Rabu, 20 Juni 2012

Isra' Mi'raj Dan Penegakkan Syari'at Islam



Momentum bulan Rajab kembali menghampiri kaum muslimin, sebagaimana sebuah kebiasaan umat Islam di negeri ini menyambutnya dengan berbagai macam kegiatan-kegiatan keislaman, di masjid atau di mushola. Baik berupa pengajian umum, tabligh akbar, ceramah atau kegiatan lainnya, dengan mengangkat momen peristiwa Isra’ Mi’raj yang jatuh setiap 27 Rajab yang pada tahun ini bertepatan dengan tanggal 17 Juni 2012.
Menyelenggarakan kegiatan-kegiatan keislaman adalah hal yang baik, karena dapat dijadikan sebagai media syi’ar untuk perbaikan umat. Sebab, saat ini dominasi peradaban barat yang begitu kuat telah mempengaruhi pola pikir dan pola tingkah laku jutaan umat Islam yang kadang tidak sesuai dengan ajaran agama Islam.
Budaya pergaulan bebas sudah terlanjur menjadi tren di kalangan pemuda, kesewenang-wenangan penguasa terhadap rakyat tidak pernah berhenti, budaya korupsi menjadi hal yang lumrah di kalangan pejabat, mafia hukum sudah menjadi bagian skenario kehidupan Negara, dan masih banyak fakta kehidupan masyarakat saat ini yang menyimpang dari ajaran agama Islam.
Hukum agama yang berkaitan dengan kehidupan dunia, seperti hukum kekeluargaan, pendidikan, perekonomian, kenegaraan, pidana, tidak lagi diindahkan dan digunakan sebagai pedoman hidup. Saat ini, umat Islam memahami agama Islam sekedar ibadah ritual, seperti sholat, puasa, zakat dan haji, tidak lebih dari itu. Seolah kalau sudah rajin sholat, berpuasa, menuaikan zakat dan haji, kewajibannya sebagai seorang muslim sudah beres.
Begitu juga adanya anggapan, bahwa kalau sholatnya baik maka seluruh amalan lainnya akan baik pula. Benarkah berislam kaffah hanya cukup menunaikan rukun Islam atau hanya mengerjakan sholat dengan baik saja? Lantas, Apa makna sebenarnya dari kandungan ayat “Sholat dapat mencegah dari perbuatan yang keji dan munkar”?, mengingat momen Isra’ Mi’raj adalah momen ketika Nabi Muhammad saw menerima wahyu sholat lima waktu.

Menilik Peristiwa Isra’ Mi’raj
Momen Isra’ Mi’raj adalah momen yang terbaik untuk mengingatkan kita akan perjuangan Nabi Muhammad saw ketika mendakwah agama Islam di Makkah yang senantiasa mendapatkan ujian dan cobaan yang sangat berat. Beliau mendapatkan perlakuan yang tidak baik dari orang-orang kafir Quraisy, seperti cacian, intimidasi/terror, fitnah, hingga boikot dan ancaman pembunuhan.
Di tengah-tengah berbagai kesulitan dalam menyampaikan ajaran Islam tersebut, beliau senantiasa ditolong Allah swt, melalui Istrinya Siti Khadijah, ra dan pamannya Abi Thalib, Nabi Muhammad saw terus mendapat bantuan dan perlindungan dalam mengajak orang-orang Makkah untuk masuk Islam, walaupun kebanyakan orang-orang kafir Quraisy menolak ajakannya, beliau tetap berdakwah.
Namun, tidak berselang lama, Siti khadijah ra dan Abu Thalib wafat, sehingga Nabi Muhammad saw merasakan kesedihan yang mendalam, mengingat  keduanya adalah orang-orang yang sangat dicintai dan telah banyak membantu dakwahnya. Di tengah-tengah kesedihannya itu, Allah swt. menghibur beliau dengan mengutus malaikat Jibril untuk melangsungkan peristiwa Isra’ Mi’raj.
Isra’ Miraj adalah perjalanan Nabi Muhammad saw dari Masjidil Haram Makkah ke Masjidil Aqsha Palestina, yang kemudian dilanjutkan perjalanan ke Sidratul Muntaha, Allah swt berfirman : “Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya (Nabi Muhammad saw) pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya, agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Q.S. Al-Isra': 1).
Dalam perjalanan Isra’ mi’raj, malaikat Jibril menemani Nabi Muhammad saw seraya menjelaskan setiap kejadian yang diperlihatkan kepadanya, baik kejadian di neraka maupun di surga. Peristiwa yang terjadi di neraka dan surga tersebut sebagai gambaran, bahwa nanti akan dialami seluruh umat manusia, mulai umat Nabi Adam as hingga umat Nabi Muhammad saw. 
Dalam peristiwa isra’ mi’raj ini, Nabi Muhammad saw menerima  wahyu sholat lima waktu dari Allah secara langsung tanpa perantara malaikat Jibril, kemudian pada pagi harinya, beliau menyampaikan peristiwa isra’ miraj yang telah dialaminya tersebut kepada kaumnya. Namun, yang terjadi adalah penolakan yang cukup keras dari orang-orang kafir Quraisy, mereka menganggap bahwa apa yang dilakukan Nabi Muhammad saw sebagai bualan, tidak masuk akal dan hanya cerita yang mengada-ada.
Bahkan mereka menuntut beliau dengan tuntutan yang sangat tidak masuk akal, sebagaimana dalam firman-Nya: “Dan mereka berkata: "Kami sekali-kali tidak percaya kepadamu hingga kamu memancarkan mata air dari bumi untuk kami, atau kamu mempunyai sebuah kebun korma dan anggur, lalu kamu alirkan sungai-sungai di celah kebun yang deras alirannya, atau kamu jatuhkan langit berkeping-keping atas kami, sebagaimana kamu katakan atau kamu datangkan Allah dan malaikat-malaikat berhadapan muka dengan kami. Atau kamu mempunyai sebuah rumah dari emas, atau kamu naik ke langit. Dan kami sekali-kali tidak akan mempercayai kenaikanmu itu hingga kamu turunkan atas kami sebuah kitab yang kami baca…” (QS. Al Isra’: 90-93).
Beliau saw menjawab tuntutan mereka dengan menyampaikan firman Allah (QS. Al Isra’ : 93),"Maha Suci Tuhanku, bukankah aku ini hanya seorang manusia yang menjadi rasul?". Begitulah sikap penolakan orang-orang kafir atas peristiwa istimewa isra’ mi’raj yang dialami Nabi Muhammad saw., hanya Abu Bakar yang mempercayai apa yang telah dilakukan beliau. Sikap pembenaran Abu Bakar atas peristiwa isra’ miraj tersebut, menjadikan beliau diberi gelar ash shiddiq (yang membenarkan) oleh Nabi saw.

Menegakkan Sholat berarti Menegakkan Syari’at Islam
Syari’at sholat lima waktu merupakan amalan fardhu (‘ain) bagi setiap individu muslim yang dewasa dan sehat akalnya. Dengan sholat diharapkan kepribadian seorang muslim terbentuk menjadi pribadi yang mukminin dan muttaqin, sehingga sholat berfungsi sebagai media yang dapat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar sebagaimana firman Allah swt. : “Sesungguhnya sholat itu dapat mencegah dari perbuatan keji dan munkar” (QS. Al Ankabut: 45).
Pada kenyataannya, saat ini banyak orang yang masih beranggapan, bahwa banyak orang sholat tetapi masih menipu, mencuri, suap menyuap, korupsi, berzina, membunuh dan masih banyak kemaksiatan yang dilakukannya. Sehingga mereka bertanya, lantas di mana korelasinya  ayat tersebut dengan fakta kemunkaran yang dilakukan  masyarakat saat ini?
Ada yang perlu difahami oleh umat Islam terkait dengan istilah mengerjakan sholat dan menegakkan sholat, karena kedua istilah tersebut memiliki perbedaan makna secara mutlak. Mengerjakan sholat adalah aktivitas ibadah mahdloh yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam dengan syarat-syarat dan rukun-rukunnya. Dalam mengerjakan sholat syarat wajib, syarat sah dan rukun-rukun sholat harus dikerjakan sebagaimana yang dikerjakan Nabi Muhammad saw.
Tidak terpenuhinya syarat dan rukun sholat, maka amalan sholat tersebut tidak sah/tertolak, misal kasus sholat dengan dua bahasa, sholat sambil bersiul, wanita menjadi imamnya laki-laki, dan sebagainya. Nabi saw bersabda : ”Sholatlah sebagaimana engkau melihat aku sholat” (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad). “Barangsiapa mengerjakan perbuatan yang tidak kami perintahkan, maka tertolak.” (HR. Muslim).
Adapun menegakkan sholat adalah menerapkan sistem peradilan Islam dan melestarikannya atas orang mukalaf (yang terbeban hukum) sholat dengan sanksi ta’zir atau sanksi riddah (orang yang murtad). Oleh karena itu, sholat sebagai ibadah yang mencakup tiga aspek, yaitu khudu’ (patuh), ridho (rela), taslim (berserah diri). Sholat dikatakan dapat mencegah seseorang dari perbuatan keji dan munkar, apabila ia patuh, rela dan berserah diri untuk  diatur dengan hukum-hukum Allah di seluruh aspek kehidupannya.
Itulah sebenarnya makna sholat dapat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Oleh karena itu, untuk mendorong agar sholat dapat berperan sebagai pencegah perbuatan maksiat maka dibutuhkan metode penegakkan sholat.
Penegakkan sholat merupakan perkara utama karena tegakknya sholat adalah tegaknya agama, robohnya sholat adalah robohnya agama pula, sebagaimana sabda Nabi saw: “Sholat adalah tiang agama, barangsiapa menegakkannya maka sesunguhnya dia telah menegakkan agama dan barangsiapa meninggalkannya sesungguhnya dia telah merobohkan agama (HR. Baihaqi).

Bagaimana Menegakkan Sholat dan Syari’at Islam?
Penegakkan sholat merupakan bagian dari penerapan sistem peradilan Islam seperti metode dalam menegakkan syari’at Islam secara umum bukan khusus menegakkan sholat. Oleh karena itu, disyari’atkan atas orang yang meninggalkan sholat lima waktu dengan takzir karena telah bermaksiat dan had atas yang murtad jika selama tiga hari tidak kembali masuk Islam, serta sanksi atas pelanggaran syari’at-syari’at yang lain.
Sesungguhnya Allah telah mensyari’atkan adanya daulah khilafah Islam dalam penegakkan syari’at sholat, karena hanya dengan metode daulah, penerapan dan pelestarian sholat dapat ditegakkan, orang-orang yang tidak mengerjakan sholat akan dijatuhi sanksi, begitu pula orang-orang yang berbuat kemunkaran dan kekejian dapat dicegah.
Nabi Muhammad saw pada masanya menerapkan dan melestraikan sholat hanya dengan metode daulah Islam Madinah. Dengan metode yang sama, beliau menerapkan dan melestarikan syari’at Islam yang lain secara keseluruhan. Allah swt. berfirman: “Apa-apa yang dibawa rasul maka ambilah dan apa-apa yang dilarangnya maka tinggalkanlah(QS. Al Hasyr: 7). Jadi, Nabi Muhammad saw datang dengan metode ini dalam menegakkan syari’at Allah seperti dalam menerapkan  dan melestarikan kewajiban syari’at sholat.
Memahami perintah menegakkan sholat merupakan sebuah keharusan yang mesti dipahami oleh setiap muslim. Jangan sampai umat Islam mengingkari tentang kewajiban menegakkan sholat. Pemahaman ini harus terpatri betul dalam benak setiap kaum muslim, karena merupakan bagian keimanan setiap muslim atas wahyu Allah yang ada dalam Al Quran dengan semua isinya.
Dan bahkan tidak hanya perintah sholat saja, berbagai macam pemikiran yang termaktub dalam Al Quran juga harus menjadi sebuah pemikiran yang ada di benak kaum muslimin. Pengingkaran terhadap sebagian Wahyu Allah sama statusnya dengan mengingkari wahyu tentang perintah sholat. Dan bahkan mengingkari satu ayat saja tentang apapun sama statusnya dia mengingkari Al Quran beserta isinya.
Sehingga, Momen Isra’ Miraj harus dijadikan umat Islam sebagai media untuk meneladani Nabi Muhammad saw dalam melaksanakan perintah Allah swt, yaitu sholat lima waktu sesuai dengan ajaran beliau saw, sekaligus sebagai momen untuk menegakkan syari’at. Ide sekulerisme yang telah membuat agama dipisahkan dari pengaturan kehidupan dunia, harus dibuang jauh-jauh dan kembali kepada aqidah dan hukum Islam secara keseluruhan. Dengan demikian, momen Isra’ mi’raj bukan sekedar momen ritual semata, akan tetapi momen istimewa untuk kembali kepada Islam kaffah.
Wallahu a’lam bishhsowab.

0 komentar:

Posting Komentar