Hari Pendidikan Nasional tahun ini kembali diwarnai isu yang berkaitan dengan pelaksanaan Ujian Nasional. Namun polemik yang berkembang bukan lagi berkaitan dengan masalah akademik tapi lebih mengarah pada isu moral. Terjadi polemik di sejumlah daerah berkaitan dengan hak siswa untuk mengikuti ujian nasional berkenaan dengan adanya fenomena siswi “hamil duluan sebelum ujian”. Fenomena ini cukup merata di berbagai wilayah, baik kota besar maupun kecil, Jawa ataupun luar jawa. Masalah ini menimpa siswa SMA, SMP bahkan SD !
Maesur Zaky, direktur eksekutif daerah PKBI DIY, mengatakan, berdasarkan data, ada enam siswi tingkat SMA/MA dan SMK di DIY yang tengah hamil. Dari jumlah tersebut empat diantaranya siswa kelas 12 dan dua lainnya baru kelas 10 atau kelas 1 SMA. (www.republika.co.id/13042012). Sementara dari Mojokerto dilaporkan seorang siswi SMP Negeri dan seorang siswi MTs dinyatakan sedang dalam kondisi hamil (http://surabaya.detik.com). Bahkan dari Kupang dan Mojokerto diberitakan ada siswi Sekolah Dasar yang hamil menjelang Ujian Nasional 2012. (http://us.surabaya.detik.com/)
Kondisi ini membuat kita merasa miris karena fenomena pergaulan bebas nampak semakin sulit dikendalikan. Hal ini juga menunjukkan bahwa tujuan pendidikan nasional masih jauh dari pencapaian yang ideal. Dalam Pasal 3 Undang-Undang No. 20, Tahun 2003 disebutkan : “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Sungguh fakta diatas mengindikasikan pembentukan siswa didik yang beriman, bertaqwa dan berakhlaq mulia belum tercapai. Lalu apakah yang harus dilakukan ?
Pendidikan Sekuler, Pintu Kerusakan Ummat
Pembahasan tentang prilaku seks bebas di masyarakat dewasa ini termasuk di kalangan pelajar sudah sangat sering dilakukan. Berbagai keprihatinan dari banyak pihak sudah sering terlontar, namun sejumlah penelitian mengkonfirmasi perihal semakin liberalnya masyarakat kita saat ini.
Bicara kehamilan di luar nikah tidak perlu membahas besar kecilnya angka kejadian karena betapapun jumlahnya masih “belum banyak” peristiwa tersebut menunjukan merebaknya aktivitas perzinahan. Padahal perzinahan adalah salah satu dosa besar dalam pandangan Islam, Allah Swt berfirman: “Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan (alasan) yang benar dan tidak berzina.” (QS. Al-Furqaan: 68).
Imam Al-Qurthubi mengomentari, “Ayat ini menunjukkan bahwa tidak ada dosa yang lebih besar setelah kufur selain membunuh tanpa alasan yang dibenarkan dan zina.” (lihat Ahkaamul Quran, 3/200). Sementara menurut Imam Ahmad, perbuatan dosa besar setelah membunuh adalah zina.
Banyak hal yang mendorong terjadinya sebuah kemaksiatan, mulai pergaulan, teman, tayangan TV/Film, Buku dll. Menurut DR. Abdurrahman Al Baghdadi dalam buku “Dakwah Islam dan Masa Depan Ummat” menyebutkan ada delapan penyebab kerusakan dunia Islam sekaligus penghambat kebangkitan ummat, dua diantaranya :
1. Adanya pemikiran destruktif yang menyerang ummat Islam (ghazwul fikr dan ghazwul tsaqofi)
Masuknya pemikiran asing yang berlandaskan pada pandangan sekuler telah menciptakan gaya hidup dan pandangan masyarakat yang liberal dan permisif (serba boleh). Akibatnya generasi muda muslim masih beragama Islam namun berpikir dan bertingkah laku seperti kaum sekuleris barat. Umat Islam masih meyakini Allah sebagai Tuhannya, namun enggan menjalankan syariat-Nya dengan utuh. Seorang muslim ala “si boy”, yang rajin sholat namun gemar punya banyak pacar alias muslim STMJ (Sholat terus maksiat jalan).
2. Berlanjutnya kurikulum dan sistem pendidikan warisan penjajah
Diakui atau tidak, sistem pendidikan yang berjalan di Indonesia saat ini memang adalah sistem pendidikan yang sekular-materialistik. Sistem pendidikan yang masih mewarisi sistem pendidikan kolonial, maka wajar jika watak sekuler-materialistik inilah yang paling utama, yang tampak jelas pada hilangnya nilai-nilai transedental (nilai ruhiyah) pada semua proses pendidikan. Seperti pemisahan antara pendidikan agama dan pendidikan umum, bercampurnya siswa didik laki-laki dan perempuan, tidak ada kewajiban menutup aurat bagi siswa yang sudah baliq dll.
Sejumlah pelajaran yang disampaikan adalah warisan penjajah yang berdasarkan pandangan hidup sekuler. Kurikulum ini diterapkan diseluruh jenjang pendidikan, padahal pelajaran tersebut berbeda sama sekali dengan peradaban Islam. Para siswa mendapat pelajaran seperti teori Darwin, hukum kekekalan energy yang mengajarkan bahwa suatu zat adalah kekal, tidak hancur namun hanya beralih menjadi zat lain, padahal dalam aqidah Islam tiada yang kekal kecuali Allah swt.
Siswa juga belajar tentag teori generatio spontanea yang menjelaskan bahwa kehidupan muncul secara tiba-tiba tanpa ada peran Tuhan. Selain itu pendidikan hukum di Indonesia masih berbasis hukum Belanda, hukum kolonial penjajah yang sekuler.
Ketika pelajaran dan kurikulum sekuler serta materialistik diajarkan pada semua jenjang pendidikan, maka tak ayal lagi jika produk pendidikan yang dihasilkan adalah orang-orang yang berjiwa sekuleristik. Orang yang berpikir bahwa hasil pendidikan haruslah dapat mengembalikan investasi pendidikan yang telah ditanam. Pengembalian itu dapat berupa gelar kesarjanaan, jabatan, kekayaan atau apapun yang setara dengan nilai materi yang telah dikeluarkan.
Agama ditempatkan pada posisi yang sangat individual. Nilai transendental (Ketuhanan) tidak dijadikan sebagai standar penilaian sikap dan perbuatan. Perilaku peserta didik yang cenderung oportunis, hedonis, egois dan individualis, serta sikap beragama yang sinkretis dan paradigma pendidikan yang materialistik.
Angan-angan mereka kalau sudah lulus kelak adalah seperti pekerjaan yang mantap dengan gaji yang besar, istri yang cantik, fasilitas yang mewah. Sebuah impian yang pragmatis, mungkin hanya sedikit di antara mereka yang memegang nilai idealisme terutama terikat pada idealisme Islam.
Solusi Islam
Ketika dunia pendidikan dituding telah gagal membentuk watak mulia pada anak didik. Maka, seperti biasa, segera muncul saran untuk memperbaiki kurikulum atau muatan pada mata ajaran. Tapi, bila sebelumnya yang dipersoalkan hanya sebatas masalah mata pelajaran atau paling jauh struktur kurikulum, Ajip Rosidi dan sebagian kalangan pemerhati dan pelaku pendidikan, mempersoalkan hal yang lebih mendasar. Yakni tentang sistem pendidikan nasional yang ditudingnya masih mewarisi sistem pendidikan kolonial.(www.artikelbagus.com/201204)
Dr. Abdurrahman Al Baghdadi selain menyebut sebab – sebab kekacauan ummat, juga menyampaikan beberapa tips penyelesaian dalam perspektif Islam,diantaranya :
1. Melaksanakan dakwah Islam dengan dua arahan
a. Dakwah menuju Islam, yakni dakwah kepada non muslim untuk mengajak mereka pada Islam. Hal ini akan mengurangi tantangan ummat dari serangan pemikiran kufur.
b. Dakwah menuju kehidupan Islam, yakni dakwah kepada kaum muslimin untuk bersama sama mewujudkan kehidupan masyarakat yang Islami berdasarkan aqidah dan hukum islam sembari meninggalkan kehidupan serta pemikiran sekuler yang jahiliyah.
Sungguh peranan dakwah dalam kehidupan Islam sangatlah penting. Lemahnya ghirah (semangat) amar ma’ruf nahi munkar ditengah – tengah ummat merupakan salah satu penyebab minimnya pengawasan orang tua terhadap pergaulan anak serta timbulnya sikap permisif masyarakat dalam kehidupan sosial.
2. Melakukan muhasabah pada para pemimpin ummat tentang bahaya penerapan kebijakan berdasar pandangan hidup sekuler jahiliyah bagi ummat, seraya mendorong untuk hijrah pada kehidupan Islam
3. Menggalakkan tasqif (pembinaan) khususnya bagi generasi penerus islam melalui proses pembelajaran non formal, seperti majelis taklim, kajian remaja masjid dll yang dilakukan secara tertata, terpola dan istiqomah. Hal ini untuk menetralisir pemuda/pemudi islam dari serangan pemikiran asing yang bertentangan dengan ajaran islam.
Sistem pendidikan sekuler terbukti telah gagal melahirkan manusia shalih yang sekaligus mampu menjawab tantangan perkembangan melalui penguasaan sains dan teknologi. Oleh karena itu, penyelesaian problem pendidikan yang mendasar harus dilakukan pula secara fundamental, dengan melakukan perbaikan secara menyeluruh yang diawali dari perubahan paradigma pendidikan sekuler menjadi paradigma Islam.
Pendidikan Islam adalah pendidikan yang berasas aqidah Islam. Pendidikan berasas aqidah Islam tidaklah bermakna bahwa semua pelajaran hanya pelajaran agama (Islam), namun pendidikan berasas islam berarti menjadikan aqidah Islam sebagai standar dalam proses pembelajaran sekaligus standar atas ilmu-ilmu yang dipelajari. Selain itu dengan berasaskan aqidah, para siswa menuntut ilmu tidak didasarkan pada niat semata mengejar materi (nilai bagus dan semacamnya) namun peserta didik melaksanakan studinya dengan niat ibadah melaksanakan perintah Allah dan RasulNya sebagai realisasi dari tuntutan hadits Rasulullah SAW : “Menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim”
(HR. Baihaqi dari Abbas RA).
Namun sebagaimana sistem pendidikan yang materialistik-sekularistik yang merupakan bagian dari sistem kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang juga sekular. Maka upaya untuk menciptakan pendidikan Islam tidak akan sampai pada tujuan jika sistem yang menaungi masih sistem sekuler. Oleh karena itu, maka kewajiban pertama dan utama kita semua adalah merubah masyarakat dan sistem yang berdiri ringkih diatas landasan sekulerisme ini kepada kehidupan yang berdiri kokoh diatas landasan ideology Islam.
Pendidikan Islam memberikan jawaban atas persoalan pendidikan dengan pendidikan karakter yakni menciptakan anak didik yang berkepribadian (syakhsiyah) Islam serta mememiliki pemahaman yang dalam terhadap tsaqofah Islam, dan menguasai IPTEK dan ketrampilan yang memadai dalam rangka memenuhi hidupnya. Sebagaimana telah terbukti di masa keemasan islam, sistem pendidikan islam telah mencetak sosok ilmuwan, seperti fisikawan dan astronomis Al Khazini, Al Biruni yang membuktikan kecepatan cahaya lebih tinggi dari kecepatan suara, Ibnu Sina, Ibnu Rusdy dll. Hebatnya selain merupakan seorang cendekiawan, mereka juga seorang yang faqih fiddin.
Dengan ilmu yang cukup dan keimanan yang kokoh serta lingkungan masyarakat yang islami, seorang muslim akan mampu menjaga dirinya dari perbuatan maksiat, terlebih kemaksiatan besar seperti berzina, minuman keras, narkotika dsb. Karena itu sungguh tidak ada opsi bagi umat islam, jikalau mengingikan kehidupan yang tertata, tenteram dan bahagia dunia akhirat kecuali kembali pada islam dengan kaffah.
Wallahu a’lam bi ashowab
Maesur Zaky, direktur eksekutif daerah PKBI DIY, mengatakan, berdasarkan data, ada enam siswi tingkat SMA/MA dan SMK di DIY yang tengah hamil. Dari jumlah tersebut empat diantaranya siswa kelas 12 dan dua lainnya baru kelas 10 atau kelas 1 SMA. (www.republika.co.id/13042012). Sementara dari Mojokerto dilaporkan seorang siswi SMP Negeri dan seorang siswi MTs dinyatakan sedang dalam kondisi hamil (http://surabaya.detik.com). Bahkan dari Kupang dan Mojokerto diberitakan ada siswi Sekolah Dasar yang hamil menjelang Ujian Nasional 2012. (http://us.surabaya.detik.com/)
Kondisi ini membuat kita merasa miris karena fenomena pergaulan bebas nampak semakin sulit dikendalikan. Hal ini juga menunjukkan bahwa tujuan pendidikan nasional masih jauh dari pencapaian yang ideal. Dalam Pasal 3 Undang-Undang No. 20, Tahun 2003 disebutkan : “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Sungguh fakta diatas mengindikasikan pembentukan siswa didik yang beriman, bertaqwa dan berakhlaq mulia belum tercapai. Lalu apakah yang harus dilakukan ?
Pendidikan Sekuler, Pintu Kerusakan Ummat
Pembahasan tentang prilaku seks bebas di masyarakat dewasa ini termasuk di kalangan pelajar sudah sangat sering dilakukan. Berbagai keprihatinan dari banyak pihak sudah sering terlontar, namun sejumlah penelitian mengkonfirmasi perihal semakin liberalnya masyarakat kita saat ini.
Bicara kehamilan di luar nikah tidak perlu membahas besar kecilnya angka kejadian karena betapapun jumlahnya masih “belum banyak” peristiwa tersebut menunjukan merebaknya aktivitas perzinahan. Padahal perzinahan adalah salah satu dosa besar dalam pandangan Islam, Allah Swt berfirman: “Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan (alasan) yang benar dan tidak berzina.” (QS. Al-Furqaan: 68).
Imam Al-Qurthubi mengomentari, “Ayat ini menunjukkan bahwa tidak ada dosa yang lebih besar setelah kufur selain membunuh tanpa alasan yang dibenarkan dan zina.” (lihat Ahkaamul Quran, 3/200). Sementara menurut Imam Ahmad, perbuatan dosa besar setelah membunuh adalah zina.
Banyak hal yang mendorong terjadinya sebuah kemaksiatan, mulai pergaulan, teman, tayangan TV/Film, Buku dll. Menurut DR. Abdurrahman Al Baghdadi dalam buku “Dakwah Islam dan Masa Depan Ummat” menyebutkan ada delapan penyebab kerusakan dunia Islam sekaligus penghambat kebangkitan ummat, dua diantaranya :
1. Adanya pemikiran destruktif yang menyerang ummat Islam (ghazwul fikr dan ghazwul tsaqofi)
Masuknya pemikiran asing yang berlandaskan pada pandangan sekuler telah menciptakan gaya hidup dan pandangan masyarakat yang liberal dan permisif (serba boleh). Akibatnya generasi muda muslim masih beragama Islam namun berpikir dan bertingkah laku seperti kaum sekuleris barat. Umat Islam masih meyakini Allah sebagai Tuhannya, namun enggan menjalankan syariat-Nya dengan utuh. Seorang muslim ala “si boy”, yang rajin sholat namun gemar punya banyak pacar alias muslim STMJ (Sholat terus maksiat jalan).
2. Berlanjutnya kurikulum dan sistem pendidikan warisan penjajah
Diakui atau tidak, sistem pendidikan yang berjalan di Indonesia saat ini memang adalah sistem pendidikan yang sekular-materialistik. Sistem pendidikan yang masih mewarisi sistem pendidikan kolonial, maka wajar jika watak sekuler-materialistik inilah yang paling utama, yang tampak jelas pada hilangnya nilai-nilai transedental (nilai ruhiyah) pada semua proses pendidikan. Seperti pemisahan antara pendidikan agama dan pendidikan umum, bercampurnya siswa didik laki-laki dan perempuan, tidak ada kewajiban menutup aurat bagi siswa yang sudah baliq dll.
Sejumlah pelajaran yang disampaikan adalah warisan penjajah yang berdasarkan pandangan hidup sekuler. Kurikulum ini diterapkan diseluruh jenjang pendidikan, padahal pelajaran tersebut berbeda sama sekali dengan peradaban Islam. Para siswa mendapat pelajaran seperti teori Darwin, hukum kekekalan energy yang mengajarkan bahwa suatu zat adalah kekal, tidak hancur namun hanya beralih menjadi zat lain, padahal dalam aqidah Islam tiada yang kekal kecuali Allah swt.
Siswa juga belajar tentag teori generatio spontanea yang menjelaskan bahwa kehidupan muncul secara tiba-tiba tanpa ada peran Tuhan. Selain itu pendidikan hukum di Indonesia masih berbasis hukum Belanda, hukum kolonial penjajah yang sekuler.
Ketika pelajaran dan kurikulum sekuler serta materialistik diajarkan pada semua jenjang pendidikan, maka tak ayal lagi jika produk pendidikan yang dihasilkan adalah orang-orang yang berjiwa sekuleristik. Orang yang berpikir bahwa hasil pendidikan haruslah dapat mengembalikan investasi pendidikan yang telah ditanam. Pengembalian itu dapat berupa gelar kesarjanaan, jabatan, kekayaan atau apapun yang setara dengan nilai materi yang telah dikeluarkan.
Agama ditempatkan pada posisi yang sangat individual. Nilai transendental (Ketuhanan) tidak dijadikan sebagai standar penilaian sikap dan perbuatan. Perilaku peserta didik yang cenderung oportunis, hedonis, egois dan individualis, serta sikap beragama yang sinkretis dan paradigma pendidikan yang materialistik.
Angan-angan mereka kalau sudah lulus kelak adalah seperti pekerjaan yang mantap dengan gaji yang besar, istri yang cantik, fasilitas yang mewah. Sebuah impian yang pragmatis, mungkin hanya sedikit di antara mereka yang memegang nilai idealisme terutama terikat pada idealisme Islam.
Solusi Islam
Ketika dunia pendidikan dituding telah gagal membentuk watak mulia pada anak didik. Maka, seperti biasa, segera muncul saran untuk memperbaiki kurikulum atau muatan pada mata ajaran. Tapi, bila sebelumnya yang dipersoalkan hanya sebatas masalah mata pelajaran atau paling jauh struktur kurikulum, Ajip Rosidi dan sebagian kalangan pemerhati dan pelaku pendidikan, mempersoalkan hal yang lebih mendasar. Yakni tentang sistem pendidikan nasional yang ditudingnya masih mewarisi sistem pendidikan kolonial.(www.artikelbagus.com/201204)
Dr. Abdurrahman Al Baghdadi selain menyebut sebab – sebab kekacauan ummat, juga menyampaikan beberapa tips penyelesaian dalam perspektif Islam,diantaranya :
1. Melaksanakan dakwah Islam dengan dua arahan
a. Dakwah menuju Islam, yakni dakwah kepada non muslim untuk mengajak mereka pada Islam. Hal ini akan mengurangi tantangan ummat dari serangan pemikiran kufur.
b. Dakwah menuju kehidupan Islam, yakni dakwah kepada kaum muslimin untuk bersama sama mewujudkan kehidupan masyarakat yang Islami berdasarkan aqidah dan hukum islam sembari meninggalkan kehidupan serta pemikiran sekuler yang jahiliyah.
Sungguh peranan dakwah dalam kehidupan Islam sangatlah penting. Lemahnya ghirah (semangat) amar ma’ruf nahi munkar ditengah – tengah ummat merupakan salah satu penyebab minimnya pengawasan orang tua terhadap pergaulan anak serta timbulnya sikap permisif masyarakat dalam kehidupan sosial.
2. Melakukan muhasabah pada para pemimpin ummat tentang bahaya penerapan kebijakan berdasar pandangan hidup sekuler jahiliyah bagi ummat, seraya mendorong untuk hijrah pada kehidupan Islam
3. Menggalakkan tasqif (pembinaan) khususnya bagi generasi penerus islam melalui proses pembelajaran non formal, seperti majelis taklim, kajian remaja masjid dll yang dilakukan secara tertata, terpola dan istiqomah. Hal ini untuk menetralisir pemuda/pemudi islam dari serangan pemikiran asing yang bertentangan dengan ajaran islam.
Sistem pendidikan sekuler terbukti telah gagal melahirkan manusia shalih yang sekaligus mampu menjawab tantangan perkembangan melalui penguasaan sains dan teknologi. Oleh karena itu, penyelesaian problem pendidikan yang mendasar harus dilakukan pula secara fundamental, dengan melakukan perbaikan secara menyeluruh yang diawali dari perubahan paradigma pendidikan sekuler menjadi paradigma Islam.
Pendidikan Islam adalah pendidikan yang berasas aqidah Islam. Pendidikan berasas aqidah Islam tidaklah bermakna bahwa semua pelajaran hanya pelajaran agama (Islam), namun pendidikan berasas islam berarti menjadikan aqidah Islam sebagai standar dalam proses pembelajaran sekaligus standar atas ilmu-ilmu yang dipelajari. Selain itu dengan berasaskan aqidah, para siswa menuntut ilmu tidak didasarkan pada niat semata mengejar materi (nilai bagus dan semacamnya) namun peserta didik melaksanakan studinya dengan niat ibadah melaksanakan perintah Allah dan RasulNya sebagai realisasi dari tuntutan hadits Rasulullah SAW : “Menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim”
(HR. Baihaqi dari Abbas RA).
Namun sebagaimana sistem pendidikan yang materialistik-sekularistik yang merupakan bagian dari sistem kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang juga sekular. Maka upaya untuk menciptakan pendidikan Islam tidak akan sampai pada tujuan jika sistem yang menaungi masih sistem sekuler. Oleh karena itu, maka kewajiban pertama dan utama kita semua adalah merubah masyarakat dan sistem yang berdiri ringkih diatas landasan sekulerisme ini kepada kehidupan yang berdiri kokoh diatas landasan ideology Islam.
Pendidikan Islam memberikan jawaban atas persoalan pendidikan dengan pendidikan karakter yakni menciptakan anak didik yang berkepribadian (syakhsiyah) Islam serta mememiliki pemahaman yang dalam terhadap tsaqofah Islam, dan menguasai IPTEK dan ketrampilan yang memadai dalam rangka memenuhi hidupnya. Sebagaimana telah terbukti di masa keemasan islam, sistem pendidikan islam telah mencetak sosok ilmuwan, seperti fisikawan dan astronomis Al Khazini, Al Biruni yang membuktikan kecepatan cahaya lebih tinggi dari kecepatan suara, Ibnu Sina, Ibnu Rusdy dll. Hebatnya selain merupakan seorang cendekiawan, mereka juga seorang yang faqih fiddin.
Dengan ilmu yang cukup dan keimanan yang kokoh serta lingkungan masyarakat yang islami, seorang muslim akan mampu menjaga dirinya dari perbuatan maksiat, terlebih kemaksiatan besar seperti berzina, minuman keras, narkotika dsb. Karena itu sungguh tidak ada opsi bagi umat islam, jikalau mengingikan kehidupan yang tertata, tenteram dan bahagia dunia akhirat kecuali kembali pada islam dengan kaffah.
Wallahu a’lam bi ashowab
0 komentar:
Posting Komentar