Jumat, 13 Juli 2012

Pilih Aman atau Halal ?!


Kon­tro­ver­si sosialisasi kondom bagi kelompok seks berisiko terus bergulir. Seperti diberitakan di berbagai media massa, Menkes Nafsiah mboi akan meningkatkan kampanye penggunaan kondom termasuk kepada remaja berusia 15 sampai 24 tahun. “Kampanye kondom bukan sembarang kampanye. Itu adalah salah satu indikator dalam MDGs poin 6, yaitu penggunaan kondom pada seks beresiko. Jadi itu kewajiban kami untuk mengampanyekan kondom pada seks beresiko,” ujarnya, dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Kesehatan (Kemkes), Kamis (14/6).
Nafsiah mengatakan, yang dimaksud dengan seks berisiko adalah setiap hubungan seks yang berisko menularkan penyakit dan atau berisiko memicu kehamilan yang tidak direncanakan. Kampanye ini menjadi penting, mengingat masih banyak kasus kehamilan yang tidak direncanakan terjadi pada anak-anak remaja.
Menurutnya, sangat penting untuk melakukan pendekatan kesehatan kepada masyarakat. Terutama untuk mencegah agar tidak ada kehamilan yang terjadi karena tidak direncanakan. Program pengadaan kondom ini “relevan” dengan program instansi lain yaitu BKKBN yang pada tahun 2012 ini menganggarkan pengadaan kondom  sebesar 25.231.735.000,00  rupiah.
Walaupun rencana tersebut kemudian diralat dan “diluruskan” oleh Menkes, namun tak urung program kontroversial ini menjadi perdebatan dan polemik di masyarakat. Kampanye kondom dianggap cerminan perspektif pemimpin negeri berkaitan dengan masalah pergaulan bebas dan penyebaran HIV/AIDS.

Halal Vs Aman
Persoalan hubungan seks di luar nikah (zina) di negeri sepertinya menjadi persoalan yang tidak kunjung selesai, bahkan semakin bertambah pelik. Hal itu dikarenakan di negeri ini masih saja bersikukuh menerapkan sistem kapitalisme dalam setiap aspek kehidupan, walaupun telah nampak secara terang kebobrokannya. Maraknya perzinahan sekarang ini dikarenakan masih diterapkannya sistem pergaulan kapitalis, sistem penegakan kapitalis dan juga problem solving (mu’alajah) kapitalis.
Sistem pergaulan kapitalisme yang menganut azas kebebasan bertingkah laku, termasuk kebebasan berhubungan antara pria dan wanita memicu perilaku seks bebas. Paham kebebasan bertingkah laku ini tanpa sadar dianut oleh para orang tua. Maka tak heran jika di zaman sekarang ini para orang tua memaklumi putra putrinya berkholwat (berduaan/bersepi-sepi) serta berikhtilat (bercampur) dengan lawan jenisnya yang mereka istilahkan sebagai “pacaran”.
Bahkan pada sebagian orang agak gelisah ketika putra – putrinya belum memiliki pasangan (pacar) pada usia puber. Padahal khalwat dan ikhtilat adalah pintu terjadinya zina (mendekati zina) dan merupakan perbutan yang dilarang Allah swt sebagaimana firman-Nya :” Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (TQS. Al Israa : 32)
Ide mengkampanyekan penggunaan kondom adalah dalam rangka menyesuaikan dengan program MDG’s, khususnya point 6 tentang Memerangi HIV dan aids, malaria dan penyakit lainnya. Untuk itu penggunaan kondom diserukan digunakan bagi personal yang memiliki resiko tinggi dalam berhubungan seks, dalam pengertian beresiko tertular penyakit HIV / AIDS atau mengalami kehamilan yang tidak direncanakan. Program ini sama sekali tidak membahas apakah hubungan seks tersebut dilakukan secara sah ataupun tidak. Program ini semata – mata mementingkan masalah “keamanan”.
MDG’s adalah program pengentasan kemiskinan dalam konsep kapitalisme dan tentu saja program ini berfungsi melanggenggakan tatanan hidup kapitalis di muka bumi. Maka tidak heran jika kampanye kondom menjadi pilihan dalam merealisasikan tujuan ini karena dalam pandangan kaum kapitalis yang mengagungkan kebebasan, pilihan dalam berhubungan dengan lawan jenis adalah urusan privat. Negara tidak diperkenanakan mengintervensi pilihan hubungan masyarakatnya. Asalkan hubungan tersebut dilakukan dengan suka sama suka tanpa paksaan, maka hubungan tersebut “legal” betapapun tanpa didahului dengan proses pernikahan.
Ironisnya, hukum Belanda yang masih dipakai di negeri ini juga melegitimasi perzinahan. Pasal 284 (1) KUHP hanya menghukum pezina selama – lamanya 9 bulan penjara. Selain itu, seseorang dianggap melakukan tindak pidana zina jika salah satu atau keduanya terikat dengan pernikahan yang syah. Berarti, jika kedua pelaku belum memiliki tali perkawinan maka perbuatan tersebut tidak dapat dipidana. Lagipula, pasal 284 KUHP adalah delik aduan, yang tidak memungkinkan perbuatan itu dipidana jika tidak ada pengaduan dari pihak yang merasa dirugikan (suami atau istri yang dikhianati pasangannya).
Perspektif ini tentu saja bertolak belakang dengan aqidah Islam. Agama Islam menempatkan kebersihan nasab (keturunan) sebagai salah satu hal yang penting dan wajib dilindungi, oleh karena itu hubungan seksual hanya boleh dilakukan dalam wadah pernikahan. Untuk itu Islam melarang ummatnya melakukan perzinahan, bagi yang sudah punya keinginan, maka ia disunahkan untuk segera menikah.
Sebagaimana hadits Rasulullah SAW :  "Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian telah mampu serta berkeinginan untuk menikah, maka hendaklah ia menikah. Karena sesungguhnya pernikahan itu dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Dan barangsiapa tidak mampu, maka hendaklah ia berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu dapat menjadi tameng baginya (melemahkan syahwat)." (Muttafaq 'alaih).
Islam melarang perzinahan secara umum. Larangan ini ditujukan pada orang yang belum terikat perkawinan, sudah menikah ataupun pernah menikah. Dengan kata lain Islam juga melarang perselingkuhan. Bagi para suami yang masih memiliki keinginan lebih, maka disyariatkan baginya untuk merealisasikan hubungannya secara sah melalui syariat poligami. Sebagaiman firman Allah swt ; "Maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, ….." (TQS. Al-Nisa': 3). Namun tentu saja poligami ini harus dilakukan sesuai dengan “syarat dan ketentuan yang berlaku”.

Pandangan Islam terhadap perzinahan
Zina termasuk perbuatan dosa besar. Hal ini dapat dilihat dari urutan penyebutannya setelah dosa musyrik dan membunuh tanpa alasan yang haq, Allah berfirman: “Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan (alasan) yang benar dan tidak berzina.” (TQS. Al-Furqaan: 68). Imam Al-Qurthubi mengomentari, “Ayat ini menunjukkan bahwa tidak ada dosa yang lebih besar setelah kufur selain membunuh tanpa alasan yang dibenarkan dan zina.” Sementara menurut Imam Ahmad, perbuatan dosa besar setelah membunuh adalah zina.
Islam melarang dengan tegas perbuatan zina karena perbuatan tersebut adalah kotor dan keji. Allah berfirman: “Dan janganlah kamu mendekati perbuatan zina. Sesungguhnya zina itu suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk”. (QS. Al-Isra’: 32). Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di, seorang ulama besar berkomentar: “Allah Swt telah mengategorikan zina sebagai perbuatan keji dan kotor. Artinya, zina dianggap keji menurut syara’, akal dan fitrah karena merupakan pelanggaran terhadap hak Allah, hak istri, hak keluarganya atau suaminya, merusak kesucian pernikahan, mengacaukan garis keturunan, dan melanggar tatanan lainnya”.
Imam Ibnul Qayyim menjelaskan, “Firman Allah Swt yang berbunyi: “Katakanlah, Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan keji, baik yang tampak ataupun yang tersembunyi” (QS.Al-Maidah: 33), menjadi dalil bahwa inti dari perbuatan zina adalah keji dan tidak bisa diterima akal. Dan, hukuman zina dikaitkan dengan sifat kekejiaannya itu”. Kemudian ia menambahkan, “Oleh karena itu, Allah berfirman: “Dan janganlah kamu mendekati perbuatan zina. Sesungguhnya zina itu suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk”. (QS. Al-Isra’: 32)
Oleh karena itu, Islam telah menetapkan hukuman yang tegas bagi pelaku zina dengan hukuman cambuk seratus kali bagi yang belum nikah dan hukuman rajam sampai mati bagi orang yang menikah. Di samping hukuman fisik tersebut, hukuman moral atau sosial juga diberikan bagi mereka, yaitu diumumkan aibnya, diasingkan (taghrib), tidak boleh dinikahi dan ditolak persaksiannya.
Hukuman ini sebenarnya lebih bersifat preventif (pencegahan) dan pelajaran berharga bagi orang lain. Artinya hukuman yang keras ini menjadi shock therapy bagi masyarakat agar tidak sekali – kali melakukana perbuatan zina. Hal ini mengingat dampak zina yang sangat berbahaya bagi kehidupan manusia, baik dalam konteks tatanan kehidupan individu, keluarga (nasab) maupun masyarakat.
Hukuman zina tidak hanya menimpa pelakunya saja, tetapi juga berimbas kepada masyarakat sekitarnya, karena murka Allah akan turun kepada kaum atau masyarakat yang membiarkan perzinaan hingga mereka semua binasa, berdasarkan sabda Rasulullah saw: “Jika zina dan riba telah merebak di suatu kaum, maka sungguh mereka telah membiarkan diri mereka ditimpa azab Allah.” (HR. Al-Hakim). Di dalam riwayat lain Rasulullah saw bersabda: “Ummatku senantiasa ada dalam kebaikan selama tidak terdapat anak zina, namun jika terdapat anak zina, maka Allah Swt akan menimpakan azab kepada mereka.” (H.R Ahmad).
Ibnul Qayyim mengatakan bahwa zina adalah salah satu penyebab kematian massal dan penyakit tha’un. Tatkala perzinaan dan kemungkaran merebak dikalangan pengikut Nabi Musa as, Allah Swt menurunkan wabah tha’un sehingga setiap hari 71.000 orang mati. Kemungkinan besar, penyakit berbahaya yang dewasa ini disebut dengan HIV/AIDS (Human Immunodefienscy Virus/Acquire Immune Defisiency Syindrome) adalah penyakit tha’un (penyakit mematikan yang tidak ada obatnya di zaman dulu) yang menimpa ummat terdahulu itu. Na’uu zubilahi min dzalik. semoga kita tidak ditimpakan musibah ini.
            Melihat dampak negatif (mudharat) yang ditimbulkan oleh zina sangat besar, maka Islampun mengharamkan hal-hal yang dapat menjerumuskan kedalam maksiat zina, seperti khalwat, pacaran, pergaulan bebas, menonton VCD/DVD porno dan sebagainya, berdasarkan dalil sadduz zari’ah. Hal ini diperkuat lagi dengan kaidah Fiqh yang masyhur: “Al wasilatu kal ghayah” (sarana itu hukumnya sama seperti tujuan) dan kaidah: “Maa la yatimmul waajib illa bihi fahuwa waajib” (Apa yang menyebabkan tak sempurnanya kewajiban kecuali dengannya maka ia menjadi wajib pula).
Dan berdasarkan makna tersurat dalam firman Allah: “Dan janganlah kamu mendekati perbuatan zina. Sesungguhnya zina itu suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk”. (QS. Al-Isra’: 32). Maka secara mafhum muwafaqah, maknanya adalah mendekati zina saja hukumnya dilarang (haram), terlebih lagi sampai melakukan perbuatan zina, maka ini hukumnya jelas lebih haram.
Inilah rahasia kesempurnaan agama Islam dan misinya yang menjadi rahmatan lil ‘aalamiin (rahmat bagi segenap penghuni dunia). Islam sangat memperhatikan kemaslahatan ummat manusia, baik dalam skala individu, sosial (masyarakat), maupun Negara. Selain itu, Islam juga menolak dan melarang segala kemudharatan (bahaya) yang dapat menimpa pribadi, masyarakat dan Negara. Prinsip ini dalam ilmu Ushul Fiqh dikenal dengan maqashid syar’i (maksud dan tujuan syariat).

Menerapkan sistem pergaulan Islam
Sesungguhnya Islam datang dengan seperangkat aturan/hukum-hukum yang mampu menjawab semua persoalan yang dihadapi umat manusia, termasuk diantaranya adalah Islam memiliki sebuah aturan/sistem yang mengatur interaksi/pergaulan pria dan wanita secara jelas dan terperinci. Sistem pergaulan (An-Nidzamul Ijtima’) adalah sistem yang mengatur interaksi/pergaulan pria dan wanita serta mengatur hubungan yang timbul sebagai implikasi dari adanya interaksi/pergaulan yang terjadi dan segala sesuatu yang terkait dengan hubungan tersebut.
Diantara aturan-aturan tertentu yang mengatur interaksi pria dan wanita dalam Alquran dan al-hadits adalah :
1.      Islam telah memerintahkan kepada pria dan wanita untuk menundukkan pandangan, sebagaiman firman Allah dalam Q.S An-Nur : 30-31 yang artinya :
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih Suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat". Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya
2.      Islam memerintahkan kepada para wanita untuk mengenakan pakaian secara sempurna, sebagaiman firman Allah dalam Q.S An-Nur : 31 dan Al-Ahzab : 59, yang artinya
Hai nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya[1232] ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, Karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.( Q.S Al-Ahzab : 59)
3.      Islam melarang pria dan wanita untuk berkhalwat, Rasulullah bersabda “ tidak diperbolehkan seorang pria dan wanita berkhalwat kecuali jika wanita itu disertai mahramnya”
4.      Islam melarang wanita keluar dari rumahnya kecuali seizin suaminya, rasulullah bersabda :
 “ hendaklah engkau takut kepada Allah dan janganlah engkau melanggar pesan suamimu”
5.      Islam sangat menjaga agar dalam kehidupan khusus hendaknya komunitas kaum wanita terpisah dari komunitas kaum pria
6.      Islam sangat menjaga agar hubungan kerjasama antara pria dan wanita hendaknya bersifat umum dalam urusan-urusan muamalah.

Khatimah
Seorang muslim hendaknya menjalani kehidupannya sesuai dengan pedoman yang diturunkan oleh Allah swt melalui rasul-Nya. Barangsiapa mengikuti pedoman tersebut niscaya ia akan mendapatkan kebaikan sebagaimana kaedah syara : aina ma takunu syar’i takunu maslaha, yang artinya dimana ada syariat maka disitu ada kebaikan. Dalam pembahasan ini maknanya barang siapa berhubungan secara halal niscaya akan “aman”, sebaliknya siapa berhubungan seks secara aman belum dijamin kehalalannya.  Jika begini, akankan seorang muslim memilih antara seks aman dengan kondom atau seks halal sesuai Syara,?!
Wallahu a’lam bi ashowab











0 komentar:

Posting Komentar