Momentum bulan Rajab kembali menghampiri kaum
muslimin, sebagaimana sebuah kebiasaan umat Islam di negeri ini menyambutnya
dengan berbagai macam kegiatan-kegiatan keislaman, di masjid atau di mushola. Baik
berupa pengajian umum, tabligh akbar, ceramah atau kegiatan lainnya, dengan
mengangkat momen peristiwa Isra’ Mi’raj yang jatuh setiap 27 Rajab yang pada
tahun ini bertepatan dengan tanggal 17 Juni 2012.
Menyelenggarakan kegiatan-kegiatan keislaman
adalah hal yang baik, karena dapat dijadikan sebagai media syi’ar untuk
perbaikan umat. Sebab, saat ini dominasi peradaban barat yang begitu kuat telah
mempengaruhi pola pikir dan pola tingkah laku jutaan umat Islam yang kadang tidak
sesuai dengan ajaran agama Islam.
Budaya pergaulan bebas sudah terlanjur menjadi tren
di kalangan pemuda, kesewenang-wenangan penguasa terhadap rakyat tidak pernah
berhenti, budaya korupsi menjadi hal yang lumrah di kalangan pejabat, mafia
hukum sudah menjadi bagian skenario kehidupan Negara, dan masih banyak fakta
kehidupan masyarakat saat ini yang menyimpang dari ajaran agama Islam.
Hukum agama yang berkaitan dengan kehidupan
dunia, seperti hukum kekeluargaan, pendidikan, perekonomian, kenegaraan, pidana,
tidak lagi diindahkan dan digunakan sebagai pedoman hidup. Saat ini, umat Islam
memahami agama Islam sekedar ibadah ritual, seperti sholat, puasa, zakat dan
haji, tidak lebih dari itu. Seolah kalau sudah rajin sholat, berpuasa,
menuaikan zakat dan haji, kewajibannya sebagai seorang muslim sudah beres.
Begitu juga adanya anggapan, bahwa kalau
sholatnya baik maka seluruh amalan lainnya akan baik pula. Benarkah berislam
kaffah hanya cukup menunaikan rukun Islam atau hanya mengerjakan sholat dengan
baik saja? Lantas, Apa makna sebenarnya dari kandungan ayat “Sholat dapat
mencegah dari perbuatan yang keji dan munkar”?, mengingat momen Isra’ Mi’raj
adalah momen ketika Nabi Muhammad saw menerima wahyu sholat lima waktu.
Menilik
Peristiwa Isra’ Mi’raj
Momen Isra’ Mi’raj adalah momen yang terbaik
untuk mengingatkan kita akan perjuangan Nabi Muhammad saw ketika mendakwah
agama Islam di Makkah yang senantiasa mendapatkan ujian dan cobaan yang sangat
berat. Beliau mendapatkan perlakuan yang tidak baik dari orang-orang kafir
Quraisy, seperti cacian, intimidasi/terror, fitnah, hingga boikot dan ancaman
pembunuhan.
Di tengah-tengah berbagai kesulitan dalam
menyampaikan ajaran Islam tersebut, beliau senantiasa ditolong Allah swt,
melalui Istrinya Siti Khadijah, ra dan pamannya Abi Thalib, Nabi Muhammad saw
terus mendapat bantuan dan perlindungan dalam mengajak orang-orang Makkah untuk
masuk Islam, walaupun kebanyakan orang-orang kafir Quraisy menolak ajakannya,
beliau tetap berdakwah.
Namun, tidak berselang lama, Siti khadijah ra
dan Abu Thalib wafat, sehingga Nabi Muhammad saw merasakan kesedihan yang
mendalam, mengingat keduanya adalah
orang-orang yang sangat dicintai dan telah banyak membantu dakwahnya. Di
tengah-tengah kesedihannya itu, Allah swt. menghibur beliau dengan mengutus
malaikat Jibril untuk melangsungkan peristiwa Isra’ Mi’raj.
Isra’ Miraj adalah perjalanan Nabi Muhammad saw
dari Masjidil Haram Makkah ke Masjidil Aqsha Palestina, yang kemudian
dilanjutkan perjalanan ke Sidratul Muntaha, Allah swt berfirman : “Maha Suci
Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya (Nabi Muhammad saw) pada suatu malam
dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya,
agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami.
Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Q.S. Al-Isra':
1).
Dalam perjalanan Isra’ mi’raj, malaikat Jibril
menemani Nabi Muhammad saw seraya menjelaskan setiap kejadian yang
diperlihatkan kepadanya, baik kejadian di neraka maupun di surga. Peristiwa
yang terjadi di neraka dan surga tersebut sebagai gambaran, bahwa nanti akan
dialami seluruh umat manusia, mulai umat Nabi Adam as hingga umat Nabi Muhammad
saw.
Dalam peristiwa isra’ mi’raj ini, Nabi Muhammad
saw menerima wahyu sholat lima waktu
dari Allah secara langsung tanpa perantara malaikat Jibril, kemudian pada pagi
harinya, beliau menyampaikan peristiwa isra’ miraj yang telah dialaminya
tersebut kepada kaumnya. Namun, yang terjadi adalah penolakan yang cukup keras
dari orang-orang kafir Quraisy, mereka menganggap bahwa apa yang dilakukan Nabi
Muhammad saw sebagai bualan, tidak masuk akal dan hanya cerita yang
mengada-ada.
Bahkan mereka menuntut beliau dengan tuntutan
yang sangat tidak masuk akal, sebagaimana dalam firman-Nya: “Dan mereka berkata:
"Kami sekali-kali tidak percaya kepadamu hingga kamu memancarkan mata air
dari bumi untuk kami, atau kamu mempunyai sebuah kebun korma dan anggur, lalu
kamu alirkan sungai-sungai di celah kebun yang deras alirannya, atau kamu
jatuhkan langit berkeping-keping atas kami, sebagaimana kamu katakan atau kamu
datangkan Allah dan malaikat-malaikat berhadapan muka dengan kami. Atau kamu
mempunyai sebuah rumah dari emas, atau kamu naik ke langit. Dan kami
sekali-kali tidak akan mempercayai kenaikanmu itu hingga kamu turunkan atas
kami sebuah kitab yang kami baca…” (QS. Al Isra’: 90-93).
Beliau saw menjawab tuntutan mereka dengan menyampaikan firman
Allah (QS. Al Isra’ : 93),"Maha Suci Tuhanku, bukankah aku ini hanya
seorang manusia yang menjadi rasul?". Begitulah sikap penolakan
orang-orang kafir atas peristiwa istimewa isra’ mi’raj yang dialami Nabi
Muhammad saw., hanya Abu Bakar yang mempercayai apa yang telah dilakukan
beliau. Sikap pembenaran Abu Bakar atas peristiwa isra’ miraj tersebut,
menjadikan beliau diberi gelar ash shiddiq (yang membenarkan) oleh Nabi
saw.
Menegakkan
Sholat berarti Menegakkan Syari’at Islam
Syari’at sholat lima waktu merupakan amalan
fardhu (‘ain) bagi setiap individu muslim yang dewasa dan sehat akalnya. Dengan
sholat diharapkan kepribadian seorang muslim terbentuk menjadi pribadi yang
mukminin dan muttaqin, sehingga sholat berfungsi sebagai media yang dapat
mencegah dari perbuatan keji dan mungkar sebagaimana firman Allah swt. :
“Sesungguhnya sholat itu dapat mencegah dari perbuatan keji dan munkar” (QS.
Al Ankabut: 45).
Pada kenyataannya, saat ini banyak orang yang
masih beranggapan, bahwa banyak orang sholat tetapi masih menipu, mencuri, suap
menyuap, korupsi, berzina, membunuh dan masih banyak kemaksiatan yang
dilakukannya. Sehingga mereka bertanya, lantas di mana korelasinya ayat tersebut dengan fakta kemunkaran yang
dilakukan masyarakat saat ini?
Ada yang perlu difahami oleh umat Islam terkait
dengan istilah mengerjakan sholat dan menegakkan sholat, karena
kedua istilah tersebut memiliki perbedaan makna secara mutlak. Mengerjakan
sholat adalah aktivitas ibadah mahdloh yang diawali dengan takbir dan
diakhiri dengan salam dengan syarat-syarat dan rukun-rukunnya. Dalam
mengerjakan sholat syarat wajib, syarat sah dan rukun-rukun sholat harus
dikerjakan sebagaimana yang dikerjakan Nabi Muhammad saw.
Tidak terpenuhinya syarat dan rukun sholat, maka
amalan sholat tersebut tidak sah/tertolak, misal kasus sholat dengan dua
bahasa, sholat sambil bersiul, wanita menjadi imamnya laki-laki, dan sebagainya.
Nabi saw bersabda : ”Sholatlah sebagaimana engkau melihat aku sholat” (HR.
Bukhari, Muslim, Ahmad). “Barangsiapa mengerjakan perbuatan yang tidak
kami perintahkan, maka tertolak.” (HR. Muslim).
Adapun menegakkan
sholat adalah menerapkan sistem peradilan Islam dan melestarikannya atas
orang mukalaf (yang terbeban hukum) sholat dengan sanksi ta’zir atau sanksi
riddah (orang yang murtad). Oleh karena itu, sholat sebagai ibadah yang
mencakup tiga aspek, yaitu khudu’
(patuh), ridho (rela), taslim (berserah diri). Sholat dikatakan
dapat mencegah seseorang dari perbuatan keji dan munkar, apabila ia patuh, rela
dan berserah diri untuk diatur dengan
hukum-hukum Allah di seluruh aspek kehidupannya.
Itulah sebenarnya makna sholat dapat mencegah
dari perbuatan keji dan mungkar. Oleh karena itu, untuk mendorong agar sholat
dapat berperan sebagai pencegah perbuatan maksiat maka dibutuhkan metode
penegakkan sholat.
Penegakkan sholat merupakan perkara utama karena
tegakknya sholat adalah tegaknya agama, robohnya sholat adalah robohnya agama pula,
sebagaimana sabda Nabi saw: “Sholat adalah tiang agama, barangsiapa
menegakkannya maka sesunguhnya dia telah menegakkan agama dan barangsiapa
meninggalkannya sesungguhnya dia telah merobohkan agama (HR. Baihaqi).
Bagaimana
Menegakkan Sholat dan Syari’at Islam?
Penegakkan sholat merupakan bagian dari
penerapan sistem peradilan Islam seperti metode dalam menegakkan syari’at Islam
secara umum bukan khusus menegakkan sholat. Oleh karena itu, disyari’atkan atas
orang yang meninggalkan sholat lima waktu dengan takzir karena telah bermaksiat
dan had atas yang murtad jika selama tiga hari tidak kembali masuk Islam, serta
sanksi atas pelanggaran syari’at-syari’at yang lain.
Sesungguhnya Allah telah mensyari’atkan adanya
daulah khilafah Islam dalam penegakkan syari’at sholat, karena hanya dengan
metode daulah, penerapan dan pelestarian sholat dapat ditegakkan, orang-orang
yang tidak mengerjakan sholat akan dijatuhi sanksi, begitu pula orang-orang
yang berbuat kemunkaran dan kekejian dapat dicegah.
Nabi Muhammad saw pada masanya menerapkan dan
melestraikan sholat hanya dengan metode daulah Islam Madinah. Dengan metode
yang sama, beliau menerapkan dan melestarikan syari’at Islam yang lain secara
keseluruhan. Allah swt. berfirman: “Apa-apa yang dibawa rasul maka ambilah
dan apa-apa yang dilarangnya maka tinggalkanlah” (QS. Al Hasyr: 7).
Jadi, Nabi Muhammad saw datang dengan metode ini dalam menegakkan syari’at
Allah seperti dalam menerapkan dan
melestarikan kewajiban syari’at sholat.
Memahami perintah menegakkan sholat merupakan
sebuah keharusan yang mesti dipahami oleh setiap muslim. Jangan sampai umat Islam
mengingkari tentang kewajiban menegakkan sholat. Pemahaman ini harus terpatri
betul dalam benak setiap kaum muslim, karena merupakan bagian keimanan setiap
muslim atas wahyu Allah yang ada dalam Al Quran dengan semua isinya.
Dan bahkan tidak hanya perintah sholat saja,
berbagai macam pemikiran yang termaktub dalam Al Quran juga harus menjadi
sebuah pemikiran yang ada di benak kaum muslimin. Pengingkaran terhadap
sebagian Wahyu Allah sama statusnya dengan mengingkari wahyu tentang perintah
sholat. Dan bahkan mengingkari satu ayat saja tentang apapun sama statusnya dia
mengingkari Al Quran beserta isinya.
Sehingga, Momen Isra’ Miraj harus dijadikan umat
Islam sebagai media untuk meneladani Nabi Muhammad saw dalam melaksanakan perintah
Allah swt, yaitu sholat lima waktu sesuai dengan ajaran beliau saw, sekaligus
sebagai momen untuk menegakkan syari’at. Ide sekulerisme yang telah membuat
agama dipisahkan dari pengaturan kehidupan dunia, harus dibuang jauh-jauh dan
kembali kepada aqidah dan hukum Islam secara keseluruhan. Dengan demikian,
momen Isra’ mi’raj bukan sekedar momen ritual semata, akan tetapi momen
istimewa untuk kembali kepada Islam kaffah.
Wallahu
a’lam bishhsowab.
0 komentar:
Posting Komentar