Rabu, 13 Juni 2012

Dimensi Sosial Pada Ibadah Sholat


Saat memasuki bulan Rajab, umat Islam diingatkan kembali tentang perjalanan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW dari masjidil Aqsa menuju masjidil Haram dan dilanjutkan ke Sidratul Muntaha menemui Allah SWT untuk menerima langsung perintah sholat 5 waktu. Perintah sholat ini, langsung diterima Nabi Muhammad SAW  dari Allah SWT tanpa melalui perantara Malaikat Jibril. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya kewajiban sholat untuk ditegakkan oleh kaum muslimin.
Sayangnya, saat ini banyak kaum muslimin yang dengan entengnya meninggalkan sholat tanpa takut  dosa dan takut pada  pedihnya adzab di akhirat. Fakta lain, ada juga yang sholat hanya sebatas gerakan fisik rukuk dan sujud. Melaksanakan sholat hanya sebatas mengugurkan kewajiban, jauh dari hakikat makna sholat yang seharusnya memiliki implikasi pada dimensi sosialnya. Rajin sholat, tapi maksiat juga jalan terus. Buktinya, semakin tinggi angka korupsi dan kriminalitas  di negeri ini yang kebanyakan pelakunya  adalah kaum muslimin yang juga melaksanakan sholat.
Melihat fakta demikian tak heran jika dewasa ini para ulama menggencarkan ceramah tentang pentingnya sholat dan  banyak juga ormas Islam memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan mengadakan pelatihan “Menggapai Sholat Khusyu” kepada masyarakat, dengan biaya yang terbilang tidak murah untuk kondisi masyarakat secara umum. Harapannya, ceramah-ceramah dan juga pelatihan-pelatihan sholat yang diadakan menjadikan kaum muslimin lebih bersemangat lagi dalam menjalankan  kewajiban sholatnya dan  memahami hakikat menegakkan  sholat yang bisa memberikan implikasi pada kehidupan sosialnya. Sebagaimana firman Allah swt, “Sesungguhnya sholat mencegah perbuatan keji dan mungkar”. (QS. Al Ankabuut : 45)
Di sisi yang lain, ada sebagian kelompok kaum muslimin yang menjadikan sholat sebagai tumpuan amal, sebagian orang lagi berharap dimaafkan segala kesalahan dan kemaksiatan yang telah dilakukan dengan alasan ”yang pertama dihisab (dihitung amalnya) pada hari kiamat adalah sholat”, jika amal lainnya ada kekurangan akan dikompensasikan dengan ibadah sholat tersebut, jika sholatnya dinyatakan baik, maka akan dianggap baik semuanya, begitu sebaliknya.  Benarkah orang sudah cukup amalnya hanya dengan mengerjakan sholat ? Bagaimanakah Sholat yang sebenarnya, yang mampu memberikan implikasi pada kehidupan seorang muslim?

Definisi Sholat
Shalat merupakan sebuah ibadah yang terdiri dari beberapa ucapan dan gerakan yang sudah ditentukan aturannya yang dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam. Adapun secara etimologi, Shalat bermakna doa. Shalat dengan makna doa tersirat di dalam salah satu ayat al-Qur;an: “Dan shalatlah (mendo’alah) untuk mereka. Sesungguhnya shalat (do’a) kamu itu ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. At-Taubah: 103)
Shalat diartikan dengan doa, karena pada hakikatnya shalat adalah suatu hubungan vertikal antara hamba dengan Tuhannya. Sehingga menjadi suatu keharusan sholat seorang muslim wajib menghadirkan aspek ruhiyah di dalamnya . Dalam hadist riwayat Abu Hurairah disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Berapa banyak orang yang melaksanakan shalat, keuntungan yang diperoleh dari shalatnya, hanyalah capai dan payah saja.” (HR. Ibnu Majah).
Seorang yang tidak mampu berdiri karena sakit, bisa mengganti gerakan berdirinya dengan hanya duduk, mengganti gerakan ruku’nya dengan isyarat sedikit membungkuk. Demikian juga sujudnya. Tidak bisa berdiri diperbolehkan duduk. Tidak bisa duduk dengan berbaring dan sebagainya. Sedangkan gerakan batin tidak bisa di ganti. Ini yang mutlak harus ada. Tanpa kehadiran hati (aspek ruhiyah), shalat hanya merupakan gerakan tanpa arti. Sehingga tak heran jika banyak orang yang sholat tapi tetap bermaksiat. Sholatnya tidak melahirkan kesholehan sosial.

Pertanggungjawaban  amal di akhirat
Dalam riwayat hadits disebutkan, Dari Abdullah berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Yang pertama dihisab (dihitung amalnya) dari seorang hamba adalah sholat dan yang pertama kali diajukan di peradilan urusan darah (pembunuhan)”.(HR. An Nasa’i).
Pada hari kiamat nanti, bukan hanya ada perhitungan amal tetapi juga ada peradilan. Perbuatan manusia akan dimintai pertanggungjawaban semuanya, dalam masalah kenegaraan, kemasyarakatan, muamalah, keluarga, dsb. Demikian juga masalah peribadatan tanpa kecuali, bukan hanya sholat dan peribadatan saja. Memang benar sholat merupakan kunci semua peribadatan, tetapi bukan kunci bagi semua perbuatan manusia. Sedangkan masalah kenegaraan, kemasyarakatan, muamalah, keluarga dsb tidak dapat dikompensasi oleh ibadah mahdoh, tetapi masalah kuncinya adalah terlibat / tidaknya seseorang dalam masalah penghilangan nyawa manusia secara tidak syah. Sebagaimana disebutkan dalam hadits Nabi SAW “yang pertama akan diajukan ke pengadilan tentang perkara di antara manusia adalah perkara pembunuhan”(HR. Bukhori)
 Urusan pembunuhan paling awal akan diajukan ke pengadilan di hari kiamat. Penyebutan “urusan pembunuhan” adalah topik penyebutan nama keseluruhan dengan nama sebagian (tasmiyatul kulli bismil juz’i). Kasus terpenting dalam masalah peradilan adalah penghilangan nyawa manusia secara tidak syah dan yang bisa memberikan keputusan adalah pengadilan, sedangkan pengadilan tidak terselenggara kecuali  oleh Negara. Pengadilan adalah unsur terpenting dalam tata negara, dia adalah wajah negara, karena peradilan adalah metode penegakan sistem tata negara. Sehingga penyebutan peradilan bisa untuk menyebut nama secara keseluruhan urusan kenegaraan.
Di dalam urusan kenegaraan telah terjadi ijma’ shahabat untuk menegakkan perintah-perintah Al Qur’an dan Sunnah Rasul SAW  tentang berbagai urusan tanpa diskriminsi. Para kholifah Abu bakar ra, Umar bin khattab ra, Usman bin affan, sayyidina Ali ra tidak menganggap hukum-hukum kenegaraan, kemasyarakatan, muamalah, keluarga termasuk hukum-hukum peribadatan (sholat, dll) sebagai hukum yang dapat didiskriminasi dan dapat dikompensasi satu dengan yang lainnya. Namun, wajib atau haram dalam masalah peribadatan sama dengan status wajib atau haram dalam masalah kenegaraan dan hukum-hukul syariat di bidang kehidupannya yang lain. Artinya, menjalankan suatu kewajiban tidak menghapuskan kewajiban lain.
Dan sudah barang tentu  para shahabat Nabi SAW memahami benar tentang aqidah dan hukum Islam. Lebih dari itu, mereka adalah termasuk bagian dari “Assabiqunal  Awwalun “ kaum muhajirin dan Anshor yang dijamin masuk surga. Mereka dipuji oleh Allah bukan hanya karena mereka sholat, tetapi karena ketundukan dan ketaatan mereka pada semua aturan-aturan Allah SWT tanpa kecuali. Firman Allah SWT: “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang  muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka  dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga”. (QS. At Taubah 100)   

Menegakkan sholat memiliki dimensi sosial
            Syari’at sholat akan senantiasa terjaga di dalam kehidupan umat jika ditegakkan di atas tiga asas :

1.Ketaqwaan individu:
            Seorang muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Alllah SWT merasa wajib untuk taat pada aturan Allah SWT. Sikap taqwa inilah yang akan menjadi mengontrol tingkah lakunya sehingga amal perbuatannya tidak akan pernah bertentangan dengan aqidahnya.  Masing-masing sadar akan konsekuensi dari ketaatan atau pelanggaran yang dilakukannya karena tidak satu pun perbuatan di dunia yang lepas dari hisab (perhitungan Allah). Dia memahami bahwa sholat adalah salah satu syariat Allah yang wajib dia kerjakan. Menjalankan kewajiban sholat dengan sungguh-sungguh menjadi bukti keimannannya kepada Allah dan adanya hari pembalasan. Karena dia meyakini  pedihnya adzab akhirat bagi orang-orang yang melalaikan sholat. Dengan keimanan yang demikian maka siapa pun dia, pejabat/rakyat, akan  menjalankan  kewajiban sholatnya dengan khusyu’ dan ikhlas semata-mata mengharap keridhoan Allah SWT

2. Kontrol masyarakat
Masyarakat Islam adalah sekumpulan individu yang diikat dengan satu pemikiran, perasan dan sistem yang sama. Masyarakat Islam memiliki ciri yang unik dan khas dalam menjaga keberlangsungan ketundukan masyarakat terhadap syari’at Allah. Allah SWT mewajibkan masyarakat Islam mengemban  aktivitas amar ma’ruf nahi mungkar satu dengan yang lain untuk selalu menjaga ditegakkannya aturan Allah dalam kehidupan masyarakat. Jika ada yang belum sholat maka menjadi kewajiban bagi yang lain untuk mengingatkan.
Allah SWT berfirman: “Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar”. (QS.Ali Imron 110). Dalam  sabda Nabi SAW: “Barang siapa melihat kemungkaran maka hendaklah dia merubahnya dengan tangannya, jika dia tidak mampu hendaklah dengan lisannya dan jika dia tidak mampu hendaklah dia mengingkarinya dal`m hati, dan itulah selemah lemahnya iman”(HR. Muslim).
Dari sinilah maka Amar ma’ruf nahi mungkar menjadi bagian paling esensial, sekaligus sebagai pembeda antara masyarakat Islam dengan yang lainnya. Dalam naungan  masyarakat inilah, seorang individu tidak dapat melakukan maksiat secara terang-terangan. Bahkan kalau pun dia tergoda juga untuk melakukannya, ia akan berusaha menyembunyikannya. Begitu ia sadar, ia akan kembali kepada kebenaran dan bertaubat atas kekhilafan. Dari sini bisa dipahami, bahwa  masyarakat Islam adalah masyarakat yang menegakkan sholat.

3. Kontrol negara
Ketaqwaan individu dan kontrol masyarakat  tidak selalu dapat berjalan baik jika keduanya berada dalam kondisi keimanan yang lemah, sehingga perlu ditegakkannya sistem peradilan yang ditegakkan oleh negara untuk mencegah individu dan masyarakat jatuh dalam kemaksiatan. Dalam Islam, setiap pelangggaran dan penyimpangan terhadap aqidah dan hukum Islam, termasuk meninggalkan sholat adalah tindak kejahatan yang wajib diadili bagi para pelakunya.
Hukuman bagi orang yang tidak sholat termasuk hukum ta’zir yang akan ditentukan berdasarkan ijtihad Kholifah. Bentuknya bisa berupa hukum cambuk sampai hukuman mati (berdasar pertimbangan alasan meninggalkan sholat). Jika meninggalkan sholat karena alasan malas berarti dia hanya bermaksiat, tetapi jika alasannya karena tidak lagi meyakini kewajiban sholat sebagai syariat Allah yang wajib dikerjakan, maka dia jatuh pada hukum kufur (murtad), hukumannya dibunuh.
Demikianlah sistem Islam menjaga individu dan masyarakat agar senantiasa tunduk kepada aturan-aturan Allah SWT. Perintah Menegakkan sholat memiliki arti : 1) melaksanakan kewajiban sholat. Setiap individu mukkallaf memiliki taklif menjalankan kewajiban sholat sehingga terpenuhinya syarat dan rukunnya. 2) Menegakkan kewajiban sholat berarti juga “menegakkan sistem peradilan Islam” yang akan memberikan sanksi bagi orang-orang yang melalaikan sholat.

Tentunya kondisi yang demikian ini tidak akan terwujud pada saat kaum muslimin hidup dalam naungan Sistem kufur (kapitalis) seperti sekarang ini. Bahkan atas dasar Hak Asasi Manusia (HAM), sebuah ide yang diagungkan di dalam peradaban Kapitalime, orang-orang yang tidak sholat di negeri ini dan di negeri-negeri Islam yang lain,  dibenarkan atau bahkan  dilindungi oleh negara. Mereka (Kapitalisme) berpendapat urusan sholat adalah urusan masing-masing individu dengan Tuhan-Nya, dimana masyarakat dan negara tidak boleh mencampurinya. Jika masyarakat dan Negara mencampurinya, berarti telah melanggar HAM dan itu adalah kejahatan yang akan ditumpas dan diadili. Maka tak heran meskipun di negeri ini mayoritas masyarakatnya kaum muslimin, banyak dari mereka yang meninggalkan kewajiban sholatnya dengan enteng tanpa merasa berdosa.
            Lebih jauh lagi, Kapitalime telah mencetak masyarakatnya menjadi masyarakat kapitalis yang memiliki pemikiran sekuler yang berpandangan bahwa  agama harus dipisahkan dari sendi-sendi  kehidupan masyarakat. Walhasil, banyak dari mereka yang rajin Ibadah Sholat  tetapi di  sisi  lain  maksiat juga jalan terus. Mereka mengaku muslim ketika berada di dalam masjid / ketika sholat, tapi di sisi lain kehidupan dunianya, merapa pada bangga dengan syariat-syariat  kufur  yang memancar dari peradaban kufur baik, Kapitalis maupun Sosialis.
Muslimah sekarang ini lebih bangga dengan cara berpakaiannya orang kafir yang membuka auratnya daripada busana muslimah yang menutup auratnya dengan sempurna. Lebih bangga menjalankan ekonomi kapitalis dengan konsep ribanya dan menolak sistem ekonomi Islam, dengan alasan kalau menerapkan sistem ekonomi kapitalis lebih banyak untungnya, atau  rajin sholatnya tapi enggan membayar zakat maal.
Inilah pandangan kaum muslimin saat ini tentang penerapan syariat Islam dalam kehidupan. Keimanannya kepada Islam  hanya dalam masalah peribadatannya, tetapi kufur dalam syariat yang lain  (kehidupan).  Padahal perintah  menegakkan kewajiban sholat berarti juga perintah wajib untuk tunduk dan taat kepada syariat  Allah yang lain. Sholat seperti inilah yang dikatakan memiliki pengaruh dalam dimensi sosial individu muslim. Sholat yang mampu mencegah kita dari perbuatan keji dan mungkar.
            Sholatnya seorang  mukmin memilki unsur ruhiyah di dalamnya, dia mengetahui secara pasti bahwa Allah SWT selalu mengawasinya dalam setiap gerakan dan bacaan sholatnya. Sehingga dia pun berusaha menghadirkan jiwa yang khusyu’ ketika sholat. Tidak terburu-buru ketika sholat tetapi dengan khusyu dan sabar dia menyelesaikan setiap rukun-rukun sholat sampai seluruh rukunnya terpenuhi dengan sempurna.
Pun demikian dalam kehidupan sehari-harinya. Ketika seorang bersaksi dalam sholat bahwa tidak ada illah (Tuhan) yang patut disembah kecuali Allah, sesungguhnya dia telah mengesakan Allah dalam penghambaan maupun dalam pensucian serta menafikkan secara pasti penghambaan terhadap selain Allah dalam bentuk apa pun, baik berupa materi, kesenangan dunia, atau peraturan hukum-hukum kufur. Seorang mukmin yang sholat pasti akan memilih dengan benar pekerjaan apa yang bisa dia lakukan untuk memberi nafkah keluarganya . Bukan hanya dari sisi besarnya materi yang didapat tetapi juga halal dan haramnya pekerjaan itu.
Ketika dia diberi amanah memegang jabatan maka seorang mukmin yang sholat akan menjalankan amanah dengan sebaik-baiknya. Dia tidak akan berani menyelewengkan dan menyalahgunakan kekuasaannya untuk  mencuri uang rakyat yang bukan menjadi haknya. Semua ini dilakukannya karena dia menyadari bahwa pada hari kiamat nanti ia akan dihidupkan kembali oleh Allah  dan akan dihisab terhadap amal perbuatannya selama di dunia, termasuk amanah jabatan yang dipegangnya.
Inilah sikap taqwa yang lahir dan dibentuk dalam sholat yang dia yakini secara pasti tanpa ada keraguan sedikit pun. Kesabaran yang dibentuk dalam sholat menjadikan pribadinya seorang yang sabar dalam menjalankan ketaatannya kepada Allah SWT di semua aspek kehidupannya. Senantiasa tunduk dan taat kepada semua aturan Allah tanpa ada pengecualian, baik ketika dia dalam sholat ataupun di luar sholat.

Khotimah
            Syariat Islam yang diturunkan Allah SWT adalah sebuah syariat yang sempurna dan menyeluruh, yang tersusun atas hablumminallah dan hamblumminnas. Tidak ada kompensasi dalam penjalanan sebuah hukum satu dengan yang lainnya. Sehingga jangan merasa puas dengan ibadah mahdoh saja kemudian menyangka di akhirat semuanya beres.
            Tidak. Setiap orang akan diadili dalam berbagai urusan : kenegaraan, kemasyarakatan, muamalah, keluarga, dsb, bahkan bisa hancur lebur amalan sholat dan peribadatan lainnya jika dia jatuh kafir karena mengkufuri sebagian ayat-ayat Al Qur’an, meskipun hanya satu ayat saja. Sebab mengimani sebagian ayat al-Qur’an dan mengkufuri sebagian yang lain dihukumi oleh Al Qur’an sebagai kekufuran yang nyata. Sebagaimana disebutkan dalam QS. An Nisa 150-151. Dan barang siapa jatuh kafir sampai dia mati dalam kekafirannya, maka tempatnya adalah neraka jahannam, kekal di dalamnya. Naudzu billah min dzalik.
Wallahu'  alam bi showab 
           
  


1 komentar:

Hari ini kaum Muslimin berada dalam situasi di mana aturan-aturan kafir sedang diterapkan. Maka realitas tanah-tanah Muslim saat ini adalah sebagaimana Rasulullah Saw. di Makkah sebelum Negara Islam didirikan di Madinah. Oleh karena itu, dalam rangka bekerja untuk pendirian Negara Islam, kita perlu mengikuti contoh yang terbangun di dalam Sirah. Dalam memeriksa periode Mekkah, hingga pendirian Negara Islam di Madinah, kita melihat bahwa RasulAllah Saw. melalui beberapa tahap spesifik dan jelas dan mengerjakan beberapa aksi spesifik dalam tahap-tahap itu

Posting Komentar