Kontroversi
sosialisasi kondom bagi kelompok seks berisiko terus bergulir. Seperti
diberitakan di berbagai media massa, Menkes Nafsiah mboi akan meningkatkan
kampanye penggunaan kondom termasuk kepada remaja berusia 15 sampai 24 tahun.
“Kampanye kondom bukan sembarang kampanye. Itu adalah salah satu indikator
dalam MDGs poin 6, yaitu penggunaan kondom pada seks beresiko. Jadi itu
kewajiban kami untuk mengampanyekan kondom pada seks beresiko,” ujarnya, dalam
konferensi pers di Kantor Kementerian Kesehatan (Kemkes), Kamis (14/6).
Nafsiah mengatakan,
yang dimaksud dengan seks berisiko adalah setiap hubungan seks yang berisko
menularkan penyakit dan atau berisiko memicu kehamilan yang tidak direncanakan.
Kampanye ini menjadi penting, mengingat masih banyak kasus kehamilan yang tidak
direncanakan terjadi pada anak-anak remaja.
Menurutnya, sangat
penting untuk melakukan pendekatan kesehatan kepada masyarakat. Terutama untuk
mencegah agar tidak ada kehamilan yang terjadi karena tidak direncanakan.
Program pengadaan kondom ini “relevan” dengan program instansi lain yaitu BKKBN
yang pada tahun 2012 ini menganggarkan pengadaan kondom sebesar 25.231.735.000,00 rupiah.
Walaupun rencana tersebut
kemudian diralat dan “diluruskan” oleh Menkes, namun tak urung program
kontroversial ini menjadi perdebatan dan polemik di masyarakat. Kampanye kondom
dianggap cerminan perspektif pemimpin negeri berkaitan dengan masalah pergaulan
bebas dan penyebaran HIV/AIDS.
Halal Vs Aman
Persoalan hubungan
seks di luar nikah (zina) di negeri sepertinya menjadi persoalan yang tidak
kunjung selesai, bahkan semakin bertambah pelik. Hal itu dikarenakan di negeri
ini masih saja bersikukuh menerapkan sistem kapitalisme dalam setiap aspek
kehidupan, walaupun telah nampak secara terang kebobrokannya. Maraknya
perzinahan sekarang ini dikarenakan masih diterapkannya sistem pergaulan
kapitalis, sistem penegakan kapitalis dan juga problem solving (mu’alajah) kapitalis.
Sistem pergaulan
kapitalisme yang menganut azas kebebasan bertingkah laku, termasuk kebebasan
berhubungan antara pria dan wanita memicu perilaku seks bebas. Paham kebebasan
bertingkah laku ini tanpa sadar dianut oleh para orang tua. Maka tak heran jika
di zaman sekarang ini para orang tua memaklumi putra putrinya berkholwat (berduaan/bersepi-sepi) serta berikhtilat (bercampur) dengan lawan
jenisnya yang mereka istilahkan sebagai “pacaran”.
Bahkan pada sebagian
orang agak gelisah ketika putra – putrinya belum memiliki pasangan (pacar) pada
usia puber. Padahal khalwat dan ikhtilat adalah pintu terjadinya zina
(mendekati zina) dan merupakan perbutan yang dilarang Allah swt sebagaimana
firman-Nya :” Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu
adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (TQS. Al Israa : 32)
Ide mengkampanyekan
penggunaan kondom adalah dalam rangka menyesuaikan dengan program MDG’s,
khususnya point 6 tentang Memerangi HIV dan aids, malaria dan penyakit lainnya.
Untuk itu penggunaan kondom diserukan digunakan bagi personal yang memiliki
resiko tinggi dalam berhubungan seks, dalam pengertian beresiko tertular
penyakit HIV / AIDS atau mengalami kehamilan yang tidak direncanakan. Program
ini sama sekali tidak membahas apakah hubungan seks tersebut dilakukan secara
sah ataupun tidak. Program ini semata – mata mementingkan masalah “keamanan”.
MDG’s adalah program
pengentasan kemiskinan dalam konsep kapitalisme dan tentu saja program ini
berfungsi melanggenggakan tatanan hidup kapitalis di muka bumi. Maka tidak
heran jika kampanye kondom menjadi pilihan dalam merealisasikan tujuan ini
karena dalam pandangan kaum kapitalis yang mengagungkan kebebasan, pilihan
dalam berhubungan dengan lawan jenis adalah urusan privat. Negara tidak
diperkenanakan mengintervensi pilihan hubungan masyarakatnya. Asalkan hubungan
tersebut dilakukan dengan suka sama suka tanpa paksaan, maka hubungan tersebut
“legal” betapapun tanpa didahului dengan proses pernikahan.
Ironisnya, hukum
Belanda yang masih dipakai di negeri ini juga melegitimasi perzinahan. Pasal
284 (1) KUHP hanya menghukum pezina selama – lamanya 9 bulan penjara. Selain
itu, seseorang dianggap melakukan tindak pidana zina jika salah satu atau
keduanya terikat dengan pernikahan yang syah. Berarti, jika kedua pelaku belum
memiliki tali perkawinan maka perbuatan tersebut tidak dapat dipidana.
Lagipula, pasal 284 KUHP adalah delik aduan, yang tidak memungkinkan perbuatan
itu dipidana jika tidak ada pengaduan dari pihak yang merasa dirugikan (suami
atau istri yang dikhianati pasangannya).
Perspektif ini tentu
saja bertolak belakang dengan aqidah Islam. Agama Islam menempatkan kebersihan nasab (keturunan) sebagai salah satu hal
yang penting dan wajib dilindungi, oleh karena itu hubungan seksual hanya boleh
dilakukan dalam wadah pernikahan. Untuk itu Islam melarang ummatnya melakukan
perzinahan, bagi yang sudah punya keinginan, maka ia disunahkan untuk segera
menikah.
Sebagaimana hadits
Rasulullah SAW : "Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian telah mampu serta
berkeinginan untuk menikah, maka hendaklah ia menikah. Karena sesungguhnya
pernikahan itu dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Dan
barangsiapa tidak mampu, maka hendaklah ia berpuasa, karena sesungguhnya puasa
itu dapat menjadi tameng baginya (melemahkan syahwat)." (Muttafaq 'alaih).
Islam melarang
perzinahan secara umum. Larangan ini ditujukan pada orang yang belum terikat
perkawinan, sudah menikah ataupun pernah menikah. Dengan kata lain Islam juga
melarang perselingkuhan. Bagi para suami yang masih memiliki keinginan lebih,
maka disyariatkan baginya untuk merealisasikan hubungannya secara sah melalui
syariat poligami. Sebagaiman firman Allah swt ; "Maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga
atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah)
seorang saja, ….." (TQS. Al-Nisa':
3). Namun tentu saja poligami ini harus dilakukan sesuai dengan “syarat
dan ketentuan yang berlaku”.
Pandangan Islam terhadap
perzinahan
Zina termasuk perbuatan dosa besar. Hal ini dapat dilihat dari urutan
penyebutannya setelah dosa musyrik dan membunuh tanpa alasan yang haq, Allah
berfirman: “Dan orang-orang yang tidak
menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan
Allah kecuali dengan (alasan) yang benar dan tidak berzina.” (TQS. Al-Furqaan: 68). Imam Al-Qurthubi mengomentari, “Ayat
ini menunjukkan bahwa tidak ada dosa yang lebih besar setelah kufur selain
membunuh tanpa alasan yang dibenarkan dan zina.” Sementara menurut Imam Ahmad,
perbuatan dosa besar setelah membunuh adalah zina.
Islam melarang dengan tegas perbuatan zina karena perbuatan tersebut
adalah kotor dan keji. Allah berfirman:
“Dan janganlah kamu mendekati perbuatan zina. Sesungguhnya zina itu suatu
perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk”. (QS. Al-Isra’: 32). Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di,
seorang ulama besar berkomentar: “Allah Swt telah mengategorikan zina sebagai
perbuatan keji dan kotor. Artinya, zina dianggap keji menurut syara’, akal dan
fitrah karena merupakan pelanggaran terhadap hak Allah, hak istri, hak
keluarganya atau suaminya, merusak kesucian pernikahan, mengacaukan garis
keturunan, dan melanggar tatanan lainnya”.
Imam Ibnul Qayyim menjelaskan, “Firman Allah Swt yang berbunyi: “Katakanlah, Tuhanku hanya mengharamkan
perbuatan keji, baik yang tampak ataupun yang tersembunyi” (QS.Al-Maidah: 33), menjadi dalil bahwa inti dari perbuatan
zina adalah keji dan tidak bisa diterima akal. Dan, hukuman zina dikaitkan
dengan sifat kekejiaannya itu”. Kemudian ia menambahkan, “Oleh karena itu,
Allah berfirman: “Dan janganlah kamu
mendekati perbuatan zina. Sesungguhnya zina itu suatu perbuatan yang keji dan
suatu jalan yang buruk”. (QS. Al-Isra’:
32)
Oleh karena itu, Islam telah menetapkan hukuman yang tegas bagi pelaku
zina dengan hukuman cambuk seratus kali bagi yang belum nikah dan hukuman rajam
sampai mati bagi orang yang menikah. Di samping hukuman fisik tersebut, hukuman
moral atau sosial juga diberikan bagi mereka, yaitu diumumkan aibnya,
diasingkan (taghrib), tidak boleh
dinikahi dan ditolak persaksiannya.
Hukuman ini sebenarnya lebih bersifat preventif (pencegahan) dan
pelajaran berharga bagi orang lain. Artinya hukuman yang keras ini menjadi shock therapy bagi masyarakat agar tidak
sekali – kali melakukana perbuatan zina. Hal ini mengingat dampak zina yang
sangat berbahaya bagi kehidupan manusia, baik dalam konteks tatanan kehidupan
individu, keluarga (nasab) maupun
masyarakat.
Hukuman zina tidak hanya menimpa pelakunya saja, tetapi juga berimbas
kepada masyarakat sekitarnya, karena murka Allah akan turun kepada kaum atau
masyarakat yang membiarkan perzinaan hingga mereka semua binasa, berdasarkan
sabda Rasulullah saw: “Jika zina dan riba
telah merebak di suatu kaum, maka sungguh mereka telah membiarkan diri mereka
ditimpa azab Allah.” (HR. Al-Hakim).
Di dalam riwayat lain Rasulullah saw bersabda: “Ummatku senantiasa ada dalam kebaikan selama tidak terdapat anak zina,
namun jika terdapat anak zina, maka Allah Swt akan menimpakan azab kepada
mereka.” (H.R Ahmad).
Ibnul Qayyim mengatakan bahwa zina adalah salah satu penyebab kematian
massal dan penyakit tha’un. Tatkala perzinaan dan kemungkaran merebak
dikalangan pengikut Nabi Musa as, Allah Swt menurunkan wabah tha’un sehingga
setiap hari 71.000 orang mati. Kemungkinan besar, penyakit berbahaya yang
dewasa ini disebut dengan HIV/AIDS (Human
Immunodefienscy Virus/Acquire Immune Defisiency Syindrome) adalah penyakit
tha’un (penyakit mematikan yang tidak ada obatnya di zaman dulu) yang menimpa
ummat terdahulu itu. Na’uu zubilahi min dzalik.
semoga kita tidak ditimpakan musibah ini.
Melihat
dampak negatif (mudharat) yang
ditimbulkan oleh zina sangat besar, maka Islampun mengharamkan hal-hal yang
dapat menjerumuskan kedalam maksiat zina, seperti khalwat, pacaran, pergaulan bebas, menonton VCD/DVD porno dan
sebagainya, berdasarkan dalil sadduz zari’ah. Hal ini diperkuat lagi dengan
kaidah Fiqh yang masyhur: “Al wasilatu
kal ghayah” (sarana itu hukumnya sama seperti tujuan) dan kaidah: “Maa la yatimmul waajib illa bihi fahuwa
waajib” (Apa yang menyebabkan tak sempurnanya kewajiban kecuali dengannya
maka ia menjadi wajib pula).
Dan berdasarkan makna tersurat dalam firman Allah: “Dan janganlah kamu mendekati perbuatan zina. Sesungguhnya zina itu
suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk”. (QS. Al-Isra’: 32). Maka secara mafhum muwafaqah, maknanya adalah mendekati zina saja hukumnya dilarang
(haram), terlebih lagi sampai melakukan perbuatan zina, maka ini hukumnya jelas
lebih haram.
Inilah rahasia kesempurnaan agama Islam dan misinya yang menjadi rahmatan lil ‘aalamiin (rahmat bagi
segenap penghuni dunia). Islam sangat memperhatikan kemaslahatan ummat manusia,
baik dalam skala individu, sosial (masyarakat), maupun Negara. Selain itu,
Islam juga menolak dan melarang segala kemudharatan
(bahaya) yang dapat menimpa pribadi, masyarakat dan Negara. Prinsip ini dalam
ilmu Ushul Fiqh dikenal dengan maqashid syar’i (maksud dan tujuan
syariat).
Menerapkan sistem
pergaulan Islam
Sesungguhnya Islam
datang dengan seperangkat aturan/hukum-hukum yang mampu menjawab semua
persoalan yang dihadapi umat manusia, termasuk diantaranya adalah Islam
memiliki sebuah aturan/sistem yang mengatur interaksi/pergaulan pria dan wanita
secara jelas dan terperinci. Sistem pergaulan (An-Nidzamul Ijtima’) adalah sistem yang mengatur
interaksi/pergaulan pria dan wanita serta mengatur hubungan yang timbul sebagai
implikasi dari adanya interaksi/pergaulan yang terjadi dan segala sesuatu yang
terkait dengan hubungan tersebut.
Diantara aturan-aturan
tertentu yang mengatur interaksi pria dan wanita dalam Alquran dan al-hadits
adalah :
1.
Islam telah
memerintahkan kepada pria dan wanita untuk menundukkan pandangan, sebagaiman
firman Allah dalam Q.S An-Nur : 30-31 yang artinya :
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka
menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih
Suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka
perbuat". Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka
menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan
perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya
2. Islam memerintahkan kepada para wanita untuk
mengenakan pakaian secara sempurna, sebagaiman firman Allah dalam Q.S An-Nur :
31 dan Al-Ahzab : 59, yang artinya
Hai nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan
isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya[1232]
ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah
untuk dikenal, Karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.( Q.S Al-Ahzab : 59)
3. Islam melarang pria dan wanita untuk berkhalwat,
Rasulullah bersabda “ tidak diperbolehkan seorang pria dan wanita berkhalwat
kecuali jika wanita itu disertai mahramnya”
4. Islam melarang wanita keluar dari rumahnya kecuali
seizin suaminya, rasulullah bersabda :
“ hendaklah engkau takut kepada
Allah dan janganlah engkau melanggar pesan suamimu”
5. Islam sangat menjaga agar dalam kehidupan khusus
hendaknya komunitas kaum wanita terpisah dari komunitas kaum pria
6.
Islam sangat
menjaga agar hubungan kerjasama antara pria dan wanita hendaknya bersifat umum
dalam urusan-urusan muamalah.
Khatimah
Seorang muslim
hendaknya menjalani kehidupannya sesuai dengan pedoman yang diturunkan oleh
Allah swt melalui rasul-Nya. Barangsiapa mengikuti pedoman tersebut niscaya ia
akan mendapatkan kebaikan sebagaimana kaedah syara : aina ma takunu syar’i takunu maslaha, yang artinya dimana ada
syariat maka disitu ada kebaikan. Dalam pembahasan ini maknanya barang siapa
berhubungan secara halal niscaya akan “aman”, sebaliknya siapa berhubungan seks
secara aman belum dijamin kehalalannya. Jika
begini, akankan seorang muslim memilih antara seks aman dengan kondom atau seks
halal sesuai Syara,?!
Wallahu a’lam bi
ashowab
0 komentar:
Posting Komentar