Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, di akhir tahun 2012 ini sebagian kalangan masyarakat tengah sibuk menghadapi momen akhir tahun. Bagi kalangan professional, masa akhir tahun merupakan masa-masa untuk menyelesaikan report pekerjaan mereka secepatnya, dan hal itulah yang menetapkan masa depan mereka diawal tahun berikutnya. Sebagian lagi sudah merencanakan untuk liburan di akhir tahun dan berbagai aktvitas lainnya.
Seolah tidak mau kalah dengan masyarakat yang membuat berbagai moment tahun baru. Pemerintahpun ikut terlibat dalam berbagai aktivitas kegiatan akhir tahun. Sebagaimana diberitakan, pemerintah provinsi DKI Jakarta merencanakan mengadakan kegiatan Car Free Night pada malam terakhir tahun 2012. Konsep Car Free Night adalah dengan membangun berbagai macam panggung hiburan di sepanjang jalan Sudirman-Thamrin sepanjang malam terakhir tahun 2012 hingga awal tahun 2013 (Pukul 21.00-02.00 WIB).
Itulah sedikit gambaran tentang bagaimana masyarakat melihat momen akhir tahun 2012 ini. Ada yang ikut-ikutan dengan budaya umat lain, ada yang secara sadar meyakini budaya umat lain dan ada pula yang apatis dengan hiruk pikuk akhir tahun. Selanjutnya, bagaimana seharusnya seorang muslim mensikapi tiap pergantian waktu seperti pergantian tahun.
Pergantian Tahun Hanya Sebuah Pergantian Waktu
Sesungguhnya menjadi sebuah sunnatullah dalam kehidupan, waktu senantiasa berjalan. Mulai dari detik berganti detik, menit berganti menit, jam berganti jam, hari berganti hari, bulan berganti bulan, tahun berganti tahun dan bahkan sampai abad berganti abad. Itu adalah sebuah sunnatullah waktu senantiasa berjalan dan saling mengganti satu sama lain.
Adanya pergantian tahun baru hijriyah karena adanya sebuah perhitungan waktu berdasarkan garis orbit bulan. Adanya pergantian tahun masehi karena adanya sebuah perhitungan waktu berdasarkan garis orbit matahari. Dan masih banyak lagi pergantian waktu berdasarkan perhitungan waktu tertentu bagi kelompok-kelompok tertentu.
Yang menjadi persoalan adalah, bagaimana umat mensikapi setiap pergantian waktu yang dihadapi dalam kehidupannya. Seperti dalam pergantian tahun masehi, seringkali banyak masyarakat terbawa - secara sadar atau hanya ikut-ikutan - melakukan berbagai aktivitas yang mengikuti hadhoroh/peradaban umat lain. Banyak orang mensikapi pergantian tahun dengan berfoya-foya, pesta dsb yang hal itu menggambarkan sebuah sebuah kebiasaan peradaban/hadharah umat lain.
Sebagaimana diketahui bahwa kaum muslimin dan anak-anak kaum muslimin saat ini terlena dan terbawa dengan berbagai macam bentuk peradaban kufur. Sebagian dari mereka menganggap bahwa ikut berpartisipasi pada bentuk peradaban yang tumbuh dari akidah kufur merupakan sebuah bentuk pluralisme yang harus dihormati oleh kaum muslimin. Sehingga berbagai macam aktifitas yang merupakan bentuk peradaban akidah selain Islam dianggap biasa dilakukan dengan alasan pluralisme dan toleransi. Padahal Rasulullah pernah bersabda bahwa: Barang siapa menyerupai suatu kaum maka dia termasuk dalam golongan kaum tersebut (HR. Abu Daud)
Banyak sekali aktifitas dan kegiatan dalam pergantian tahun yang diisi dengan berbagai kegiatan yang merupakan bentuk peradaban akidah selain Islam. Sadar atau tidak banyak kaum muslimin yang terjebak dengan kebiasaan-kebiasaan yang salah. Kebiasaan yang justru membawa kemurkaan Allah bagi orang yang melakukannya.
Sesungguhnya pergantian waktu merupakan sebuah pengingat bagi manusia untuk bagaimana menggunakan waktu selama hidup dunia dengan baik agar tidak menjadi orang-orang merugi yang justru menggunakan waktu untuk kegiatan-kegiatan yang tidak diridhoi oleh Allah. Allah berfirman : Demi Masa. Sesungguhnya Manusia berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal sholeh dan saling nasehat menasehati dalam kebenaran dan kesabaran (TQS. Al Ashr: 1-3).
Kembali Pada Tuhan yang Benar dan Peradaban yang Benar
Pergantian tahun atau pergantian waktu hendaknya dimaknai oleh umat Islam untuk mengingat kembali waktu yang dipakai/dihabiskannya dalam kehidupan ini. Pada hakikatnya setiap waktu itu adalah sebuah momen pergantian waktu yang selalu bersambung ke masa depan. Oleh karena itu manusia hendaknya biasa senantiasa melakukan evaluasi atau muhasabah dalam setiap perjalanan hidupnya.
Muhasabah yang benar adalah bagaimana menilai ketaatan diri kepada Sang Khaliq atas apa yang sudah diterima selama di dunia. Jangan sampai menjadi orang-orang yang kufur atas pemberian Allah dan lupa untuk taat kepada Allah. Karena ketaatan itu bentuk jati diri seseorang muslim yang bertuhan kepada Allah dan beriman kepada Allah. Jangan sampai terjadi pada seorang muslim yang mengaku bertuhan kepada Allah, namun hanya taat kepada Allah ketika mereka sholat, akan tetapi ketika mereka menjalankan aktifitas lain tidak bertuhan kepada Allah melainkan bertuhan kepada yang lain, Naudzubillah mindzalik.
Faktanya, banyak orang – sebagian diantaranya adalah kaum muslimin - yang memahami bertuhan hanya ketika sholat. Masyarakat masih memahami bahwa seseorang dikatakan taat dengan aturan Allah tatkala berhasil menjalankan ibadah ritual seperti sholat. Akan tetapi dalam persoalan lain di luar ibadah ritual tidak mau atau bahkan enggan untuk tunduk dengan aturan Allah. Padahal sesungguhnya bertuhan kepada Allah mewajibkan untuk tunduk dan rela atas semua aturan-aturan yang diturunkan oleh Allah Swt, baik urusan hablum min Allah maupun hablum min naas.
Allah pun dalam firmanNya menyatakan bahwa: Dan tidak aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku (TQS. Adz Dzariat: 56). Penjelasan ayat ini adalah bahwa Allah Swt menciptakan manusia itu untuk melakukan ibadah kepada Allah. Bagaimana manusia melakukan ibadah kepada Allah? Yaitu dengan jalan tunduk terhadap aturan Allah.
Ibadah tidak hanya ada dalam sholat saja akan tetapi dalam setiap aktifitas harus ada sisi ibadahnya. Cara memunculkan nilai ibadah adalah dengan memunculkan rasa tunduk terhadap aturan Allah dalam setiap aspek kehidupan. Memunculkan nilai ibadah dalam setiap aspek kehidupan sama halnya dengan memunculkan nilai ruhiyah dalam setiap aktifitas, yaitu adanya kesadaran akan hubungan manusia dengan tuhannya yaitu Allah.
Dengan kata lain, sebuah aktivitas dikatakan bernilai ibadah jika ada gabungan antara sisi materi dan sisi ruhiyah atau kesadaran dan ketundukan manusia kepada ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan Allah Swt di dalam aktivitasnya.
Bermuhasabah untuk kembali bertuhan kepada Allah adalah sesuatu hal yang harus dilakukan oleh kaum muslimin yang masih mengaku sebagai orang yang beriman. Jangan jadikan Islam hanya sebagai sebuah identitas penunjuk saja tanpa memperlihatkan identitas sesungguhnya sebagai seorang muslim. Identitas sesungguhnya seorang muslim adalah ketika ia mampu menunjukkan dalam setiap aktifitasnya aqidah dan hukum Islam yang dia yakini.
Jangan sampai menjadi seorang muslim, sebagaimana digambarkan dari Abu Hurairoh ra, bahwa Nabi saw telah bersabda :” Fitnah-fitnah menyebar berhamburan seperti potongan-potongan malam yang gelap, seorang laki-laki di pagi hari beriman dan di sore harinya telah menjadi kafir, dan seorang laki-laki sorenya beriman dan kemudian paginya telah menjadi kafir, dia menjual agamanya dengan harta dunia.” ( HR. Ahmad).
Hadits ini juga menjelaskan bagaimana seseorang harus jeli dalam mengambil sebuah profesi dalam kehidupannya. Jangan sampai tergolong dalam golongan yang di pagi harinya menjadi orang yang beriman namun di siang harinya menjadi jatuh kufur karena menerapkan hukum selain hukum Allah. Naudzubillah mindzalik.
Disamping bermuhasabah untuk kembali bertuhan kepada Allah, hendaknya umat Islam juga bermuhasabah untuk kembali berperadaban yang benar. Peradaban yang berdasar pada akidah dan hukum Islam. Sesungguhnya peradaban Islam terbentuk dari akidah dan sistem aturan yang benar yang bersumber dari Al Quran dan As Sunnah, bukan yang lain. Peradaban yang lahir selain dari akidah Islam, Al Quran dan Sunnah bukanlah merupakan peradaban yang benar melainkan peradaban yang kufur dan sesat.
Peradaban Islam lahir dari sebuah simpul akidah yang kuat yang kemudian dipancarkan oleh sistem aturan yang benar. Bukanlah sebuah peradaban yang benar tatkala peradaban tersebut bukan bersumber dari akidah dan hukum yang benar. Peradaban yang lahir dari akidah dan hukum yang salah pastinya akan membawa sebuah kekacauan, kesengsaraan, dan kezaliman bagi umat manusia.
Sebagai contoh bentuk peradaban yang salah adalah, bagaimana peradaban kapitalisme mengelola hak kepemilikan umum masyarakat. Kapitalisme menganggap bahwa kepemilikan itu pada awalnya adalah kepemilikan individu. Individu bisa dengan bebas memiliki barang atau apapun sesuai dengan kehendaknya, termasuk di dalamnya adalah barang-barang yang merupakan kepemilikan umum dan merupakan barang untuk kepentingan umum.
Keberadaan barang tambang, fasilitas umum seperti jalan raya, dan barang kebutuhan umum seperti mata air yang besar pun bisa dimiliki oleh individu. Padahal sesungguhnya itu semua merupakan hak umum yang tidak bisa miliki oleh individu. Ketika barang tersebut dimiliki oleh individu, yang terjadi adalah pengerukan keuntungan bagi segelintir individu. Walaupun seharusnya dan selayaknya secara realita barang itu merupakan milik umum bagi masyarakat.
Tentu berbeda dengan peradaban Islam yang mengatur dan mengelola kepemilikan berdasarkan hukum kepemilikan. Kepemilikan umum akan senantiasa ditempatkan pada kepemilikan umum tidak akan berubah sampai kapanpun. Siapapun penguasanya, siapapun kepala negaranya tatkala peradaban Islam yang berkibar pada waktu itu, maka kepemilikan umum akan menjadi kepemilikan umum.
Bahan tambang akan menjadi milik umum, fasilitas umum akan tetap menjadi milik masyarakat, dan barang kebutuhan umum selamanya akan mejadi kepemilikan umum. Tidak ada hak termasuk oleh Negara untuk merubah status kepemilikan barang milik umum. Dan ketika itu diterapkan tidak akan terjadi kedzaliman sebagaimana terjadi dalam peradaban kapitalisme yang membuat akses masyarakat terhadap barang milik umum menjadi dibatasi oleh keberadaan kepemilikan individu.
Demikian pula dengan kekacauan dan kesengsaraan masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya yang berkaitan dengan keberadaan barang milik umum menjadi sesuatu hal yang mudah untuk dipenuhi baik secara langsung maupun melalui perantara Negara dalam pemenuhannya.
Ikhtitam
Kaum muslimin harus ingat, jangan jadikan pergantian tahun dan pergantian waktu apapun untuk mengikuti bahkan melestarikan peradaban kufur. Karena hal itu merupakan sebuah perbuatan yang jauh dari kemuliaan Allah. Bisa jadi aktivitas yang dilakukan dengan mengikuti arus budaya di masyarakat akan membawa nilai kemuliaan di mata manusia saat ini, akan tetapi tidak membawa nilai kemuliaan di sisi Allah tatkala apa yang dilakukan adalah perbuatan yang bertentangan dengan akidah Islam.
Jadikan pergantian tahun dan pergantian tiap waktu sebagai tempat untuk bermuhasabah secara benar. Bermuhasabah secara benar adalah bermuhasabah untuk kembali bertuhan kepada tuhan yang benar, yaitu Allah, dan bermuhasabah untuk kembali pada peradaban yang benar, yaitu peradaban Islam. Dengan kembali pada tuhan yang benar dan peradaban yang benar, umat Islam pasti mampu melanjutkan kehidupan Islam dalam sebuah sistem penerapan yang kaffah.
Wallahu a’lamu bishawab.
Seolah tidak mau kalah dengan masyarakat yang membuat berbagai moment tahun baru. Pemerintahpun ikut terlibat dalam berbagai aktivitas kegiatan akhir tahun. Sebagaimana diberitakan, pemerintah provinsi DKI Jakarta merencanakan mengadakan kegiatan Car Free Night pada malam terakhir tahun 2012. Konsep Car Free Night adalah dengan membangun berbagai macam panggung hiburan di sepanjang jalan Sudirman-Thamrin sepanjang malam terakhir tahun 2012 hingga awal tahun 2013 (Pukul 21.00-02.00 WIB).
Itulah sedikit gambaran tentang bagaimana masyarakat melihat momen akhir tahun 2012 ini. Ada yang ikut-ikutan dengan budaya umat lain, ada yang secara sadar meyakini budaya umat lain dan ada pula yang apatis dengan hiruk pikuk akhir tahun. Selanjutnya, bagaimana seharusnya seorang muslim mensikapi tiap pergantian waktu seperti pergantian tahun.
Pergantian Tahun Hanya Sebuah Pergantian Waktu
Sesungguhnya menjadi sebuah sunnatullah dalam kehidupan, waktu senantiasa berjalan. Mulai dari detik berganti detik, menit berganti menit, jam berganti jam, hari berganti hari, bulan berganti bulan, tahun berganti tahun dan bahkan sampai abad berganti abad. Itu adalah sebuah sunnatullah waktu senantiasa berjalan dan saling mengganti satu sama lain.
Adanya pergantian tahun baru hijriyah karena adanya sebuah perhitungan waktu berdasarkan garis orbit bulan. Adanya pergantian tahun masehi karena adanya sebuah perhitungan waktu berdasarkan garis orbit matahari. Dan masih banyak lagi pergantian waktu berdasarkan perhitungan waktu tertentu bagi kelompok-kelompok tertentu.
Yang menjadi persoalan adalah, bagaimana umat mensikapi setiap pergantian waktu yang dihadapi dalam kehidupannya. Seperti dalam pergantian tahun masehi, seringkali banyak masyarakat terbawa - secara sadar atau hanya ikut-ikutan - melakukan berbagai aktivitas yang mengikuti hadhoroh/peradaban umat lain. Banyak orang mensikapi pergantian tahun dengan berfoya-foya, pesta dsb yang hal itu menggambarkan sebuah sebuah kebiasaan peradaban/hadharah umat lain.
Sebagaimana diketahui bahwa kaum muslimin dan anak-anak kaum muslimin saat ini terlena dan terbawa dengan berbagai macam bentuk peradaban kufur. Sebagian dari mereka menganggap bahwa ikut berpartisipasi pada bentuk peradaban yang tumbuh dari akidah kufur merupakan sebuah bentuk pluralisme yang harus dihormati oleh kaum muslimin. Sehingga berbagai macam aktifitas yang merupakan bentuk peradaban akidah selain Islam dianggap biasa dilakukan dengan alasan pluralisme dan toleransi. Padahal Rasulullah pernah bersabda bahwa: Barang siapa menyerupai suatu kaum maka dia termasuk dalam golongan kaum tersebut (HR. Abu Daud)
Banyak sekali aktifitas dan kegiatan dalam pergantian tahun yang diisi dengan berbagai kegiatan yang merupakan bentuk peradaban akidah selain Islam. Sadar atau tidak banyak kaum muslimin yang terjebak dengan kebiasaan-kebiasaan yang salah. Kebiasaan yang justru membawa kemurkaan Allah bagi orang yang melakukannya.
Sesungguhnya pergantian waktu merupakan sebuah pengingat bagi manusia untuk bagaimana menggunakan waktu selama hidup dunia dengan baik agar tidak menjadi orang-orang merugi yang justru menggunakan waktu untuk kegiatan-kegiatan yang tidak diridhoi oleh Allah. Allah berfirman : Demi Masa. Sesungguhnya Manusia berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal sholeh dan saling nasehat menasehati dalam kebenaran dan kesabaran (TQS. Al Ashr: 1-3).
Kembali Pada Tuhan yang Benar dan Peradaban yang Benar
Pergantian tahun atau pergantian waktu hendaknya dimaknai oleh umat Islam untuk mengingat kembali waktu yang dipakai/dihabiskannya dalam kehidupan ini. Pada hakikatnya setiap waktu itu adalah sebuah momen pergantian waktu yang selalu bersambung ke masa depan. Oleh karena itu manusia hendaknya biasa senantiasa melakukan evaluasi atau muhasabah dalam setiap perjalanan hidupnya.
Muhasabah yang benar adalah bagaimana menilai ketaatan diri kepada Sang Khaliq atas apa yang sudah diterima selama di dunia. Jangan sampai menjadi orang-orang yang kufur atas pemberian Allah dan lupa untuk taat kepada Allah. Karena ketaatan itu bentuk jati diri seseorang muslim yang bertuhan kepada Allah dan beriman kepada Allah. Jangan sampai terjadi pada seorang muslim yang mengaku bertuhan kepada Allah, namun hanya taat kepada Allah ketika mereka sholat, akan tetapi ketika mereka menjalankan aktifitas lain tidak bertuhan kepada Allah melainkan bertuhan kepada yang lain, Naudzubillah mindzalik.
Faktanya, banyak orang – sebagian diantaranya adalah kaum muslimin - yang memahami bertuhan hanya ketika sholat. Masyarakat masih memahami bahwa seseorang dikatakan taat dengan aturan Allah tatkala berhasil menjalankan ibadah ritual seperti sholat. Akan tetapi dalam persoalan lain di luar ibadah ritual tidak mau atau bahkan enggan untuk tunduk dengan aturan Allah. Padahal sesungguhnya bertuhan kepada Allah mewajibkan untuk tunduk dan rela atas semua aturan-aturan yang diturunkan oleh Allah Swt, baik urusan hablum min Allah maupun hablum min naas.
Allah pun dalam firmanNya menyatakan bahwa: Dan tidak aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku (TQS. Adz Dzariat: 56). Penjelasan ayat ini adalah bahwa Allah Swt menciptakan manusia itu untuk melakukan ibadah kepada Allah. Bagaimana manusia melakukan ibadah kepada Allah? Yaitu dengan jalan tunduk terhadap aturan Allah.
Ibadah tidak hanya ada dalam sholat saja akan tetapi dalam setiap aktifitas harus ada sisi ibadahnya. Cara memunculkan nilai ibadah adalah dengan memunculkan rasa tunduk terhadap aturan Allah dalam setiap aspek kehidupan. Memunculkan nilai ibadah dalam setiap aspek kehidupan sama halnya dengan memunculkan nilai ruhiyah dalam setiap aktifitas, yaitu adanya kesadaran akan hubungan manusia dengan tuhannya yaitu Allah.
Dengan kata lain, sebuah aktivitas dikatakan bernilai ibadah jika ada gabungan antara sisi materi dan sisi ruhiyah atau kesadaran dan ketundukan manusia kepada ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan Allah Swt di dalam aktivitasnya.
Bermuhasabah untuk kembali bertuhan kepada Allah adalah sesuatu hal yang harus dilakukan oleh kaum muslimin yang masih mengaku sebagai orang yang beriman. Jangan jadikan Islam hanya sebagai sebuah identitas penunjuk saja tanpa memperlihatkan identitas sesungguhnya sebagai seorang muslim. Identitas sesungguhnya seorang muslim adalah ketika ia mampu menunjukkan dalam setiap aktifitasnya aqidah dan hukum Islam yang dia yakini.
Jangan sampai menjadi seorang muslim, sebagaimana digambarkan dari Abu Hurairoh ra, bahwa Nabi saw telah bersabda :” Fitnah-fitnah menyebar berhamburan seperti potongan-potongan malam yang gelap, seorang laki-laki di pagi hari beriman dan di sore harinya telah menjadi kafir, dan seorang laki-laki sorenya beriman dan kemudian paginya telah menjadi kafir, dia menjual agamanya dengan harta dunia.” ( HR. Ahmad).
Hadits ini juga menjelaskan bagaimana seseorang harus jeli dalam mengambil sebuah profesi dalam kehidupannya. Jangan sampai tergolong dalam golongan yang di pagi harinya menjadi orang yang beriman namun di siang harinya menjadi jatuh kufur karena menerapkan hukum selain hukum Allah. Naudzubillah mindzalik.
Disamping bermuhasabah untuk kembali bertuhan kepada Allah, hendaknya umat Islam juga bermuhasabah untuk kembali berperadaban yang benar. Peradaban yang berdasar pada akidah dan hukum Islam. Sesungguhnya peradaban Islam terbentuk dari akidah dan sistem aturan yang benar yang bersumber dari Al Quran dan As Sunnah, bukan yang lain. Peradaban yang lahir selain dari akidah Islam, Al Quran dan Sunnah bukanlah merupakan peradaban yang benar melainkan peradaban yang kufur dan sesat.
Peradaban Islam lahir dari sebuah simpul akidah yang kuat yang kemudian dipancarkan oleh sistem aturan yang benar. Bukanlah sebuah peradaban yang benar tatkala peradaban tersebut bukan bersumber dari akidah dan hukum yang benar. Peradaban yang lahir dari akidah dan hukum yang salah pastinya akan membawa sebuah kekacauan, kesengsaraan, dan kezaliman bagi umat manusia.
Sebagai contoh bentuk peradaban yang salah adalah, bagaimana peradaban kapitalisme mengelola hak kepemilikan umum masyarakat. Kapitalisme menganggap bahwa kepemilikan itu pada awalnya adalah kepemilikan individu. Individu bisa dengan bebas memiliki barang atau apapun sesuai dengan kehendaknya, termasuk di dalamnya adalah barang-barang yang merupakan kepemilikan umum dan merupakan barang untuk kepentingan umum.
Keberadaan barang tambang, fasilitas umum seperti jalan raya, dan barang kebutuhan umum seperti mata air yang besar pun bisa dimiliki oleh individu. Padahal sesungguhnya itu semua merupakan hak umum yang tidak bisa miliki oleh individu. Ketika barang tersebut dimiliki oleh individu, yang terjadi adalah pengerukan keuntungan bagi segelintir individu. Walaupun seharusnya dan selayaknya secara realita barang itu merupakan milik umum bagi masyarakat.
Tentu berbeda dengan peradaban Islam yang mengatur dan mengelola kepemilikan berdasarkan hukum kepemilikan. Kepemilikan umum akan senantiasa ditempatkan pada kepemilikan umum tidak akan berubah sampai kapanpun. Siapapun penguasanya, siapapun kepala negaranya tatkala peradaban Islam yang berkibar pada waktu itu, maka kepemilikan umum akan menjadi kepemilikan umum.
Bahan tambang akan menjadi milik umum, fasilitas umum akan tetap menjadi milik masyarakat, dan barang kebutuhan umum selamanya akan mejadi kepemilikan umum. Tidak ada hak termasuk oleh Negara untuk merubah status kepemilikan barang milik umum. Dan ketika itu diterapkan tidak akan terjadi kedzaliman sebagaimana terjadi dalam peradaban kapitalisme yang membuat akses masyarakat terhadap barang milik umum menjadi dibatasi oleh keberadaan kepemilikan individu.
Demikian pula dengan kekacauan dan kesengsaraan masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya yang berkaitan dengan keberadaan barang milik umum menjadi sesuatu hal yang mudah untuk dipenuhi baik secara langsung maupun melalui perantara Negara dalam pemenuhannya.
Ikhtitam
Kaum muslimin harus ingat, jangan jadikan pergantian tahun dan pergantian waktu apapun untuk mengikuti bahkan melestarikan peradaban kufur. Karena hal itu merupakan sebuah perbuatan yang jauh dari kemuliaan Allah. Bisa jadi aktivitas yang dilakukan dengan mengikuti arus budaya di masyarakat akan membawa nilai kemuliaan di mata manusia saat ini, akan tetapi tidak membawa nilai kemuliaan di sisi Allah tatkala apa yang dilakukan adalah perbuatan yang bertentangan dengan akidah Islam.
Jadikan pergantian tahun dan pergantian tiap waktu sebagai tempat untuk bermuhasabah secara benar. Bermuhasabah secara benar adalah bermuhasabah untuk kembali bertuhan kepada tuhan yang benar, yaitu Allah, dan bermuhasabah untuk kembali pada peradaban yang benar, yaitu peradaban Islam. Dengan kembali pada tuhan yang benar dan peradaban yang benar, umat Islam pasti mampu melanjutkan kehidupan Islam dalam sebuah sistem penerapan yang kaffah.
Wallahu a’lamu bishawab.
0 komentar:
Posting Komentar