Oleh : Alfian D.
Prakoso
Jika kita renungkan
kehidupan di dunia ini sangatlah sigkat, jika dibandingkan dengan kehidupan
sebelum atau sesudah hidup dimuka bumi ini. Tetapi dari singkatnya kehidupan
yang kita miliki, ada banyak sekali hal-hal yang mungkin kita temui bahkan
alami baik, suka, duka, ceria dan nestapa terus selalu mengikuti dan akrab
bersahabat dengan kehidupan kita. Sebenarnya hal – hal yang telah saya sebutkan
di atas merupakan suatu sunatullah yang pasti akan terjadi. Namun
permasalahannya adalah cara seseorang mengatasi dan menghadapi dinamika yang
terjadi tersebut. Manusia dalam mengatasi permasalahan dalam hidupnya, tidak
terlepas dari kepribadian yang dimilikinya, dimana kepribadian tersebut
merupakan suatu sikap mental yang dipengaruhi oleh pola pikir dan pola sikap
manusia itu sendiri.
Rasulullah SAW, adalah
sosok manusia yang memiliki akhlak yang paling mulia. Sebagaimana dalam HR.
Muslim dan Abu Dawud yang menyebutkan, bahwasanya “Nabi SAW adalah manusia
dengan akhlak yang terbaik”. Seseorang yang berakhlak mulia dapat dipastikan
bahwa kepribadiannya pun ‘baik’. Sehingga kita sebagai umatnya sudah sepatutnya
untuk mengikuti beliau.
Sebagai salah satu
contoh sifat atau akhlak yang mulia, yakni, sabar. Dalam prakteknya, kesabaran
yang sebenarnya adalah kemampuan dalam mengendalikan sikap, sehingga bisa
dengan ikhlas dan rela hati menerima kondisi yang dihadapinya saat ini demi
balasan yang baik di akhirat. Sabar tidak bisa dikatakan sebagai suatu sikap
dimana seseorang tidak berbuat sesuatu ketika menghadapi permasalahan, justru
dengan bersabar, seseorang telah melakukan suatu tindakan untuk menghadapi
masalah yang tengah terjadi pada dirinya. Seseorang yang penyabar pada
prakteknya tergambar dalam sikapnya yang rela menunda kesenangan sesaat, demi
kebahagiaan abadi dan jangka panjang di akhirat sebagai kesenangan yang jauh
lebih tinggi yang disediakan Allah kepada orang-orang yang sabar. Sebagaimana
disebutkan dalam al-Qur’an :
“Dan
sesungguhnya balasan di akhirat itu lebih baik, bagi orang – orang yang beriman
dan selalu bertakwa” (QS. Yusuf (12) : 57).
Apabila kita amati
realita yang terjadi di sekitar kita saat ini, banyak sekali orang – orang yang
tidak sabar dengan problem yang
dihadapinya. Jika ditanya mengapa demikian??? Jawabannya jelas, karena kurangnya
pemahaman seseorang tersebut akan agamanya, yakni Islam. Sebagai contoh, sebut
saja kasus korupsi. Pelakunya, justru merupakan orang – orang yang memiliki
dasar pendidikan yang bukan biasa tapi luar biasa. Sehingga pengetahuan tentang
Islam bagi setiap individu muslim adalah wajib. Bukan hanya itu, namun aqidah aqliyah yang dimiliki juga
haruslah berlandaskan Islam. Percuma seseorang tahu Islam, tapi aqidah
aqliyahnya bukan Islam. Terbukti banyak sekali di kalangan para ulama saat
ini yang demikian. Mereka sudah dapat dipastikan telah mengerti Islam dan telah
khatam banyak kitab, sehingga di juluki ulama. Namun, karena aqidah aqliyahnya bukan Islam, maka
tindakannya justru menyimpang dari ajaran Islam.
Tapi bukan itu yang
akan dibahas pada artikel ini, melainkan tentang sabar itu sendiri. Sabar,
berdasarkan macam dan tingkatannya dapat dibagi menjadi 4, yaitu :
1. Sabar
dalam mentaati Allah;
2. Sabar
dari berbuat maksiat terhadap Allah;
3. Sabar
menghadapi ujian karena pilihannya/kehendaknya;
4. Sabar
dalam menghadapi musibah yang datang dari luar
kehendaknya.
Yang
tercakup dalam firman Allah SWT yang artinya, “Bersabarlah kamu terhadap
hukum Rabbmu.” (QS. Al-Insan: 24) Karena hukum Allah ada 2: Hukum Syariat
dan Hukum Kauni, sementara hukum syariat berupa perintah dan larangan, dan
hukum kauni berupa takdir.
Dan
sabar itu sendiri memiliki beberapa keutamaan, sebagaimana disebutkan dalam Al
– Qur’an dalam banyak ayat dan juga hadits :
Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّمَا
يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya
hanya orang-orang yang bersabar sajalah yang akan dipenuhi ganjaran mereka
tanpa batas.” (QS. Az-Zumar: 10)
Allah Ta’ala berfirman:
وَبَشِّرِ
الصَّابِرِينَ
“Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang
bersabar.” (QS. Al-Baqarah: 155)
Atha` bin Abi Rabah berkata: Ibnu Abbas pernah berkata
kepadaku, “Maukah aku tunjukkan kepadamu seorang wanita dari penduduk surga?”
Aku bekata, “Tentu.” Dia berkata:
هَذِهِ الْمَرْأَةُ السَّوْدَاءُ أَتَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ إِنِّي أُصْرَعُ وَإِنِّي أَتَكَشَّفُ فَادْعُ اللَّهَ لِي قَالَ إِنْ شِئْتِ صَبَرْتِ وَلَكِ الْجَنَّةُ وَإِنْ شِئْتِ دَعَوْتُ اللَّهَ أَنْ يُعَافِيَكِ فَقَالَتْ أَصْبِرُ فَقَالَتْ إِنِّي أَتَكَشَّفُ فَادْعُ اللَّهَ لِي أَنْ لَا أَتَكَشَّفَ فَدَعَا لَهَا
هَذِهِ الْمَرْأَةُ السَّوْدَاءُ أَتَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ إِنِّي أُصْرَعُ وَإِنِّي أَتَكَشَّفُ فَادْعُ اللَّهَ لِي قَالَ إِنْ شِئْتِ صَبَرْتِ وَلَكِ الْجَنَّةُ وَإِنْ شِئْتِ دَعَوْتُ اللَّهَ أَنْ يُعَافِيَكِ فَقَالَتْ أَصْبِرُ فَقَالَتْ إِنِّي أَتَكَشَّفُ فَادْعُ اللَّهَ لِي أَنْ لَا أَتَكَشَّفَ فَدَعَا لَهَا
“Wanita berkulit hitam ini, dia pernah menemui Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam seraya berkata, “Sesungguhnya aku menderita
penyakit epilepsi dan auratku sering tersingkap (ketika sedang kambuh), maka
berdoalah kepada Allah untukku (yakni: Agar Dia menyembuhkanku).” Beliau
bersabda: “Jika kamu berkenan, bersabarlah maka bagimu surga, dan jika kamu
berkenan, maka aku akan berdoa kepada Allah agar Allah menyembuhkanmu.” Dia
berkata, “Kalau begitu aku akan bersabar.” Wanita itu berkata lagi, “(Jika
penyakitku kambuh maka) auratku tersingkap, karenanya berdoalah kepada Allah
agar (auratku) tidak tersingkap.” Maka beliau mendoakan untuknya.” (HR.
Al-Bukhari no. 5652 dan Muslim no. 2576)
Dari Shuhaib bin Sinan radhiallahu anhu dia berkata:
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda:
عَجَبًا
لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ
إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
“Sungguh
mengagumkan urusan orang mukmin, sungguh semua urusannya baik baginya, yang
demikian itu tidaklah dimiliki seorang pun kecuali hanya orang yang beriman.
Jika mendapat kebaikan (kemudian) ia bersyukur, maka itu merupakan kebaikan
baginya, dan jika keburukan menimpanya (kemudian) ia bersabar, maka itu
merupakan kebaikan baginya.” (HR. Muslim no. 2999)
Dari Ibnu Umar radhiallahu anhuma dia berkata: Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
الْمُؤْمِنُ
الَّذِي يُخَالِطُ النَّاسَ وَيَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ أَعْظَمُ أَجْرًا مِنْ
الْمُؤْمِنِ الَّذِي لَا يُخَالِطُ النَّاسَ وَلَا يَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ
“Orang
mukmin yang berbaur (berinteraksi) dengan manusia dan bersabar atas perbuatan
buruk mereka, lebih besar pahalanya daripada seorang mukmin yang tidak berbaur
(berinteraksi) dengan manusia dan tidak sabar atas tindakan buruk mereka.”
(HR. At-Tirmizi no. 2507, Ibnu Majah no. 4022, dan dinyatakan shahih oleh
Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 6651)
Adapun, ikhtiar adalah usaha manusia untuk mewujudkan/mencapai
suatu tujuan/keinginan dalam hidupnya, baik meliputi material, spiritual,
kesehatan, dan masa depannya agar tujuan hidupnya selamat sejahtera dunia dan
akhirat terpenuhi. Sebagaimana dalam ayat berikut :
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum
itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka ” (QS Ar – Ra’d : 1).
Ikhtiar juga harus dilakukan dengan bersungguh-sungguh,
sepenuh hati, dan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan dan keterampilan
yang dimiliki. Kegagalan dalam suatu usaha, antara lain disebabkan keterbatasan
dan kekurangan yang terdapat dalam diri manusia itu sendiri. Setiap muslim
dianjurkan untuk bersabar ketika dalam berikhtiar mengalami suatu kegagalan. Karena dengan bersabar seseorang tidak akan
gelisah dan berkeluh kesah atau berputus asa. Dan dalam berikhtiar, sebagai
seorang muslim, hendaknya melandasi usahanya tersebut dengan niat ikhlas untuk
mendapat ridha Allah dan berdoa dengan senantiasa mengikuti perintah Allah yang
diiringi dengan perbuatan baik.
Penutup
Sehingga dalam mencapai suatu tujuan, ikhtiar dan sabar
tidak dapat dipisahkan, keduanya harts berdampingan. Ketika sabar dipisahkan
dari ikhtiar maka seseorang akan mudah menjadi putus asa. Dengan bersabar,
sesungguhnya seseorang telah berikhtiar. Sabar merupakan suatu tindakan yang
dilakukan seseorang dalam menghadapi permasalahan yang tengah dihadapi. Karena
pada dasarnya bersabar bukanlah suatu perkara yang mudah, perlu tekad dan
keputusan yang kongkrit dari dalam hati seseorang untuk melakukannya, mau
bersabar atau tidak.
Semoga Allah SWT senantiasa mengkaruniakan kesabaran kepada
diri kita dalam menghadapi suatu permasalahan, baik dalam keadaan sempit maupun
lapang, susah maupun senang, sehat maupun sakit, kaya maupun miskin, aman
maupun terancam. Dan semoga hidayah dan taufiq, senantiasa diberikan oleh Allah
SWT kepada kita, sehingga kita akan tetap istiqomah berdakwah dan berjuang di
jalan – Nya yang lurus, demi tingginya dan tegaknya kalimatullah, Laa ila ha
illallah Muhammadur Rasulullah, sampai titik darah penghabisan. Ya Allah Ya
Rabb kami, curahkanlah kesabaran pada kami, dan teguhkanlah
pendirian kami, dan tolonglah kami dalam menghadapi orang – orang yang kafir. Aamiin Ya Robbal ‘Alamiin…
Wallahu
a’lam bi showab…
Sumber
:
Muawiyah, Abu. 2010.
Sabar & Keutamaannya. http://al-atsariyyah.com/ sabar-keutamaannya.html.
Anonim. 2010. Sabar,
Syukur dan Manusia Bermartabat. http://bahanceramah.blogspot. com/2010/05/sabar-syukur-dan- manusia-bermartabat.html.
0 komentar:
Posting Komentar