Jumat, 21 Desember 2012

Dekrit Presiden dan Referendum Mesir, Untuk Siapa ?

Pada 22 November 2012, Presiden Mesir Muhammad Mursi mengeluarkan dekrit presiden yang berisi tentang pemberian kekuasaan yang luar biasa kepada Presiden Mesir yang tidak bisa diganggu gugat oleh lembaga manapun, guna melindungi revolusi mesir yang sudah berjalan. Sebagaimana diberitakan, setelah munculnya dekrti presiden tersebut, terjadi gelombang protes yang luar biasa dari kubu oposisi terhadap kemunculan dekrit tersebut.



Turunnya dekrit ini dikritik sebagai cara Mursi menempatkan diri sebagai "Firaun baru" Mesir. Dalam dekrit itu disebutkan bahwa keputusan Presiden tak bisa diganggu-gugat oleh institusi manapun, termasuk oleh lembaga peradilan. Begitu dinyatakan terbit, ribuan orang merayakan terbitnya dekrit ini di muka Pengadilan Tinggi Kairo, kamis (22/11).

Menurut kubu pendukungnya, dekrit ini akan melindungi amanat revolusi Mesir. Sementara kubu oposisi berpendapat sebaliknya. "Ini adalah kudeta melawan legitimasi," kata Sameh Ashour, ketua sindikasi pengacara, dalam sebuah acara jumpa pers bersama dengan pemimpin oposisi lain, Mohamed ElBaradei dan Amr Moussa. N, mereka mengatakan bahwa "Kami serukan agar warga Mesir menggelar aksi protes di semua lapangan di Mesir pada hari Jumat."

Wael Ghonim, salah satu sosok kunci dalam aksi tahun lalu dalam menggulingkan Presiden Hosni Mubarak, mengatakan revolusi tidak dibuat untuk menjadi diktator baik, Ada perbedaan antara keputusan revolusioner dan keputusan diktator, Cuma Tuhan saja yang keputusannya tak dapat diganggu-gugat. (BBC Indonesia, 23 November 2012).

Melihat kondisi ini kita selalu teringat dengan berbagai macam kondisi serupa yang sering terjadi di negeri-negeri muslim yang mengatasnamakan revolusi dan terjadi bentrok anarkis antara beberapa pihak.



Dekrit Presiden dan Referendum Konstitusi, Sebuah Langkah Maju?

Seperti diketahui, salah satu faktor utama di balik pengeluaran dekrit Presiden Mursi, adalah adanya bocoran berita bahwa MK akan membubarkan dewan konstituante dan Majelis Syura (MPR). Namun demikian, Mahkamah Agung Konstitusi Mesir membantah telah berkonspirasi dengan kekuatan politik lain dalam keputusan pembubaran majelis rendah parlemen, Mei lalu. MK juga membantah berniat membubarkan dewan konstituante dan lembaga Majelis Syura Mesir.

Adapun reformasi konstitusi adalah langkah Presiden Mursi dan kubu Islamis yang ingin mencantumkan di dalam rancangan itu disebutkan, bahwa Islam adalah agama negara dan prinsip-prinsip Syariah Islam menjadi sumber terpenting dalam membuat undang-undang. Bahasa Arab menjadi bahasa resmi Mesir. Presiden akan menjabat untuk masa jabatan 4 tahun dan hanya bisa dipilih lagi satu kali saja. Semua anggota partai pemerintah di masa Hosni Mubarak dilarang melakukan kegiatan politik selama 10 tahun.

Dua langkah inilah yang diambil presiden Mursi dalam menjalankan program revolusi mesir setelah memenangkan dalam pemilihan umum sebelumnya. Namun demikian, langkah tersebut mendapat perlawanan dari kalangan oposisi yaitu dengan menjalankan aksi demonstrasi menolak dekrti presiden dan referendum konstitusi mesir. Penolakan dilakukan karena dianggap langkah Mursi akan membawa mesir kembali kepada sebuah sistem otoriter yang diktator karena tidak mengindahkan hak-hak asasi manusia dalam program revolusinya, namun lebih mengedepankan pendekatan kekuasaan presiden.

Melihat kondisi ini tentunya kita bisa melihat bagaimana masa depan Mesir setelah adanya referendum konstitusi dan dekrit presiden, walaupun pada akhirnya dekrit presiden tersebut dibatalkan. Harapan yang diinginkan adalah perubahan atas politik di Mesir yang nota bene dipimpin oleh kelompok Islam Ikhwanul Muslimin.

Kita tentu bisa melihat bagaimana kisah-kisah pemimpin yang pada awalnya ingin memperjuangkan Islam akhirnya tidak mampu berbuat apa-apa. Apakah Mesir tidak ingat apa yang terjadi ketika partai Hamas menang pemilihan Umum yang pada akhirnya juga tidak bisa berbuat apa-apa karena adanya perlawanan dari kelompok penentang Islam?

Kita semua dapat mengatakan bahwa langkah yang diambil oleh Presiden Mursi dengan mengeluarkan dekrit dan melakukan referendum konstitusi hanya merupakan sebuah langkah sia-sia yang tidak akan memberikan impact dalam penerapan Islam di Mesir, walaupun sebagian kalangan menilai apa yang dilakukan oleh Mursi merupakan sebuah langkah maju dalam menerapkan syariat Islam di Mesir.

Sebagaimana diketahui bahwa Mursi diusung oleh Partai Ikhwanul Muslimin yang nota bene merupakan kelompok dakwah dalam usahanya menerapkan syariat Islam dalam kehidupan bermasyarakat. Namun, langkah yang dilakukan Mursi dengan adanya ketentuan dekrit yang dikeluarkan seolah-olah tidak menggambarkan apa yang menjadi latar belakang kelompok yang dibawanya yaitu untuk menjalankan dakwah.

Apa yang dilakukan Mursi tidak lain hanyalah sebuah upaya mengesahkan kekuasaan untuk kepentingan kelompok jamaahnya, yang pada akhirnya juga mendapat tentangan yang luar biasa dari kelompok oposisi.

Secara sadar bahwa kelompok oposisi akan senantiasa menentang apa yang dilakukan oleh kelompok pemerintahan. Upaya referendum konstitusi dengan mengubah beberapa isi dari konstitusi mesirpun tidak akan membawa perubahan apa-apa dalam kehidupan masyarakat muslim di sana. Itu tidak lain hanya merupakan sebuah hasil kompromi yang diputuskan dalam rangka menampung berbagai kepentingan yang ada di Mesir.

Melakukan perubahan hanya untuk memenuhi kepentingan kelompok tertentu tidak akan berarti apa-apa. Belum tentu perubahan itu akan diterima oleh masyarakat, belum tentu juga akan berhasil dilakukan, dan tentunya juga bukan merupakan aktivitas amar makruf nahi munkar.

Akan lebih bagus jika Mursi melakukan perubahan dengan menetapkan Islam sebagai sistem yang harus dijalankan di Mesir. Kalaupun itu akan mendapatkan pertentangan dari kelompok oposisi paling tidak dia melakukan sebuah langkah amar makruf nahi munkar. Sehingga apa yang dilakukan bukan merupakan hal yang sia-sia saja. Kalaupun pada akhirnya dia kalah mempertahankan itu, tetapi paling tidak dia tidak kalah dalam memperjuangkan aqidah dan hukum Islam untuk masyarakat muslim.

Referendum konstitusi dan dekrit yang saat ini dikeluarkan merupakan sebuah langkah tanggung yang dilakukan oleh Mursi. Toh, pada akhirnya juga akan mendapatkan penentangan dari oposisi. Lebih baik menjalankan sebuah aktivitas yang jelas kebenarannya yang akan membawa nilai ruhiyah yang benar bagi masyarakat muslim di sana.



Perubahan Menuju Aqidah dan Hukum Islam

Hendaknya umat Islam, khususnya pemimpin Mesir menghijrahkan diri dari berpikir kufur ke berpikir Islami, dari pemahaman kufur ke pemahaman Islam, dari aturan (hukum) kufur ke aturan (hukum) Islam secara menyeluruh bukan sepotong-potong. Penerapan hukum Islam yang sepotong-potong justru akan menimbulkan kekacauan pemahaman dan keimanan di tengah-tengah masyarakat.

Oleh karena itu, sebuah perubahan harus dibarengi dengan hijrah kepada peradaban Islam agar kehidupan ini damai, sejahtera dan penuh kemuliaan, sebagaimana perubahan yang dilakukan Rasulullah SAW dan para sahabatnya dari Makkah (jahiliyah) ke Madinah dengan membangun peradaban Islam yang berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya dan meninggalkan segala bentuk kejahiliyahan dan kemungkaran.

Allah SWT. Berfirman: ”Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu.” (QS.Al-Mukminun:71).

Allah juga berfirman: “Telah tampak kerusakan di darat dan di lautan disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (QS. Ar Ruum: 41).

Jangan sampai perubahan yang diharapkan adalah sebuah perubahan semu yang tidak bernilai apa-apa. Perubahan yang hanya berisi sebuah kebohongan-kebohongan untuk menutupi busuknya perubahan yang dilakukan. Janganlah menjadikan perubahan sebagai alat untuk menipu umat dengan sebuah perubahan yang semu. Jangan jadikan umat Islam sebagai korban atas ide-ide perubahan yang coba dijanjikan dengan penerapan Islam yang setengah hati, hanya untuk kepentingan kelompok dan golongan tertentu saja.

Jika Mursi ingin mendapatkan dua nilai kemuliaan maka hendaknya mendasarkan perubahan atas kekuasaan yang diperolehnya dengan membawanya kepada perubahan yang benar. Perubahan yang benar adalah kembalinya umat kepada sistem aturan yang paripurna, yaitu sistem Islam dan menjadikan aqidah Islam sebagai dasar dalam pengaturan kehidupan bermasyarakat, dan bernegara. Semua aturan dilaksanakan berdasarkan apa yang Allah turunkan.

Upaya itu paling tidak akan membawa kemuliaan bagi kelompok-kelompok ”yang mau serius” untuk mengembalikan kehidupan Islam di tengah-tengah kaum muslimin. Namun, jika yang dilakukan hanya sebatas perubahan semu, maka yang didapatkan tidak lain hanya sebuah kerugian, kerugian bagi diri sendiri dan kerugian bagi umat Islam.

Hal ini tentunya jauh dari nilai kemuliaan dari Allah Swt, karena mengambil sebagian Islam dan membuang sebagian akidah dan syari’at Islam lainnya sebagaimana yang dilakukan oleh kaum yahudi yang dikutuk karena pilih-pilih akidah dan syari’at berdasarkan kepentingan mereka.

Alloh Swt berfirman, ”Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat.” (QS. Al Baqoroh: 85)

Sehingga, seruan kepada umat Islam yang ada di Mesir, janganlah merasa akan ada perubahan di Mesir selama perubahan yang dilakukan adalah sebuah perubahan parsial, bukan perubahan yang menyeluruh. Yakni perubahan sistem, dari sistem yang salah kepada sistem yang benar yaitu sistem Islam yang kaffah, yaitu System Khilafah Islamiyah.

Sistem yang sudah terbukti membawa perubahan dan ketentraman selama 14 abad bagi umat manusia di muka bumi yang tidak lagi membeda-bedakan posisi umat manusia di mata syariat. Semua diperlakukan sama berdasarkan syariat Islam. Tidak lagi dikenal syariat yang berdasarkan pergantian rezim kepemimpinan, siapapun pemimpinnya, sistem yang berjalan adalah satu, yaitu sistem Islamiyah yang kaffah.

Dan bagi para pemimpin di Mesir, hendaklah para pemimpin Mesir memahami arti kewajiban umat Islam untuk melanjutkan kehidupan Islam. Melanjutkan kehidupan berdasarkan syariat dari al Khaliq. Para pemimpin Mesir saat ini diberikan kekuasaan oleh Allah untuk memimpin Mesir. Jadikanlah Mesir sebagai negara yang konsisten untuk menerapkan aqidah dan hukum Islam dalam setiap sendi-sendi kehidupannya.

Sehingga, Ummat Islam memimpin semua manusia dengan Khilafah Islamiyah dalam pluralisme yang Islami yang diridhoi Alloh swt, ummat-ummat lain di lindungi dalam kesejahteraan Islam dan keadilan system Khilafah Islam, bukan pluralisme Demokrasi-Kapitalisme yang menjajah Ummat Islam dengan menginjak-injak syari’at Islam. Jangan hanya mengambil hukum-hukum Islam yang menguntungkan bagi penguasa atau kelompok tertentu.

Jika langkah tersebut yang diambil, maka apa yang dilakukan oleh pemimpin mesir adalah sebuah langkah kekufuran yang nyata. Allah berfirman dalam surat An Nisa ayat 150-151: ”Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud membedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: ‘Kami beriman kepada yang sebagian dan kami kafir terhadap sebagian (yang lain)’, serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir), merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan”. Wallahu a’lamu bishawab.

0 komentar:

Posting Komentar