kaum transeksual (gay, lesbian, waria, dll), sutradara film Hanung Bramantyo, pentolan JIL (Jaringan Islam Liberal) seperti Ulil Abshar Abdallah dan Moh. Guntur Romli, para aktivis perempuan, dan para pengusung kebebasan berekspresi (kaum liberal).
Melihat latar belakang peserta demo tersebut, dapat disimpulkan bahwa mereka yang anti-FPI itu adalah mereka yang dulu pernah punya masalah dengan FPI atau yang bisnisnya terganggu dengan kehadiran FPI. Seperti kita ketahui, FPI sudah beberapa kali mendemo kontes waria, pemutaran film gay, film “?” karya Hanung, aliran agama sesat seperti Ahmadiyah dan Lia Eden, penolakan liberalisasi agama oleh Ulil cs, video mesum Luna & Ariel, UU Pornografi (yang ditentang oleh aktivis perempuan), dll.
Mediapun meliput aksi anti FPI itu seraya mem-blow up habis-habisan dengan tidak lupa menayangkan secara berulang-ulang cuplikan aksi perusakan yang dilakukan FPI terhadap kafe, tempat pelacuran, warung remang-remang, miras, dll. Wajah sangar FPI ditonjolkan untuk menanamkan kebencian publik. Secara tidak langsung media sudah melakukan pengadilan oleh pers (trial by press) terhadap FPI tanpa melakukan cover side story sebagaimana prinsip media yang harus berimbang dalam pemberitaan. Beberapa stasiun televisi memang pernah punya masalah dengan FPI, karena FPI mendemo stasiun TV tersebut terkait program acaranya yang meresahkan.
Karena pemberitaan media yang berat sebelah itulah, maka stigma FPI sebagai ormas anarkis tertanam di dalam memori banyak orang. Di sisi lain, aksi sosial ormas ini tidak pernah diekspos. Ketika terjadi tsunami di Aceh, FPI lah yang datang awal mengangkat mayat-mayat korban, bahkan FPI juga ikut mengadvokasi masyarakat Mesuji di Lampung terkait sengketa lahan, ikut mengamankan perayaan Natal di Jakarta, dll. Namun aksi sosial ini tidak pernah diberitakan, yang selalu diekspose adalah perbuatan negatif saja. Bagi media berlaku prinsip bad news is good news.
FPI telah menjadi simbol pencitraan dakwah Islam dengan kekerasan, video-video di televisi ditampilkan sedemikian rupa sehingga menyulut isu pembubaran dengan alasan menghilangkan kekerasan. Benarkah jika FPI dibubarkan akan menyelesaikan problem kekerasan di Indonesia? Sebenarnya ada maksud / agenda terselubung apa sehingga berita ini di blow up (dibesar-besarkan) sedemikian rupa? Sekali lagi apa maksud kalimat menghilangkan kekerasan ini sebenarnya?
Menurut Sosiolog UI, Tamrin Amal Tomagola, akar masalah dari tindakan kekerasan yang sebenarnya adalah kemiskinan yang menumpuk dari waktu ke waktu. “Isu SARA hanya dijadikan sebagai bungkus. Apalagi, saat ini tumbuh bisnis yang memperdagangkan security. Jadi, biang keroknya adalah para pengusaha besar, pemerintah daerah dan juga pemerintah pusat,” papar Tamrin. Lebih lanjut, Tamrin mengatakan bahwa solusinya tidak dengan legal bureaucratic, melainkan dengan menangani kemiskinan.
Pemerintah sendiri kembali mengangkat wacana pembubaran ormas Islam yang dianggap vokal dan aktif memberantas kemaksiatan, salah satunya adalah FPI, dengan alasan sering melakukan tindak kekerasan. Padahal parpol peserta pemilu maupun pemilukada jauh lebih banyak yang melakukan tindak kekerasan apalagi ketika calon yang diusungnya kalah. Kalau begitu, apa motif di balik rencana pembubaran ini?
Kalau ada oknum ormas tertentu melakukan tindak kekerasan, hal itu tidak bisa disimpulkan bahwa ormas tersebut secara institusional telah melakukan tindak kekerasan, atau tindak kekerasan menjadi garis perjuangan ormas tersebut.Tentu tidak demikian. Di negeri ini, ada sekitar 9000 ormas yang terdaftar di Kementerian Dalam Negeri, dan yang tidak mendaftar jumlahnya masih banyak. Dari jumlah tersebut yang kerap melakukan tindakan kekerasan tidak hanya "oknum" dari ormas yang berbendera keagamaan, namun opini yang dibangun oleh media selama ini mengesankan bahwa yang berbuat kekerasan identik dengan ormas-ormas keagamaan tertentu.
Sementara KH. Hasyim Muzadi menyatakan, jika rencana pembubaran FPI dilakukan melalui perbaikan UU No 8/85, maka pembubaran terhadap organisasi yang menjadi kepanjangan kepentingan asing di Indonesia juga perlu dibubarkan. Organisasi pro asing, kata Hasyim, lebih pintar mengambil tema-tema kemanusiaan dan demokrasi daripada FPI yang kasar dan seringkali tidak taktis. Lebih lanjut, Kyai Hasyim menyarankan FPI memperbaiki kualitas perjuangannya dan menghindari kekerasan. Namun, katanya, andai FPI mau meninggalkan kekerasan, tidak berarti Indonesia bisa bebas kekerasan. “Karena kekerasan di Indonesia lebih banyak disebabkan ketidakadilan, hilangnya keteladanan dan penyalahgunaan kekuasaan, serta jahatnya kapitalisme. Semua akan terbuka di hadapan rakyat manakala FPI lebih pintar,” pungkasnya. (http://news.okezone.com/15022012)
Kondisi diatas menunjukkan bahwa saat ini sedang terjadi kapitalisasi isu kekerasan untuk memojokkan ormas-ormas Islam. Pada dasarnya terdapat dua agenda terselubung yang sedang dirancang oleh kalangan kapitalis liberalis, yaitu : Demonologi Islam dan Politik Adu Domba.
Demonologi Islam
Yaitu suatu upaya menjadikan Islam sebagai musuh publik. Upaya ini dilakukan oleh barat dengan cara membangun opini atau citra buruk Islam. Sasarannya jelas, yaitu supaya masyarakat muslim antipati/membenci terhadap Islam, terutama gerakan yang berjuang untuk Islam dan penegakan syari’at Islam, juga agar kaum muslimin dengan mudah menerima ide-ide barat. Demonologi Islam merupakan bagian dari ghazwul fikr (perang pemikiran) barat untuk meredam kekuatan Islam yang mereka sebut sebagai the Green Menace (bahaya hijau).
Terbangunnya opini publik tentang bahaya Islam sebagai ancaman, dapat memberikan semacam legitimasi dan justifikasi bagi barat dan antek-anteknya untuk membasmi siapa saja dan kelompok apa saja yang mengusung bendera Islam dalam perjuangannya. Bahkan, serangan terhadap ekstrimis muslim-yaitu fundamentalismenya pers populer- dengan mudah dapat berubah menjadi serangan terhadap seluruh umat Islam! Umumnya, pembasmian kekuatan Islam itu dilakukan dengan pembubaran organisasi pergerakan Islam, penangkapan dan pemenjaraan para aktivisnya, membunuh dan menghukum mati para tokoh terasnya.
Korban atau objek utama demonologi adalah orang-orang atau kelompok / organisasi muslim yang berjuang untuk menegakkan syiar Islam di bumi ini, para aktivis gerakan Islam; rezim atau pemerintahan negara mana saja yang berani menentang barat dalam percaturan politik, ekonomi dan sosial dunia; serta para aktivis muslim yang berjuang baik atas nama Islam atau komunitas Islam.
Alasan barat melakukan demonologi Islam didasari oleh trauma sejarah akibat kekalahan pada perang salib yang berlangsung selama 200 tahun. Setelah gagal secara fisik, kaum barat kafir mencoba mengubah strategi dengan menyerang ummat islam dalam bentuk lain yaitu perang pemikiran (Ghazwul Fikr) dan perang kebudayaan (Ghazwul Tsaqofi).
Selain itu ada ketakutan barat akan kebangkitan Islam sebagaimana analisa Dewan Intelijen Nasional Amerika Serikat (National Inteligent Council) atau NIC yang pernah dimuat USA Today, 13 Februari 2005 — juga dikutip oleh Kompas edisi 16 Februari 2005. Inti laporan NIC bertajuk Mapping The Global Future, berisi tentang perkiraan situasi tahun 2020-an. Rinciannya ialah sebagai berikut: (1) Dovod World: Kebangkitan ekonomi Asia, dengan China dan India bakal menjadi pemain penting ekonomi dan politik dunia; (2) Pax Americana: Dunia tetap dipimpin dan dikontrol oleh AS; (3) A New Chaliphate: Bangkitnya kembali Khilafah Islamiyah, yakni Pemerintahan Global Islam yang bakal mampu melawan dan menjadi tantangan nilai-nilai Barat; dan (4) Cycle of Fear: Muncul lingkaran ketakutan (phobia). Yaitu ancaman terorisme dihadapi dengan cara kekerasan dan akan terjadi kekacauan di dunia — kekerasan akan dibalas kekerasan. Isi dokumen NIC di atas menyertakan pandangan 15 Badan Intelijen dari kelompok Negara Barat.
Persepsi ancaman Islam ini membuat barat melihat betapa Islam adalah sebuah kekuatan dahsyat yang dapat menguasai dunia sekaligus mengancam kepentingan mereka sebagaimana telah dibuktikan sejak masa khulafaur Rasyidin hingga Khilafah Islam Utsmaniyah di Turki. Karena itu barat senantiasa merancang dan melaksanakan berbagai upaya untuk melemahkan Islam dan para pembelanya.
Adanya upaya kaum kuffar barat untuk memerangi Islam ini telah diterangkan oleh Allah SWT dalam firman-Nya: “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu” (TQS. Al-Baqarah: 120).
“Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik” (TQS. Al-Maidah: 82).
Politik Adu Domba.
Pada tahun 2007, Rand Coorporation menerbitkan dokumen Building Moderate Muslim Networks, yang didanai oleh Smith Foundation. keduanya adalah lembaga berafiliasi Zionisme Internasional. Gerakan tersebut memakai sebutan “Komunitas Internasional” mengganti istilah Zionisme Internasional. Maksudnya selain menyamar, atau untuk mengaburkan, juga dalam rangka memanipulasi kelompok negara non Barat dan non Muslim lain.
Dalam usahanya memecah belah ummat, Komunitas Internasional membagi Umat Islam ke dalam 4 Kelompok, yaitu:
1) Fundamentalis: kelompok masyarakat Islam yang menolak nilai-nilai demokrasi dan kebudayaan Barat Kontemporer, serta menginginkan formalisasi penerapan Syariat Islam;
2) Tradisionalis: kelompok masyarakat Islam Konservatif yang mencurigai modernitas, inovasi dan perubahan. Mereka berpegang kepada substansi ajaran Islam tanpa peduli kepada formalisasinya;
3) Modernis: kelompok masyarakat Islam Modern yang ingin reformasi Islam agar sesuai dengan tuntutan zaman, sehingga bisa menjadi bagian dari modernitas;
4) Sekularis: kelompok masyarakat Islam Sekuler yang ingin menjadikan Islam sebagai urusan privasi dan dipisah sama sekali dari urusan negara.
Selanjutnya mereka menetapkan strategi terhadap tiap-tiap kelompok, yaitu :
1. Mengkonfrontir dan menentang kaum fundamentalis dengan cara menentang tafsir mereka atas Islam, mengulang-ulang tayangan*aksi-aksi umat Islam yang mengandung kekerasan di televisi, sedang kegiatan konstruktif tidak ditayangkan; mengucilkan mereka sebagai pengganggu dan pengecut, bukan sebagai pahlawan;
2. Mendorong kaum tradisionalis untuk melawan fundamentalis dengan jalan memperlebar perbedaan antara kaum tradisionalis dan fundamentalis
3. Mendukung sepenuhnya kaum modernis,
4. Mendukung secara selektif kaum sekularis, dengan cara mendorong pengakuan fundamentalisme sebagai musuh bersama; mendorong ide bahwa dalam Islam, agama dan negara dapat dipisahkan dan hal ini tidak membahayakan keimanan tetapi malah akan memperkuat.
Persatuan umat Islam adalah hantu yang menakutkan bagi barat sehingga barat akan terus menanamkan rasa kecurigaan dan permusuhan diantara kaum muslimin, ormas-ormasnya dan antar negeri muslim.
Strategi ini, terungkap dalam sebuah memorandum orientalis yang cukup akrab ditelinga kita, Snouck Hurgronye, “Tidak ada faedahnya kita memerangi kaum muslimin atau berkonfrontasi untuk menghancurkan Islam dengan kekuatan senjata. Itu semua bisa kita lakukan dengan mengadu domba mereka dari dalam dengan menanamkan perselisihan agama, pemikiran dan mahdzab, dan menumbuhkan keraguan kaum muslimin pada kebersihan pemimpin-pemimpin mereka”
Permusuhan antara sesama aktivis Islam merupakan peluang emas bagi barat untuk menjalankan strategi penaklukannya. Oleh karena itu kaum muslimin hendaklah waspada dengan semua niat baik barat karena apapun yang mereka lakukan pasti mengandung misi penghancuran dan memecah belah Islam.
Sekali lagi dalam hal ini, kita tidak hendak membela FPI atau ormas-ormas tertentu yang metode dakwahnya dengan fisik (kekerasan), karena metode dakwah haruslah mengikuti metode dakwah Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa dakwah secara fisik adalah tugas Negara. Namun isu pembubaran ormas ini telah membelah ummat akibat saling berbeda pendapat dan saling tuding secara terbuka. Untuk itu hendaknya ummat islam saling menahan diri dan waspada dengan agenda memecah belah umat Islam. Sebagaimana Allah swt telah mengingatkan kaum muslimin dalam firman-Nya :
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara…..”. (TQS Ali Imran: 103). Wallahu a’lam bis showab.
1 komentar:
Kita menghendaki kebangkitan yang benar dan berdiri di atas pencampakan semua akidah, pemikiran atau sistem yang tidak terpancar dari Islam. Kita pun menghendaki kebangkitan yang tegak di atas pelepasan segala hal yang menyalahi Islam sejak dari akarnya. Semua itu tidak akan pernah tercapai, kecuali dengan melanjutkan kehidupan Islam dan mengubah negeri dari dar al-kufr menjadi Dar al-Islam.
Posting Komentar