Saat memasuki bulan Rajab, umat Islam diingatkan
kembali tentang perjalanan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW dari masjidil Aqsa
menuju masjidil Haram dan dilanjutkan ke Sidratul
Muntaha menemui Allah SWT untuk menerima langsung perintah sholat 5 waktu.
Perintah sholat ini, langsung diterima Nabi Muhammad SAW dari Allah SWT tanpa melalui perantara
Malaikat Jibril. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya kewajiban sholat untuk
ditegakkan oleh kaum muslimin.
Sayangnya, saat ini banyak kaum muslimin yang
dengan entengnya meninggalkan sholat tanpa takut dosa dan takut pada pedihnya adzab di akhirat. Fakta lain, ada
juga yang sholat hanya sebatas gerakan fisik rukuk dan sujud. Melaksanakan sholat
hanya sebatas mengugurkan kewajiban, jauh dari hakikat makna sholat yang
seharusnya memiliki implikasi pada dimensi sosialnya. Rajin sholat, tapi maksiat juga
jalan terus. Buktinya, semakin tinggi angka korupsi dan kriminalitas di negeri ini yang kebanyakan pelakunya adalah kaum muslimin yang juga melaksanakan
sholat.
Melihat fakta demikian tak heran jika dewasa ini para
ulama menggencarkan ceramah tentang pentingnya sholat dan banyak juga ormas Islam memberikan pelayanan
kepada masyarakat dengan mengadakan pelatihan “Menggapai Sholat Khusyu” kepada
masyarakat, dengan biaya yang terbilang tidak murah untuk kondisi masyarakat
secara umum. Harapannya, ceramah-ceramah dan juga pelatihan-pelatihan sholat
yang diadakan menjadikan kaum muslimin lebih bersemangat lagi dalam
menjalankan kewajiban sholatnya dan memahami hakikat menegakkan sholat yang bisa memberikan implikasi pada
kehidupan sosialnya. Sebagaimana firman Allah swt, “Sesungguhnya sholat mencegah perbuatan keji dan mungkar”. (QS. Al Ankabuut : 45)
Di sisi yang lain, ada sebagian kelompok kaum muslimin
yang menjadikan sholat sebagai tumpuan amal, sebagian orang lagi berharap
dimaafkan segala kesalahan dan kemaksiatan yang telah dilakukan dengan alasan ”yang
pertama dihisab (dihitung amalnya) pada hari kiamat adalah sholat”, jika amal
lainnya ada kekurangan akan dikompensasikan dengan ibadah sholat tersebut, jika
sholatnya dinyatakan baik, maka akan dianggap baik semuanya, begitu sebaliknya.
Benarkah orang sudah cukup amalnya hanya dengan
mengerjakan sholat ? Bagaimanakah
Sholat yang sebenarnya, yang mampu memberikan implikasi pada kehidupan seorang
muslim?
Definisi Sholat
Shalat merupakan sebuah ibadah yang terdiri dari
beberapa ucapan dan gerakan yang sudah ditentukan aturannya yang dimulai dengan
takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam. Adapun secara etimologi, Shalat
bermakna doa. Shalat dengan makna doa tersirat di dalam salah satu ayat
al-Qur;an: “Dan shalatlah (mendo’alah)
untuk mereka. Sesungguhnya shalat (do’a) kamu itu ketenteraman jiwa bagi
mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. At-Taubah: 103)
Shalat diartikan dengan doa, karena pada hakikatnya
shalat adalah suatu hubungan vertikal antara hamba dengan Tuhannya. Sehingga
menjadi suatu keharusan sholat seorang muslim wajib menghadirkan aspek ruhiyah
di dalamnya . Dalam hadist riwayat Abu Hurairah disebutkan bahwa Rasulullah SAW
bersabda: “Berapa banyak orang yang
melaksanakan shalat, keuntungan yang diperoleh dari shalatnya, hanyalah capai
dan payah saja.” (HR. Ibnu Majah).
Seorang yang tidak mampu berdiri karena sakit, bisa
mengganti gerakan berdirinya dengan hanya duduk, mengganti gerakan ruku’nya
dengan isyarat sedikit membungkuk. Demikian juga sujudnya. Tidak bisa berdiri
diperbolehkan duduk. Tidak bisa duduk dengan berbaring dan sebagainya.
Sedangkan gerakan batin tidak bisa di ganti. Ini yang mutlak harus ada. Tanpa
kehadiran hati (aspek ruhiyah), shalat hanya merupakan gerakan tanpa arti.
Sehingga tak heran jika banyak orang yang sholat tapi tetap
bermaksiat. Sholatnya
tidak melahirkan kesholehan sosial.
Pertanggungjawaban amal di akhirat
Dalam riwayat
hadits disebutkan, Dari Abdullah berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Yang pertama dihisab (dihitung amalnya)
dari seorang hamba adalah sholat dan yang pertama kali diajukan di peradilan
urusan darah (pembunuhan)”.(HR. An
Nasa’i).
Pada hari
kiamat nanti, bukan hanya ada perhitungan amal tetapi juga ada peradilan.
Perbuatan manusia akan dimintai pertanggungjawaban semuanya, dalam masalah
kenegaraan, kemasyarakatan, muamalah, keluarga, dsb. Demikian juga
masalah peribadatan tanpa kecuali, bukan hanya sholat dan peribadatan saja.
Memang benar sholat merupakan kunci semua peribadatan, tetapi bukan kunci bagi semua perbuatan manusia. Sedangkan masalah kenegaraan, kemasyarakatan, muamalah, keluarga dsb tidak
dapat dikompensasi oleh ibadah mahdoh,
tetapi masalah kuncinya adalah terlibat / tidaknya seseorang dalam masalah
penghilangan nyawa manusia secara tidak syah. Sebagaimana disebutkan dalam
hadits Nabi SAW “yang pertama akan
diajukan ke pengadilan tentang perkara di antara manusia adalah perkara pembunuhan”(HR. Bukhori)
Urusan pembunuhan paling awal akan diajukan ke
pengadilan di hari kiamat. Penyebutan “urusan pembunuhan” adalah topik
penyebutan nama keseluruhan dengan nama sebagian (tasmiyatul kulli bismil juz’i). Kasus terpenting dalam masalah
peradilan adalah penghilangan nyawa manusia secara tidak syah dan yang bisa memberikan keputusan adalah pengadilan, sedangkan pengadilan tidak
terselenggara kecuali oleh Negara. Pengadilan adalah unsur terpenting dalam tata negara, dia adalah wajah negara, karena
peradilan adalah metode penegakan sistem tata negara. Sehingga penyebutan peradilan bisa
untuk menyebut nama secara keseluruhan urusan kenegaraan.
Di dalam
urusan kenegaraan telah terjadi ijma’ shahabat untuk menegakkan perintah-perintah Al Qur’an dan Sunnah Rasul SAW tentang berbagai urusan tanpa diskriminsi. Para kholifah Abu
bakar ra, Umar bin khattab ra, Usman bin affan, sayyidina Ali ra tidak
menganggap hukum-hukum kenegaraan, kemasyarakatan, muamalah, keluarga termasuk
hukum-hukum peribadatan (sholat, dll) sebagai hukum yang dapat didiskriminasi dan dapat dikompensasi satu dengan
yang lainnya. Namun, wajib atau haram dalam masalah peribadatan sama dengan status wajib atau
haram dalam masalah kenegaraan dan hukum-hukul syariat di bidang kehidupannya yang lain. Artinya, menjalankan suatu kewajiban tidak
menghapuskan kewajiban lain.
Dan sudah
barang tentu para shahabat Nabi SAW memahami benar tentang
aqidah dan hukum Islam. Lebih dari itu, mereka adalah termasuk bagian dari “Assabiqunal Awwalun “ kaum muhajirin dan Anshor yang
dijamin masuk surga. Mereka dipuji oleh Allah bukan hanya karena mereka sholat, tetapi karena ketundukan
dan ketaatan mereka pada semua aturan-aturan Allah SWT tanpa kecuali. Firman
Allah SWT: “Orang-orang yang terdahulu
lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang
mengikuti mereka dengan baik, Allah
ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan
bagi mereka surga-surga”. (QS. At Taubah 100)
Menegakkan sholat memiliki dimensi sosial
Syari’at sholat akan senantiasa terjaga di dalam kehidupan umat jika
ditegakkan di atas tiga asas :
1.Ketaqwaan individu:
Seorang
muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Alllah SWT merasa wajib untuk taat pada
aturan Allah SWT. Sikap taqwa inilah yang akan menjadi mengontrol tingkah
lakunya sehingga amal perbuatannya tidak akan pernah bertentangan dengan
aqidahnya. Masing-masing sadar akan
konsekuensi dari ketaatan atau pelanggaran yang dilakukannya karena tidak satu
pun perbuatan di dunia yang lepas dari hisab
(perhitungan Allah). Dia memahami bahwa sholat adalah salah satu syariat Allah
yang wajib dia kerjakan. Menjalankan kewajiban sholat dengan sungguh-sungguh
menjadi bukti keimannannya kepada Allah dan adanya hari pembalasan. Karena dia
meyakini pedihnya adzab akhirat bagi
orang-orang yang melalaikan sholat. Dengan keimanan yang demikian maka siapa
pun dia, pejabat/rakyat, akan
menjalankan kewajiban sholatnya
dengan khusyu’ dan ikhlas semata-mata mengharap keridhoan Allah SWT
2. Kontrol masyarakat
Masyarakat Islam
adalah sekumpulan individu yang diikat dengan satu pemikiran, perasan dan sistem
yang sama. Masyarakat Islam memiliki ciri yang unik dan khas dalam menjaga keberlangsungan
ketundukan masyarakat terhadap syari’at Allah. Allah SWT mewajibkan masyarakat Islam
mengemban aktivitas amar ma’ruf nahi
mungkar satu dengan yang lain untuk selalu menjaga ditegakkannya aturan Allah
dalam kehidupan masyarakat. Jika ada yang belum sholat maka menjadi kewajiban
bagi yang lain untuk mengingatkan.
Allah SWT berfirman: “Kalian adalah umat yang terbaik yang
dilahirkan untuk manusia, menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang
munkar”. (QS.Ali Imron 110). Dalam sabda Nabi SAW: “Barang siapa melihat kemungkaran maka hendaklah dia merubahnya dengan
tangannya, jika dia tidak mampu hendaklah dengan lisannya dan jika dia tidak
mampu hendaklah dia mengingkarinya dal`m hati, dan itulah selemah lemahnya
iman”(HR. Muslim).
Dari sinilah
maka Amar ma’ruf nahi mungkar menjadi bagian paling esensial, sekaligus sebagai pembeda antara masyarakat Islam dengan yang lainnya. Dalam naungan
masyarakat inilah, seorang individu tidak dapat melakukan maksiat secara
terang-terangan. Bahkan kalau pun dia tergoda juga untuk melakukannya, ia akan
berusaha menyembunyikannya. Begitu ia sadar, ia akan kembali kepada kebenaran
dan bertaubat atas kekhilafan. Dari sini bisa dipahami, bahwa
masyarakat Islam adalah masyarakat yang menegakkan sholat.
3. Kontrol negara
Ketaqwaan
individu dan kontrol masyarakat tidak selalu
dapat berjalan baik jika keduanya berada dalam kondisi keimanan yang lemah,
sehingga perlu ditegakkannya sistem peradilan yang ditegakkan oleh negara untuk
mencegah individu dan masyarakat jatuh dalam kemaksiatan. Dalam Islam, setiap pelangggaran
dan penyimpangan terhadap aqidah dan hukum Islam, termasuk meninggalkan sholat adalah tindak kejahatan yang wajib diadili
bagi para pelakunya.
Hukuman bagi
orang yang tidak sholat termasuk hukum ta’zir
yang akan ditentukan berdasarkan ijtihad
Kholifah. Bentuknya bisa berupa hukum cambuk sampai hukuman mati (berdasar pertimbangan
alasan meninggalkan sholat). Jika meninggalkan sholat karena alasan malas
berarti dia hanya bermaksiat, tetapi jika alasannya karena tidak lagi meyakini
kewajiban sholat sebagai syariat Allah yang wajib dikerjakan, maka dia jatuh
pada hukum kufur (murtad), hukumannya dibunuh.
Demikianlah
sistem Islam menjaga individu dan masyarakat agar senantiasa tunduk kepada
aturan-aturan Allah SWT. Perintah Menegakkan sholat memiliki arti : 1) melaksanakan
kewajiban sholat. Setiap individu mukkallaf
memiliki taklif menjalankan kewajiban sholat sehingga terpenuhinya syarat dan
rukunnya. 2) Menegakkan kewajiban sholat berarti juga “menegakkan sistem
peradilan Islam” yang akan memberikan sanksi bagi orang-orang yang melalaikan sholat.
Tentunya
kondisi yang demikian ini tidak akan terwujud pada saat kaum muslimin hidup dalam naungan Sistem kufur (kapitalis) seperti
sekarang ini. Bahkan atas dasar Hak Asasi Manusia (HAM), sebuah ide yang diagungkan
di dalam peradaban Kapitalime, orang-orang yang tidak sholat di negeri ini dan
di negeri-negeri Islam yang lain,
dibenarkan atau bahkan dilindungi
oleh negara. Mereka (Kapitalisme) berpendapat urusan sholat adalah urusan
masing-masing individu dengan Tuhan-Nya, dimana masyarakat dan negara tidak boleh mencampurinya. Jika masyarakat
dan Negara mencampurinya, berarti telah melanggar HAM dan itu adalah kejahatan yang akan ditumpas
dan diadili. Maka tak heran meskipun di negeri ini mayoritas masyarakatnya kaum
muslimin, banyak dari mereka yang meninggalkan kewajiban sholatnya dengan
enteng tanpa merasa berdosa.
Lebih
jauh lagi, Kapitalime telah mencetak masyarakatnya menjadi masyarakat kapitalis
yang memiliki pemikiran sekuler yang berpandangan bahwa agama harus dipisahkan dari sendi-sendi kehidupan masyarakat. Walhasil, banyak dari mereka
yang rajin Ibadah Sholat tetapi di sisi
lain maksiat juga jalan terus.
Mereka mengaku muslim ketika berada di dalam masjid / ketika sholat, tapi di
sisi lain kehidupan dunianya, merapa pada bangga dengan syariat-syariat kufur
yang memancar dari peradaban kufur baik, Kapitalis maupun Sosialis.
Muslimah sekarang ini lebih bangga dengan cara
berpakaiannya orang kafir yang membuka auratnya daripada busana muslimah yang
menutup auratnya dengan sempurna. Lebih bangga menjalankan ekonomi kapitalis
dengan konsep ribanya dan menolak sistem ekonomi Islam, dengan alasan kalau
menerapkan sistem ekonomi kapitalis lebih banyak untungnya, atau rajin sholatnya tapi enggan membayar zakat
maal.
Inilah
pandangan kaum muslimin saat ini tentang penerapan syariat Islam dalam kehidupan.
Keimanannya kepada Islam hanya dalam
masalah peribadatannya, tetapi kufur dalam syariat yang lain
(kehidupan). Padahal
perintah menegakkan kewajiban sholat
berarti juga perintah wajib untuk tunduk dan taat kepada syariat Allah yang lain. Sholat seperti inilah yang
dikatakan memiliki pengaruh dalam dimensi sosial individu muslim. Sholat yang
mampu mencegah kita dari perbuatan keji dan mungkar.
Sholatnya
seorang mukmin memilki unsur ruhiyah di
dalamnya, dia mengetahui secara pasti bahwa Allah SWT selalu mengawasinya dalam
setiap gerakan dan bacaan sholatnya. Sehingga dia pun berusaha menghadirkan
jiwa yang khusyu’ ketika sholat. Tidak terburu-buru ketika sholat tetapi dengan
khusyu dan sabar dia menyelesaikan setiap rukun-rukun sholat sampai seluruh
rukunnya terpenuhi dengan sempurna.
Pun demikian
dalam kehidupan sehari-harinya. Ketika seorang bersaksi dalam sholat bahwa
tidak ada illah (Tuhan) yang patut disembah kecuali Allah, sesungguhnya dia
telah mengesakan Allah dalam penghambaan maupun dalam pensucian serta
menafikkan secara pasti penghambaan terhadap selain Allah dalam bentuk apa pun, baik berupa materi,
kesenangan dunia, atau peraturan hukum-hukum kufur. Seorang mukmin yang
sholat pasti akan memilih dengan benar pekerjaan apa yang bisa dia lakukan
untuk memberi nafkah keluarganya . Bukan hanya dari sisi besarnya materi yang
didapat tetapi juga halal dan haramnya pekerjaan itu.
Ketika dia
diberi amanah memegang jabatan maka seorang mukmin yang sholat akan menjalankan
amanah dengan sebaik-baiknya. Dia tidak akan berani menyelewengkan dan
menyalahgunakan kekuasaannya untuk
mencuri uang rakyat yang bukan menjadi haknya. Semua ini dilakukannya
karena dia menyadari bahwa pada hari kiamat nanti ia akan dihidupkan kembali
oleh Allah dan akan dihisab terhadap
amal perbuatannya selama di dunia, termasuk amanah jabatan yang dipegangnya.
Inilah sikap
taqwa yang lahir dan dibentuk dalam sholat yang dia yakini secara pasti tanpa
ada keraguan sedikit pun. Kesabaran yang dibentuk dalam sholat menjadikan
pribadinya seorang yang sabar dalam menjalankan ketaatannya kepada Allah SWT di
semua aspek kehidupannya. Senantiasa tunduk dan taat kepada semua aturan Allah
tanpa ada pengecualian, baik ketika dia dalam sholat ataupun di luar sholat.
Khotimah
Syariat
Islam yang diturunkan Allah SWT adalah sebuah syariat yang sempurna dan
menyeluruh, yang tersusun atas hablumminallah dan hamblumminnas. Tidak ada
kompensasi dalam penjalanan sebuah hukum satu dengan yang lainnya. Sehingga
jangan merasa puas dengan ibadah mahdoh saja kemudian menyangka di akhirat semuanya beres.
Tidak. Setiap orang akan
diadili dalam berbagai urusan : kenegaraan, kemasyarakatan, muamalah, keluarga, dsb, bahkan bisa hancur lebur amalan sholat dan
peribadatan lainnya jika dia jatuh kafir karena mengkufuri sebagian ayat-ayat
Al Qur’an, meskipun hanya satu ayat saja. Sebab mengimani sebagian ayat
al-Qur’an dan mengkufuri sebagian yang lain dihukumi oleh Al Qur’an sebagai
kekufuran yang nyata. Sebagaimana disebutkan dalam QS. An Nisa 150-151. Dan
barang siapa jatuh kafir sampai dia mati dalam kekafirannya, maka tempatnya adalah neraka
jahannam, kekal di dalamnya. Naudzu
billah min dzalik.
Wallahu' alam bi showab
1 komentar:
Hari ini kaum Muslimin berada dalam situasi di mana aturan-aturan kafir sedang diterapkan. Maka realitas tanah-tanah Muslim saat ini adalah sebagaimana Rasulullah Saw. di Makkah sebelum Negara Islam didirikan di Madinah. Oleh karena itu, dalam rangka bekerja untuk pendirian Negara Islam, kita perlu mengikuti contoh yang terbangun di dalam Sirah. Dalam memeriksa periode Mekkah, hingga pendirian Negara Islam di Madinah, kita melihat bahwa RasulAllah Saw. melalui beberapa tahap spesifik dan jelas dan mengerjakan beberapa aksi spesifik dalam tahap-tahap itu
Posting Komentar