Berbicara soal kebangkitan memang akan selalu
menarik, terlebih di saat kita sedang memperjuangkannya dan belum juga
berhasil. Semua pihak menawarkan berbagai upaya untuk
memperjuangkan kebangkitan. Berbagai slogan mengalir tak kenal henti. Konon,
digembar-gemborkan bahwa abad ke-15 hijriyah sebagai abad kebangkitan Islam.
Namun, sampai saat ini ternyata umat Islam masih nyungsep dan belum ada
tanda-tanda menggeliat untuk bangkit. Kaum muslimin tetap terpuruk dalam
berbagai persoalan yang menderanya, dari mulai masalah pendidikan, kemiskinan,
kerusakan moral, ketertinggalan dalam teknologi, dan masih banyak lagi.
Sudah tentu berbagai upaya telah dilaksanakan,
mulai membangun ekonomi, karena melihat kaum muslimin kedodoran di bidang ini.
Juga melakukan perbaikan akhlak, ketika melihat kaum muslimin banyak melakukan
perbuatan maksiyat. Namun ternyata derita tak kunjung padam.
Terlebih ketika kita melihat fakta bahwa kuatnya
bidang ekonomi ternyata tak mampu mengangkat penderitaan umat dan membuatnya
bangkit. Ini telah dibuktikan dengan negeri-negeri Islam yang kuat di bidang
ekonominya seperti Arab Saudi dan Kuwait, ternyata umat Islam tetap terpuruk.
Begitu juga dengan tingginya akhlak, juga tak mampu membuat umat Islam digdaya.
Ini dibuktikan oleh tingginya akhlak kaum muslimin di Madinah. Dan itu semua
menjadi barometer bahwa masalah ekonomi dan akhlak bukan masalah
utama.
Bandingkan dengan negeri-negeri Eropa, seperti
Prancis, misalnya. Negara itu maju meski akhlak masyarakatnya bejat. Sementara
kaum muslimin dengan kekuatan ekonominya dan tingginya akhlaq ternyata terbukti
tidak mampu membangkitkan umat Islam. Bahkan persoalan demi persoalan tetap
saja mendera kaum muslimin setiap hari. Jadi, apa
sebenarnya yang terjadi? Dan kebangkitan seperti apa yang bisa membuat kaum
muslimin berjaya?
Definisi Ummat,
Kebangkitan dan Peradaban Islam
Sebelum kita berbicara soal peran masjid dalam pembinaan kaum
muslimin/ummat maka kita harus memahami terlebih dahulu tentang siapakah umat
Islam itu, apa yang dimaksud kebangkitan dan peradaban?
Umat Islam adalah kumpulan manusia yang diikat
oleh satu aqidah Islam, yang darinya (aqidah Islam) terpancar sistem yang mampu
mengatur kehidupan manusia. Sebagai kumpulan manusia, maka umat ini juga
mempunyai pemikiran dan perasaan, yang bersumber dari akidah dan syariat Islam.
Dengan landasan inilah perilaku mereka dalam segala aspek kehidupan diatur,
seperti dalam bidang politik, ekonomi, sosial, pendidikan dan lain-lain.
Jadi
dalam pembahasan Ummat/masyarakat ada dua komponen utama yang perlu
diperhatikan, yaitu aqidah dan sistem. Oleh karena itu segala upaya yang bertujuan untuk mengadakan
perbaikan kondisi masyarakat atau ummat, maka tidak akan lepas dari perbaikan
dua komponen tersebut. Sempat kita dengar ada pendapat dari seorang yang
mengatakan bahwa untuk memperbaiki sebuah masyarakat maka bisa dilakukan dari
diri sendiri, kemudian keluarga baru masyarakat. Maka dengan adanya definisi
ini pemikiran tersebut tidak tepat. Karena antara komponen yang mengatur sebuah
keluarga dengan masyarakat sangat berbeda.
Sementara definisi kebangkitan adalah “peningkatan taraf
berpikir”. Yaitu merubah dari pemikiran yang jahiliyah menuju pemikiran yang
benar (sesuai dengan Aqidah Islam). Kenapa harus merubah pemikiran? Sebab,
pemikiranlah yang membentuk dan memperkuat mafahim (pemahaman/persepsi) terhadap
segala sesuatu, dan dengan persepsi ini manusia selalu mengatur tingkah lakunya
di dalam kehidupan. Dengan demikian, apabila kita hendak mengubah tingkah laku
manusia/suatu masyarakat yang rendah menjadi luhur, maka tidak ada jalan lain
kecuali harus mengubah mafhum-nya (pemahaman/persepsi)
terlebih dahulu. Sebagaimana Firman Allah SWT:
Sesungguhnya
Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sebelum kaum itu sendiri yang
mengubah apa yang ada pada diri mereka. (TQS.
Ar-Ra’d:11)
Adapun yang dimaksud dengan peradaban (Hadharah) secara
bahasa adalah al-hadhar (perkotaan), sebagai lawan (kebalikan) dari kata
al-badwu (pedalaman), dimana yang dimaksud oleh kata tersebut adalah
metode kehidupan (thariqah al-hayat). Adapun menurut istilah hadharah
adalah sekumpulan persepsi tentang kehidupan (majmu al-mafahim anil hayat).
Sedangkan hadharah Islamiyah adalah sekumpulan
mafahim (persepsi) tentang kehidupan menurut sudut pandang Islam. Mafahim
(persepsi) adalah pemikiran-pemikiran yang meyakinkan yang dimanifestasikan
kedalam tingkah laku (suluk). Perilaku, kadang bersifat maknawi seperti
makna akidah ataupun akhlak, dan kadang bersifat materi (madiyah)
seperti halnya shalat, jihad, dan pendirian masjid-masjid atau rumah-rumah.
Mafahim tentang kehidupan menurut
Islam adalah seluruh persepsi yang dihasilkan oleh kaum muslimin berdasarkan
asas aqidah Islam seperti fikih, tafsir,
maupun Undang-undang yang mengatur kehidupan masayarakat
seperti berbagai bentuk perjanjian, dokumen-dokumen milik pengadilan dan masjid, berikut peranan ilmu
pengetahuan dan lain sebagainya yang merupakan bentuk-bentuk fisik yang
bersifat khas (diidentikan) sebagai milik kaum muslimin serta lahir dari sudut
pandang tentang kehidupan.
Pemikiran Parsial Masyarak`t Akan Kebangkitan
Banyak pendapat yang menghubungkan
kebangkitan masyarakat/ummat dengan kemajuan teknologi, akhlaq, ekonomi,
pendidikan masyarakat itu sendiri. Pendapat ini kerapkali dikaitkan dengan
fakta di sebuah negara. Misalnya : Rusia mampu bangkit menjadi negara maju
karena mengembangkan teknologi terutama teknologi persenjataan. Amerika dan
negara-negara eropa bangkit menjadi negara maju karena tingginya pendapatan
perkapita dan tingginya kemajuan ekonomi mereka. Sebaliknya, negara-negara Afrika masih terpuruk karena rendahnya ekonomi dan pendidikan
masyarakatnya.
Jika dicermati, bukanlah teknologi,
ekonomi, akhlaq atau pendidikan yang membuat suatu negara bangkit. Amerika dan
negara-negara Eropa bangkit karena mereka telah bertekat
menerapkan ideologi kapitalis saat melawan dominasi gereja dan kerajaan pada
abad pertengahan. Ide untuk memisahkan agama dari kehidupan atau fashluddin
‘anil hayah menjadi sumber bagi segala hukum dan peraturan hidup bagi
masyarakatnya. Demikian juga Rusia, bangkit bukan karena teknologi, tapi karena mereka mengambil ideologi
komunis sebagai sumber bagi segala hukum dan peraturan hidup bagi masyarakatnya
bersamaan dengan revolusi bolshevick melawan dominasi kerajaan.
Perlu kita ketahui bahwa saat ini
negara-negara yang ada di dunia terbagi menjadi 2 kategori, yaitu negara
ideologi dan negara bangsa. Negara ideologi adalah negara yang menerapkan
secara utuh ideologi mereka baik dalam kehidupan individu, keluarga maupun
dalam negara, seperti contoh Amerika dengan ideologi kapitalisnya, Rusia, Cina
dengan ideologi komunisnya. Negara-negara ideologi inilah yang sering kita
pandang sebagai negara maju. Ciri lain dari negara ideologi, militer tidak
terlalu berpengaruh dalam kondisi perpolitikan di negara tersebut dikarenakan
sudah terbentuk sistem.
Sementara
itu negara bangsa adalah negara yang tidak menetapkan ideologi tertentu dalam
kehidupannya, sehingga biasanya negara-negara bangsa ini seperti mengikuti arah
angin, mana yang sekiranya menguntungkan bagi mereka. Negara-negara dunia
ketiga seperti timur tengah dan kebanyakan negara-negara kaum muslimin termasuk
dalam kategori negara bangsa. Selain itu biasanya dalam negara bangsa militer
memiliki posisi tengah, makanya tidak mengherankan di negara bangsa seringkali
terjadi kudeta. Dan yang lebih ironis
lagi, karena dia hanya bisa mengikuti kemana arah tiupan angin, menjadikan mereka tidak sadar telah dijajah oleh negara-negara
ideologi karena posisi mereka terlalu kuat.
Seperti
yang terjadi di negeri tercinta kita ini, anggaran untuk kesejahteraan rakyat
terlalu kecil sehingga wajar ada persepsi di masayarakat bahwa “orang miskin
tidak boleh pintar dan tidak boleh sakit”. Pemerintah saat ini
berasumsi bahwa kondisi ekonomi saat ini belum memungkinkan untuk memberikan
anggaran lebih banyak lagi. Coba kita renungkan, pada
APBN 2012 anggaran pendidikan dialokasikan Rp. 286,56 triliun atau sekitar
20,20% dari total APBN Rp 1.418,49 triliun.
Secara
nominal anggaran ini meningkat dari tahun 2011 yang anggaran pendidikannya
mencapai Rp 248,98 triliun atau 20,25 persen dari total APBN Rp. 1.229,56
triliun. Sementara anggaran kesehatan tahun 2012 hanya bernilai Rp 28 triliun. Jumlah ini tidak sampai tiga persen
dari total APBN 2012.
Bandingkan dengan potensi kerugian negara akibat
dari kecerobohan pemerintah yang tidak bisa memanfaatkan secara benar potensi
kekayaan alam yang ada di negara ini. Expor Gas ke Cina, potensi kerugian
negara Rp. 180 Trilliun, bahkan, jauh sebelumnya, seorang anggota Komite Badan
Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) pernah mengungkapkan bahwa pada
periode 2006-2009 Indonesia terpaksa kehilangan pemasukan hingga Rp 410,4 triliun. Itu terjadi
karena melakukan penjualan gas bumi yang terlampau murah dan menggunakan hasil
penjualan tersebut untuk mengimpor minyak. Rinciannya, kerugian 2006 tercatat
mencapai Rp 91,9
triliun, pada 2007 tercatat Rp 101,2
triliun, 2008 tercatat Rp 140
triliun, dan 2009 tercatat Rp 77,3
triliun. Sehingga, total kerugian hingga 2009 tercatat Rp410,4 triliun. (Neraca, Kamis 16 April 2012).
Dal`m laporan khusus yang
ditulis oleh Ketua KPK-N (Komite Penyelamat Kekayaan Negara), Marwan Batubara
yang tersaji dalam buku beliau yang berjudul 'Menggugat Pengelolaan Sumber Daya
Alam, Menuju Negara Berdaulat'. Jika diasumsikan mineral
yang ditambang di Freeport hanya
emas dan tembaga, total potensi pendapatan tambang Grasberg adalah sekitar US$
212,65 miliar.
Namun, karena adanya kandungan perak dan berbagai
unsur mineral lainnya, total potensi pendapatan tambang Freeport dapat mencapai
US$ 300 miliar atau sekitar Rp 3000 triliun! Indonesia harus mendapatkan bagian
yang lebih besar dari potensi ini. Ini belum termasuk potensi Ertsberg! Bandingkan dengan jumlah APBN Indonesia sebesar Rp 1.418,49 triliun!
Ini berbeda sekali ketika Islam y`ng dijadikan sebagai
landasan kehidupan. Dalam Islam semua kekayaan alam adalah milik rakyat yang
wajib dikelola oleh negara untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat. Bukan
lewat kontrak kerja sama seperti pada freeport. Yang mestinya dilakukan, boleh
saja negara meminta pihak luar untuk mengekploitasi tambang tapi sifatnya hanya
kontr`k kerja secara teknis bukan bagi hasil, karena pada dasarnya negara tidak
berhak untuk menentukan bagi hasil. Karena kekayaan alam adalah milik rakyat
tidak boleh negara menentukan sendiri, akan tetapi merupakan kewenangan rakyat
untuk menentukan kebijakan terhadap pengelolaan kekayaan alam, negara adalah
sebagai pelaksanan keputusan rakyat.
Jadi ketika Islam diterapkan tidak akan ada potensi
kehilangan seperti kasus di atas, tidak akan ada anggaran kesehatan, pendidikan
dan lain-lain serba kekurangan. Dalam Islam, jika seorang pemimpin negara
berkelit dalam pelayanan kesejahteraan rakyat maka dia akan di seret ke
pengadilan karena pada dasarnya dana yang diperlukan untuk itu ada, cuma adanya
kesalahan dalam pengaturan pengelolaan saja. Sehingga
tidak bisa lagi bersembunyi dibalik alasan
keterbatasan pendapatan dan lain sebaginya. Jadi di dalam Islam sangat jelas
mekanisme pengelolaan, maupun mekanisme
penegakan hukum bagi penguasa yang tidak becus dalam mengelola kekayaan alam.
Beda dengan sistem saat ini, dimana tidak ada
pihak yang bertanggung jawab, semua saling menyalahkan.
Sehingga
sebenarnya yang membuat negara itu bangkit jika negara tersebut bisa menjadi
negara ideologi, yaitu disaat sebuah negara/bangsa/masyarakat sudah menjadikan
aqidah dan sistem yang sama sebagai landasan kehidupan bernegaranya, maka
negara/bangsa akan bangkit. Akan tetapi kebangkitan yang diperoleh belum tentu
benar.
Kebangkitan
yang dianggap benar tentulah harus berasal dari aqidah dan sistem yang benar.
Seperti yang kita lihat pada negara Amerika,
Rusia maupun negara-negara maju lainnya yang menerapkan sistem kapitalis, dimana seluruh aspek ekonominya bersumber pada riba, apakah kebangkitan
seperti ini benar? Apakah negara-negara yang menerapakan kebijakan-kebijakan yang
menimbulkan kedzaliman di tengah-tengah masayarakat ini bisa disebut sebagai
negara bangkit yang benar?
Sudah selayaknya kaum muslimin bisa
berfikir lebih rasional mengenai konsep bangkit. Tentunya tidak ada jalan lain,
ketika kita mengharapkan seluruh kaum muslimin untuk bangkit, maka harus
kembali kepada aqidah Islam sebagai landasan kehidupan. Tidak bisa hanya dengan mengandalkan ekonomi, kekayaan alam,
kemajuan teknologi atau bahkan akhlaq. Banyak bukti riil yang mementahkan
pendapat tersebut. Sebagai contoh, negara-negara Islam di timur tengah, apa yang bisa mereka perbuat ketika saudara-saudara mereka di
Palestina dihabisi oleh bangsa Israel? Bukankah
mereka negara-negara yang kaya? Bukankah mereka mayoritas punya akhlaq yang
baik?
Peranan Masjid Dalam Mewujudkan Kebangkitan
Peran masjid saat ini jauh berbeda
dengan kenyataan pada jaman Rasulullah saw. Masjid pada
jaman Rasulullah mempunyai 2 peran yaitu :
1.
Peran Ritual
Yaitu menjadikan masjid sebagai tempat untuk
menjalankan ibadah ritual saja, semisal sholat lima waktu, berdzikir, dll.
2.
Peran
peradaban
Yaitu menjadikan masjid selain sebagai tempat untuk menjalankan
ibadah ritual, sekaligus digunakan untuk membangun
peradaban Islam ditengah-tengah masyarakat. Mulai dari pembinaan tsaqofah
Islam, politik Islam, memecahkan persoalan ummat, memutuskan hukum bagi yang
melanggar hukum syara’, semua aktivitas bermula dari masjid. Bahkan pertama
kali yang dibangun oleh Rasulullah ketika hijrah adalah masjid. Ini yang
membuat peran masjid saat ini dengan jaman Rasulullah
jauh berbeda. Masjid saat ini hanya berfungsi sebagai tempat ibadah ritual
tidak lebih. Bahkan ironisnya, banyak kaum
muslimin hanya berlomba-lomba untuk memperbaiki bangunan masjid daripada
berlomba-lomba untuk memperbaiki kondisi ummat yang terperosok.
Memang,
selayaknya para pengemban dakwah atau ulama memberikan kritik yang tajam
terhadap berbagai kebijakan yang menyimpang dari aqidah dan hukum Islam. Tidak
tepat jika seorang ulama atau pengemban dakwah, disaat banyak berlalu-lalang di
hadapan mereka berbagai kedzaliman di masayarakat,
mereka hanya berdiam saja. Apakah mereka masih pantas
mengatasnamakan pengemban dakwah Islam?
Dimana mereka saat umat membutuhkan mereka? Apakah mereka lupa dengan seruan
Rasulullah Di dalam sebuah hadith shahih, hadith
no:34 dari kitab hadith 40 oleh Al-Hafiz Imam Al-Nawawi, dari Abi Saed
al-Khudri ra, berkata, aku telah mendengar bahwa Rasulullah saw bersabda :
من رأى منكم منكرا فليغيره
بيده ، فإن لم يستطع فبلسانه ، فإن لم يستطع فبقلبه و ذلك أضعف الإيمان
"Barangsiapa diantara kamu yang
melihat kemungkaran, hendaklah ia merubah/mencegah dengan tangannya (kekuasaan)
jika ia tidak mampu, maka dengan lidahnya (secara lisan), dan jika tidak mampu,
maka dengan hatinya (merasakan tidak senang dan tidak setuju). Dan itu adalah
selemah-lemah Iman". - [HR. Imam Muslim #49].
Dengan
penjelasan di atas jelas-lah bahwa
masjid mempunyai peran penting sebagai pusat pembinaan masyarakat dalam membangun
peradaban Islam untuk kemudian dijadikan sebagai pedoman hidup. Semoga Allah senantiasa memberikan kemudahan
bagi kita semua dalam memperjuangkan Islam kembali.
*Makalah Ust. Usamah BA pada Seminar Nasional Forum Komunikasi Masjid ;
Jember, 19 Mei 2012
0 komentar:
Posting Komentar