Senin, 28 Mei 2012

Peran Masjid Untuk Pembinaan Kaum Musimin



Berbicara soal kebangkitan memang akan selalu menarik, terlebih di saat kita sedang memperjuangkannya dan belum juga berhasil. Semua pihak menawarkan berbagai upaya untuk memperjuangkan kebangkitan. Berbagai slogan mengalir tak kenal henti. Konon, digembar-gemborkan bahwa abad ke-15 hijriyah sebagai abad kebangkitan Islam. Namun, sampai saat ini ternyata umat Islam masih nyungsep dan belum ada tanda-tanda menggeliat untuk bangkit. Kaum muslimin tetap terpuruk dalam berbagai persoalan yang menderanya, dari mulai masalah pendidikan, kemiskinan, kerusakan moral, ketertinggalan dalam teknologi, dan masih banyak lagi.
Sudah tentu berbagai upaya telah dilaksanakan, mulai membangun ekonomi, karena melihat kaum muslimin kedodoran di bidang ini. Juga melakukan perbaikan akhlak, ketika melihat kaum muslimin banyak melakukan perbuatan maksiyat. Namun ternyata derita tak kunjung padam.
Terlebih ketika kita melihat fakta bahwa kuatnya bidang ekonomi ternyata tak mampu mengangkat penderitaan umat dan membuatnya bangkit. Ini telah dibuktikan dengan negeri-negeri Islam yang kuat di bidang ekonominya seperti Arab Saudi dan Kuwait, ternyata umat Islam tetap terpuruk. Begitu juga dengan tingginya akhlak, juga tak mampu membuat umat Islam digdaya. Ini dibuktikan oleh tingginya akhlak kaum muslimin di Madinah. Dan itu semua menjadi barometer bahwa masalah ekonomi dan akhlak bukan masalah utama.
Bandingkan dengan negeri-negeri Eropa, seperti Prancis, misalnya. Negara itu maju meski akhlak masyarakatnya bejat. Sementara kaum muslimin dengan kekuatan ekonominya dan tingginya akhlaq ternyata terbukti tidak mampu membangkitkan umat Islam. Bahkan persoalan demi persoalan tetap saja mendera kaum muslimin setiap hari. Jadi, apa sebenarnya yang terjadi? Dan kebangkitan seperti apa yang bisa membuat kaum muslimin berjaya?

Definisi Ummat, Kebangkitan dan Peradaban Islam
Sebelum kita berbicara soal peran masjid dalam pembinaan kaum muslimin/ummat maka kita harus memahami terlebih dahulu tentang siapakah umat Islam itu, apa yang dimaksud kebangkitan dan peradaban?
 Umat Islam adalah kumpulan manusia yang diikat oleh satu aqidah Islam, yang darinya (aqidah Islam) terpancar sistem yang mampu mengatur kehidupan manusia. Sebagai kumpulan manusia, maka umat ini juga mempunyai pemikiran dan perasaan, yang bersumber dari akidah dan syariat Islam. Dengan landasan inilah perilaku mereka dalam segala aspek kehidupan diatur, seperti dalam bidang politik, ekonomi, sosial, pendidikan dan lain-lain.
Jadi dalam pembahasan Ummat/masyarakat ada dua komponen utama yang perlu diperhatikan, yaitu aqidah dan sistem. Oleh karena itu segala upaya yang bertujuan untuk mengadakan perbaikan kondisi masyarakat atau ummat, maka tidak akan lepas dari perbaikan dua komponen tersebut. Sempat kita dengar ada pendapat dari seorang yang mengatakan bahwa untuk memperbaiki sebuah masyarakat maka bisa dilakukan dari diri sendiri, kemudian keluarga baru masyarakat. Maka dengan adanya definisi ini pemikiran tersebut tidak tepat. Karena antara komponen yang mengatur sebuah keluarga dengan masyarakat sangat berbeda.  
Sementara definisi kebangkitan adalah “peningkatan taraf berpikir”. Yaitu merubah dari pemikiran yang jahiliyah menuju pemikiran yang benar (sesuai dengan Aqidah Islam). Kenapa harus merubah pemikiran? Sebab, pemikiranlah yang membentuk dan memperkuat mafahim (pemahaman/persepsi) terhadap segala sesuatu, dan dengan persepsi ini manusia selalu mengatur tingkah lakunya di dalam kehidupan. Dengan demikian, apabila kita hendak mengubah tingkah laku manusia/suatu masyarakat yang rendah menjadi luhur, maka tidak ada jalan lain kecuali harus mengubah mafhum-nya (pemahaman/persepsi) terlebih dahulu. Sebagaimana Firman Allah SWT:
Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sebelum kaum itu sendiri yang mengubah apa yang ada pada diri mereka. (TQS. Ar-Ra’d:11)
Adapun yang dimaksud dengan peradaban (Hadharah) secara bahasa adalah al-hadhar (perkotaan), sebagai lawan (kebalikan) dari kata al-badwu (pedalaman), dimana yang dimaksud oleh kata tersebut adalah metode kehidupan (thariqah al-hayat). Adapun menurut istilah hadharah adalah sekumpulan persepsi tentang kehidupan (majmu al-mafahim anil hayat).
Sedangkan hadharah Islamiyah adalah sekumpulan mafahim (persepsi) tentang kehidupan menurut sudut pandang Islam. Mafahim (persepsi) adalah pemikiran-pemikiran yang meyakinkan yang dimanifestasikan kedalam tingkah laku (suluk). Perilaku, kadang bersifat maknawi seperti makna akidah ataupun akhlak, dan kadang bersifat materi (madiyah) seperti halnya shalat, jihad, dan pendirian masjid-masjid atau rumah-rumah.
Mafahim tentang kehidupan menurut Islam adalah seluruh persepsi yang dihasilkan oleh kaum muslimin berdasarkan asas aqidah Islam seperti fikih, tafsir, maupun Undang-undang yang mengatur kehidupan masayarakat seperti berbagai bentuk perjanjian, dokumen-dokumen milik pengadilan dan masjid, berikut peranan ilmu pengetahuan dan lain sebagainya yang merupakan bentuk-bentuk fisik yang bersifat khas (diidentikan) sebagai milik kaum muslimin serta lahir dari sudut pandang tentang kehidupan.

Pemikiran Parsial Masyarak`t Akan Kebangkitan
            Banyak pendapat yang menghubungkan kebangkitan masyarakat/ummat dengan kemajuan teknologi, akhlaq, ekonomi, pendidikan masyarakat itu sendiri. Pendapat ini kerapkali dikaitkan dengan fakta di sebuah negara. Misalnya : Rusia mampu bangkit menjadi negara maju karena mengembangkan teknologi terutama teknologi persenjataan. Amerika dan negara-negara eropa bangkit menjadi negara maju karena tingginya pendapatan perkapita dan tingginya kemajuan ekonomi mereka. Sebaliknya, negara-negara Afrika masih terpuruk karena rendahnya ekonomi dan pendidikan masyarakatnya.
            Jika dicermati, bukanlah teknologi, ekonomi, akhlaq atau pendidikan yang membuat suatu negara bangkit. Amerika dan negara-negara Eropa bangkit karena mereka telah bertekat menerapkan ideologi kapitalis saat melawan dominasi gereja dan kerajaan pada abad pertengahan. Ide untuk memisahkan agama dari kehidupan atau fashluddin ‘anil hayah menjadi sumber bagi segala hukum dan peraturan hidup bagi masyarakatnya. Demikian juga Rusia, bangkit bukan karena teknologi, tapi karena mereka mengambil ideologi komunis sebagai sumber bagi segala hukum dan peraturan hidup bagi masyarakatnya bersamaan dengan revolusi bolshevick melawan dominasi kerajaan.
            Perlu kita ketahui bahwa saat ini negara-negara yang ada di dunia terbagi menjadi 2 kategori, yaitu negara ideologi dan negara bangsa. Negara ideologi adalah negara yang menerapkan secara utuh ideologi mereka baik dalam kehidupan individu, keluarga maupun dalam negara, seperti contoh Amerika dengan ideologi kapitalisnya, Rusia, Cina dengan ideologi komunisnya. Negara-negara ideologi inilah yang sering kita pandang sebagai negara maju. Ciri lain dari negara ideologi, militer tidak terlalu berpengaruh dalam kondisi perpolitikan di negara tersebut dikarenakan sudah terbentuk sistem.
Sementara itu negara bangsa adalah negara yang tidak menetapkan ideologi tertentu dalam kehidupannya, sehingga biasanya negara-negara bangsa ini seperti mengikuti arah angin, mana yang sekiranya menguntungkan bagi mereka. Negara-negara dunia ketiga seperti timur tengah dan kebanyakan negara-negara kaum muslimin termasuk dalam kategori negara bangsa. Selain itu biasanya dalam negara bangsa militer memiliki posisi tengah, makanya tidak mengherankan di negara bangsa seringkali terjadi kudeta.  Dan yang lebih ironis lagi, karena dia hanya bisa mengikuti kemana arah tiupan angin, menjadikan mereka tidak sadar telah dijajah oleh negara-negara ideologi karena posisi mereka terlalu kuat.
Seperti yang terjadi di negeri tercinta kita ini, anggaran untuk kesejahteraan rakyat terlalu kecil sehingga wajar ada persepsi di masayarakat bahwa “orang miskin tidak boleh pintar dan tidak boleh sakit”. Pemerintah saat ini berasumsi bahwa kondisi ekonomi saat ini belum memungkinkan untuk memberikan anggaran lebih banyak lagi. Coba kita renungkan, pada APBN 2012 anggaran pendidikan dialokasikan Rp. 286,56 triliun atau sekitar 20,20% dari total APBN Rp 1.418,49 triliun.
Secara nominal anggaran ini meningkat dari tahun 2011 yang anggaran pendidikannya mencapai Rp 248,98 triliun atau 20,25 persen dari total APBN Rp. 1.229,56 triliun. Sementara anggaran kesehatan tahun 2012 hanya bernilai Rp 28 triliun. Jumlah ini tidak sampai tiga persen dari total APBN 2012.
Bandingkan dengan potensi kerugian negara akibat dari kecerobohan pemerintah yang tidak bisa memanfaatkan secara benar potensi kekayaan alam yang ada di negara ini. Expor Gas ke Cina, potensi kerugian negara Rp. 180 Trilliun, bahkan, jauh sebelumnya, seorang anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) pernah mengungkapkan bahwa pada periode 2006-2009 Indonesia terpaksa kehilangan pemasukan hingga Rp 410,4 triliun. Itu terjadi karena melakukan penjualan gas bumi yang terlampau murah dan menggunakan hasil penjualan tersebut untuk mengimpor minyak. Rinciannya, kerugian 2006 tercatat mencapai Rp 91,9 triliun, pada 2007 tercatat Rp 101,2 triliun, 2008 tercatat Rp 140 triliun, dan 2009 tercatat Rp 77,3 triliun. Sehingga, total kerugian hingga 2009 tercatat Rp410,4 triliun. (Neraca, Kamis 16 April 2012).
Dal`m laporan khusus yang ditulis oleh Ketua KPK-N (Komite Penyelamat Kekayaan Negara), Marwan Batubara yang tersaji dalam buku beliau yang berjudul 'Menggugat Pengelolaan Sumber Daya Alam, Menuju Negara Berdaulat'. Jika diasumsikan mineral yang ditambang di Freeport hanya emas dan tembaga, total potensi pendapatan tambang Grasberg adalah sekitar US$ 212,65 miliar.
Namun, karena adanya kandungan perak dan berbagai unsur mineral lainnya, total potensi pendapatan tambang Freeport dapat mencapai US$ 300 miliar atau sekitar Rp 3000 triliun! Indonesia harus mendapatkan bagian yang lebih besar dari potensi ini. Ini belum termasuk potensi Ertsberg! Bandingkan dengan jumlah APBN Indonesia sebesar Rp 1.418,49 triliun!
Ini berbeda sekali ketika Islam y`ng dijadikan sebagai landasan kehidupan. Dalam Islam semua kekayaan alam adalah milik rakyat yang wajib dikelola oleh negara untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat. Bukan lewat kontrak kerja sama seperti pada freeport. Yang mestinya dilakukan, boleh saja negara meminta pihak luar untuk mengekploitasi tambang tapi sifatnya hanya kontr`k kerja secara teknis bukan bagi hasil, karena pada dasarnya negara tidak berhak untuk menentukan bagi hasil. Karena kekayaan alam adalah milik rakyat tidak boleh negara menentukan sendiri, akan tetapi merupakan kewenangan rakyat untuk menentukan kebijakan terhadap pengelolaan kekayaan alam, negara adalah sebagai pelaksanan keputusan rakyat.
Jadi ketika Islam diterapkan tidak akan ada potensi kehilangan seperti kasus di atas, tidak akan ada anggaran kesehatan, pendidikan dan lain-lain serba kekurangan. Dalam Islam, jika seorang pemimpin negara berkelit dalam pelayanan kesejahteraan rakyat maka dia akan di seret ke pengadilan karena pada dasarnya dana yang diperlukan untuk itu ada, cuma adanya kesalahan dalam pengaturan pengelolaan saja. Sehingga tidak bisa lagi bersembunyi dibalik alasan keterbatasan pendapatan dan lain sebaginya. Jadi di dalam Islam sangat jelas mekanisme pengelolaan, maupun mekanisme penegakan hukum bagi penguasa yang tidak becus dalam mengelola kekayaan alam. Beda dengan sistem saat ini, dimana tidak ada pihak yang bertanggung jawab, semua saling menyalahkan.
Sehingga sebenarnya yang membuat negara itu bangkit jika negara tersebut bisa menjadi negara ideologi, yaitu disaat sebuah negara/bangsa/masyarakat sudah menjadikan aqidah dan sistem yang sama sebagai landasan kehidupan bernegaranya, maka negara/bangsa akan bangkit. Akan tetapi kebangkitan yang diperoleh belum tentu benar.
Kebangkitan yang dianggap benar tentulah harus berasal dari aqidah dan sistem yang benar. Seperti yang kita lihat pada negara Amerika, Rusia maupun negara-negara maju lainnya yang menerapkan sistem kapitalis, dimana seluruh aspek ekonominya bersumber pada riba, apakah kebangkitan seperti ini benar? Apakah negara-negara yang menerapakan kebijakan-kebijakan yang menimbulkan kedzaliman di tengah-tengah masayarakat ini bisa disebut sebagai negara bangkit yang benar?
            Sudah selayaknya kaum muslimin bisa berfikir lebih rasional mengenai konsep bangkit. Tentunya tidak ada jalan lain, ketika kita mengharapkan seluruh kaum muslimin untuk bangkit, maka harus kembali kepada aqidah Islam sebagai landasan kehidupan. Tidak bisa hanya dengan mengandalkan ekonomi, kekayaan alam, kemajuan teknologi atau bahkan akhlaq. Banyak bukti riil yang mementahkan pendapat tersebut. Sebagai contoh, negara-negara Islam di timur tengah, apa yang bisa mereka perbuat ketika saudara-saudara mereka di Palestina dihabisi oleh bangsa Israel? Bukankah mereka negara-negara yang kaya? Bukankah mereka mayoritas punya akhlaq yang baik?

Peranan Masjid Dalam Mewujudkan Kebangkitan
            Peran masjid saat ini jauh berbeda dengan kenyataan pada jaman Rasulullah saw. Masjid pada jaman Rasulullah mempunyai 2 peran yaitu :
1.      Peran Ritual
Yaitu menjadikan masjid sebagai tempat untuk menjalankan ibadah ritual saja, semisal sholat lima waktu, berdzikir, dll.
2.      Peran peradaban
Yaitu menjadikan masjid selain sebagai tempat untuk menjalankan ibadah ritual, sekaligus digunakan untuk membangun peradaban Islam ditengah-tengah masyarakat. Mulai dari pembinaan tsaqofah Islam, politik Islam, memecahkan persoalan ummat, memutuskan hukum bagi yang melanggar hukum syara’, semua aktivitas bermula dari masjid. Bahkan pertama kali yang dibangun oleh Rasulullah ketika hijrah adalah masjid. Ini yang membuat peran masjid saat ini dengan jaman Rasulullah jauh berbeda. Masjid saat ini hanya berfungsi sebagai tempat ibadah ritual tidak lebih. Bahkan ironisnya, banyak kaum muslimin hanya berlomba-lomba untuk memperbaiki bangunan masjid daripada berlomba-lomba untuk memperbaiki kondisi ummat yang terperosok.
            Memang, selayaknya para pengemban dakwah atau ulama memberikan kritik yang tajam terhadap berbagai kebijakan yang menyimpang dari aqidah dan hukum Islam. Tidak tepat jika seorang ulama atau pengemban dakwah, disaat banyak berlalu-lalang di hadapan mereka berbagai kedzaliman di masayarakat, mereka hanya berdiam saja. Apakah mereka masih pantas mengatasnamakan pengemban dakwah Islam? Dimana mereka saat umat membutuhkan mereka? Apakah mereka lupa dengan seruan Rasulullah Di dalam sebuah hadith shahih, hadith no:34 dari kitab hadith 40 oleh Al-Hafiz Imam Al-Nawawi, dari Abi Saed al-Khudri ra, berkata, aku telah mendengar bahwa Rasulullah saw bersabda :
من رأى منكم منكرا فليغيره بيده ، فإن لم يستطع فبلسانه ، فإن لم يستطع فبقلبه و ذلك أضعف الإيمان
"Barangsiapa diantara kamu yang melihat kemungkaran, hendaklah ia merubah/mencegah dengan tangannya (kekuasaan) jika ia tidak mampu, maka dengan lidahnya (secara lisan), dan jika tidak mampu, maka dengan hatinya (merasakan tidak senang dan tidak setuju). Dan itu adalah selemah-lemah Iman". - [HR. Imam Muslim #49].  
Dengan penjelasan di atas jelas-lah bahwa  masjid mempunyai peran penting sebagai pusat pembinaan masyarakat dalam membangun peradaban Islam untuk kemudian dijadikan sebagai pedoman hidup.  Semoga Allah senantiasa memberikan kemudahan bagi kita semua dalam memperjuangkan Islam kembali.

*Makalah Ust. Usamah BA pada Seminar Nasional Forum Komunikasi Masjid ; Jember, 19 Mei 2012






0 komentar:

Posting Komentar