Dewasa ini kita saksikan generasi muslim terbuai oleh kehidupan dunia. Mereka tidak lagi terikat dengan syariat Allah, kecuali pada sebagian saja, itupun pada bagian yang sesuai dengan keinginan mereka dan dianggap menguntungkan. Berapa banyak dari generasi muslim yang terjerumus dalam lembah kemaksiatan tanpa seditkitpun memperhatikan peringatan agama.
Sementara sebagian pengemban dakwah tidak mampu menjalankan amal amar ma’ruf nahi mungkar untuk mengatasi kondisi umat ini. Terkadang ketidakmampuan menjalankan amal dakwah itu karena alasan yang dibuat-buat, bahkan tidak jarang mereka sediri terbawa arus kebudayaan barat yang seharusnya ditentang dan dikikis, misalnya ikut-ikutan memperjuangkan demokrasi yang jelas berakar dari aqidah sekuler kapitalis dan bukan berasal dari aqidah Islam.
Ada beberapa hal yang memperdaya generasi Islam masa kini, diantaranya :
Pertama. Sebagian generasi muda Islam telah memahami bahwa pergaulan bebas antara laki – laki dan perempuan, semisal perbuatan pacaran, adalah perbuatan yang dilarang agama. Namun realitasnya generasi muda muslim masih banyak yang melakukan kemaksiatan ini. Padahal Rasulullah Muhammad SAW telah bersabda,”Janganlah sekali-kali seorang laki – laki bersunyi – sunyi dengan seorang wanita kecuali disertai muhrimnya.”
Dalam sabdanya yang lain disebutkan,”Sungguh aku benar-benar mengetahui beberapa golongan dari umatku, mereka datang pada hari kiamat dengan membawa kebaikan sebesar perbukitan tuhanah (Nampak putih), lalu Allah azza wa jalla menjadikannya berhamburan sia-sia, Tsauban bertanya.”Yaa Rasulullah ! Jelaskanlah kepada kami tentang sifat-sifat mereka, karena kami khawatir bahwa kami termasuk seperti mereka sedang kami tiada menyadarinya. Jawab Rasulullah: Mereka adalah saudara-saudarmu, mereka melakukan (ibadah) di waktu malam seperti apa yang kalian lakukan, akan tetapi mereka adalah kaum yang apabila bersunyi-sunyian dengan wanita yang diharamkan oleh Allah, mereka mengganggu kehormatannya.”
Kedua. Terkadang kita menyaksikan kurang kuatnya respon umat Islam terhadap kebatilan ataupun pemikiran jahiliyyah yang berkembang. Hal ini bisa disebabkan oleh ketidakberanian mengungkapkan kebenaran atau karena lemahnya pengetahuan Islamnya, sehingga tidak mampu menangkis pemikiran jahiliyyah tersebut.
Sekiranya yang menyebabkan lemahnya respon amar ma’ruf nahi mungkar adalah dangkalnya pengetahuan Islam, maka dapat dipahami jika masyarakat (bahkan sebagian pengemban dakwah) tidak mampu mengetahui titik lemah pemikiran kufur dan sisi-sisi yang bertentangan dengan Islam.
Jika kita perhatikan sebagian ummat Islam, nampak bersemangat menempuh dan mempelajari ilmu dunia, sebaliknya, mereka menjadikan ilmu agama (Islam) sebagai prioritas sekunder. Mereka menghabiskan berjam-jam waktunya dalam sepekan untuk les, kursus, diklat, diskusi dll untuk membahas ilmu-ilmu dunia, sementara mereka tidak punya cukup waktu untuk mempelajari tsaqofah Islam barang hanya sejam sekalipun!.
Jika begini kondisinya, bagaimana mungkin ummat menyanggah pemikiran jahiliyyah, apabila mereka sendiri tidak mengetahui hal-hal yang bertentangan dengan pemikiran Islam dari pemikiran tersebut. Bahkan tidak jarang sebagian umat merasa terkaget – kaget karena ada kebiasan yang telah mereka lakukan sejak lama, ternyata dilarang oleh Islam.
Inilah letak kelemahan kita yang harus segera disadari oleh ummat, sekaligus berusaha untuk memecahkannya, dengan cara mulai bersungguh – sungguh untuk mempelajari tsaqofah Islam. Dalam waktu yang sama mempelajari fiqh dakwah ala Rasulullah saw untuk menghadapi pemikiran kufur jahiliyyah dari segala segi.
Sudah menjadi kewajiban setiap muslim untuk meningkatkan pengetahuan Islamnya serta memusatkan perhatiannya pada dakwah Islam. Perhatikan firman Allah swt,”Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang ber-akallah yang dapat menerima pelajaran.” (TQS. Az Zumar : 9)
Rasulullah SAW juga telah bersabda dalam sebuah hadits qudsi,”Sesungguhnya Allah ta’ala berfirman, Wahai anak adam, curahkanlah (hidupmu) untuk beribadah kepada-KU niscaya aku jamin kekayaan jiwamu dan aku atasi kefakiranmu, dan jika engkau tidak melakukannya niscaya akan Aku penuhi kehidupanmu dengan kesibukan-kesibukan dan tidak Aku tutupi kefakiranmu.”
Dalam hadits ini Allah dan Rasul-Nya benar – benar menegaskan agar ummat Islam senantiasa mencurahkan waktunya untuk beribadah kepada-Nya, termasuk melakukan dakwah Islam. Jangan sampai waktu kita habis hanya untuk urusan dunia belaka, seperti urusan pekerjaan, mengurus harta perniagaan, keluarga, jabatan dsb seraya melalaikan kewajiban ibadah hablum min Allah ataupun ibadah hablum min naas.
Jika kita melalaikan kewajiban ibadah kita niscaya Allah akan memenuhi waktu-waktu kita dengan kesibukan-kesibukan yang tiada berguna dan pada saat yang sama Allah tidak memenuhi kebutuhan rejekinya. Sibuk bekerja dan berdagang namun rejekinya tetap sedikit dan tidak berkah karena melalaikan ibadah kepada Allah. Naudzubillah min dzalik.
Sungguh dakwah Islam adalah salah satu ibadah yang telah disyariatkan Allah kepada ummat Islam, sebagaimana firman-Nya,”Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. (TQS. Al Imran : 110). Dengan syariat amar ma’ruf nahi mungkar ini ummat Islam bersikap saling menjaga agar tidak terjerumus pada kemaksiatan.
Oleh karena itu sangat penting bagi seorang muslim untuk menguasai tsaqofah Islam, sebab pengetahuan itu yang akan menjadi tamengnya menghadapi kebatilan, sekaligus senjatanya untuk mengingatkan umat agar menjaga diri dari kebiasaan/perbuatan/pemikiran yang bertentangan dengan Islam. Dan beramar ma’ruf nahi mungkar adalah salah satu ciri khairrunaas atau umat terbaik.
Bersikap tegas dalam rangka amar ma’ruf nahi mungkar guna mencegah kebatilan dalam masyarakat membutuhkan keimanan dan keyakinan yang kuat bahwa Allah senantiasa bersama orang – orang yang menegakkan agama-Nya. Maka siapapun muslim yang melakukan aktivitas ini, hendaknya meniatkan perbuatannya semata karena Allah swt.
Dan ingatlah juga hadits Rasulullah Muhammad SAW yang diriwayatkan dari ibnu Umar ra, bahwa : “Seorang mukmin yang bergaul dengan masyarakat dan sabar atas rintangan mereka lebih baik daripada orang yang tidak bergaul dengan masyarakat (menyendiri) serta tidak sabar atas rintangan.”
Ketiga. Realitas masyarakat menunjukkan adanya benturan antar kelompok. Benturan itu ada kalanya berupa kata-kata (baca : caci-maki), hingga benturan fisik bahkan “perang”. Benturan kelompok itu bisa terjadi antar kelompok supporter, antar kelompok ormas, malah terkadang benturan tersebut melibatkan antar kelompok/organisasi dakwah. Bahkan dalam skala lebih luas terjadi benturan antar kelompok suku atau bangsa tertentu, sebagaimana peperangan antara kesultanan sulu, Philipina melawan Malaysia, memperebutkan daerah Sabah beberapa waktu lalu. Ironisnya, “peserta” bentrokan tersebut adalah sesama muslim yang seharusnya bersaudara.
Hendaknya ummat Islam menyadari bahwa Allah swt telah memerintahkan ummat Islam untuk bersatu, sebagaimana firman-Nya,”Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (TQS. Al Imran : 103)
Fanatisme terhadap golongan tertentu tidaklah dibenarkan dalam Islam. Loyalitas seorang muslim hanyalah untuk Allah dan Rasul-Nya serta segenap kaum muslimin. Sungguh keunggulan suatu kelompok muslim atas kelompok muslim yang lain adalah keterikatannya pada hukum syara’, bukan yang lain!
Sebagaimana Allah swt berfirman,”Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (TQS. Al Hujurat : 13)
Bahkan Rasulullah saw mengecam sikap ashobiyyah (fanatisme golongan) sebagaimana sabdanya, yang artinya,”Bukanlah golonganku orang – orang yang menyeru kepada ashobiyyah, orang yang berperang karena ashobiyyah dan orang yang mati karena ashobiyyah.” (HR. Abu Daud).
Bahkan seorang muslim diperintahkan menjadi “juru damai” jika melihat sesama saudaranya yang seaqidah saling berperang. Sebagaimana firman Allah swt,”Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (TQS. Al Hujurat : 10).
Khatimah
Demikianlah beberapa sisi negatif yang sedang melanda kaum muslimin saat ini. Marilah problem ini kita selasaikan bersama dengan cara kembali kepada aqidah dan hukum Islam, seraya meninggalkan pemikiran, perasaan dan aturan kufur jahiliyyah. Semoga amal kita melanjutkan kehidupan islam guna mewujudkan Izzul Islam wal muslimin dinilai Allah sebagai amal yang mulia di sisinya. Amien.
Wallahu a’lam bi ashowab.
Sementara sebagian pengemban dakwah tidak mampu menjalankan amal amar ma’ruf nahi mungkar untuk mengatasi kondisi umat ini. Terkadang ketidakmampuan menjalankan amal dakwah itu karena alasan yang dibuat-buat, bahkan tidak jarang mereka sediri terbawa arus kebudayaan barat yang seharusnya ditentang dan dikikis, misalnya ikut-ikutan memperjuangkan demokrasi yang jelas berakar dari aqidah sekuler kapitalis dan bukan berasal dari aqidah Islam.
Ada beberapa hal yang memperdaya generasi Islam masa kini, diantaranya :
Pertama. Sebagian generasi muda Islam telah memahami bahwa pergaulan bebas antara laki – laki dan perempuan, semisal perbuatan pacaran, adalah perbuatan yang dilarang agama. Namun realitasnya generasi muda muslim masih banyak yang melakukan kemaksiatan ini. Padahal Rasulullah Muhammad SAW telah bersabda,”Janganlah sekali-kali seorang laki – laki bersunyi – sunyi dengan seorang wanita kecuali disertai muhrimnya.”
Dalam sabdanya yang lain disebutkan,”Sungguh aku benar-benar mengetahui beberapa golongan dari umatku, mereka datang pada hari kiamat dengan membawa kebaikan sebesar perbukitan tuhanah (Nampak putih), lalu Allah azza wa jalla menjadikannya berhamburan sia-sia, Tsauban bertanya.”Yaa Rasulullah ! Jelaskanlah kepada kami tentang sifat-sifat mereka, karena kami khawatir bahwa kami termasuk seperti mereka sedang kami tiada menyadarinya. Jawab Rasulullah: Mereka adalah saudara-saudarmu, mereka melakukan (ibadah) di waktu malam seperti apa yang kalian lakukan, akan tetapi mereka adalah kaum yang apabila bersunyi-sunyian dengan wanita yang diharamkan oleh Allah, mereka mengganggu kehormatannya.”
Kedua. Terkadang kita menyaksikan kurang kuatnya respon umat Islam terhadap kebatilan ataupun pemikiran jahiliyyah yang berkembang. Hal ini bisa disebabkan oleh ketidakberanian mengungkapkan kebenaran atau karena lemahnya pengetahuan Islamnya, sehingga tidak mampu menangkis pemikiran jahiliyyah tersebut.
Sekiranya yang menyebabkan lemahnya respon amar ma’ruf nahi mungkar adalah dangkalnya pengetahuan Islam, maka dapat dipahami jika masyarakat (bahkan sebagian pengemban dakwah) tidak mampu mengetahui titik lemah pemikiran kufur dan sisi-sisi yang bertentangan dengan Islam.
Jika kita perhatikan sebagian ummat Islam, nampak bersemangat menempuh dan mempelajari ilmu dunia, sebaliknya, mereka menjadikan ilmu agama (Islam) sebagai prioritas sekunder. Mereka menghabiskan berjam-jam waktunya dalam sepekan untuk les, kursus, diklat, diskusi dll untuk membahas ilmu-ilmu dunia, sementara mereka tidak punya cukup waktu untuk mempelajari tsaqofah Islam barang hanya sejam sekalipun!.
Jika begini kondisinya, bagaimana mungkin ummat menyanggah pemikiran jahiliyyah, apabila mereka sendiri tidak mengetahui hal-hal yang bertentangan dengan pemikiran Islam dari pemikiran tersebut. Bahkan tidak jarang sebagian umat merasa terkaget – kaget karena ada kebiasan yang telah mereka lakukan sejak lama, ternyata dilarang oleh Islam.
Inilah letak kelemahan kita yang harus segera disadari oleh ummat, sekaligus berusaha untuk memecahkannya, dengan cara mulai bersungguh – sungguh untuk mempelajari tsaqofah Islam. Dalam waktu yang sama mempelajari fiqh dakwah ala Rasulullah saw untuk menghadapi pemikiran kufur jahiliyyah dari segala segi.
Sudah menjadi kewajiban setiap muslim untuk meningkatkan pengetahuan Islamnya serta memusatkan perhatiannya pada dakwah Islam. Perhatikan firman Allah swt,”Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang ber-akallah yang dapat menerima pelajaran.” (TQS. Az Zumar : 9)
Rasulullah SAW juga telah bersabda dalam sebuah hadits qudsi,”Sesungguhnya Allah ta’ala berfirman, Wahai anak adam, curahkanlah (hidupmu) untuk beribadah kepada-KU niscaya aku jamin kekayaan jiwamu dan aku atasi kefakiranmu, dan jika engkau tidak melakukannya niscaya akan Aku penuhi kehidupanmu dengan kesibukan-kesibukan dan tidak Aku tutupi kefakiranmu.”
Dalam hadits ini Allah dan Rasul-Nya benar – benar menegaskan agar ummat Islam senantiasa mencurahkan waktunya untuk beribadah kepada-Nya, termasuk melakukan dakwah Islam. Jangan sampai waktu kita habis hanya untuk urusan dunia belaka, seperti urusan pekerjaan, mengurus harta perniagaan, keluarga, jabatan dsb seraya melalaikan kewajiban ibadah hablum min Allah ataupun ibadah hablum min naas.
Jika kita melalaikan kewajiban ibadah kita niscaya Allah akan memenuhi waktu-waktu kita dengan kesibukan-kesibukan yang tiada berguna dan pada saat yang sama Allah tidak memenuhi kebutuhan rejekinya. Sibuk bekerja dan berdagang namun rejekinya tetap sedikit dan tidak berkah karena melalaikan ibadah kepada Allah. Naudzubillah min dzalik.
Sungguh dakwah Islam adalah salah satu ibadah yang telah disyariatkan Allah kepada ummat Islam, sebagaimana firman-Nya,”Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. (TQS. Al Imran : 110). Dengan syariat amar ma’ruf nahi mungkar ini ummat Islam bersikap saling menjaga agar tidak terjerumus pada kemaksiatan.
Oleh karena itu sangat penting bagi seorang muslim untuk menguasai tsaqofah Islam, sebab pengetahuan itu yang akan menjadi tamengnya menghadapi kebatilan, sekaligus senjatanya untuk mengingatkan umat agar menjaga diri dari kebiasaan/perbuatan/pemikiran yang bertentangan dengan Islam. Dan beramar ma’ruf nahi mungkar adalah salah satu ciri khairrunaas atau umat terbaik.
Bersikap tegas dalam rangka amar ma’ruf nahi mungkar guna mencegah kebatilan dalam masyarakat membutuhkan keimanan dan keyakinan yang kuat bahwa Allah senantiasa bersama orang – orang yang menegakkan agama-Nya. Maka siapapun muslim yang melakukan aktivitas ini, hendaknya meniatkan perbuatannya semata karena Allah swt.
Dan ingatlah juga hadits Rasulullah Muhammad SAW yang diriwayatkan dari ibnu Umar ra, bahwa : “Seorang mukmin yang bergaul dengan masyarakat dan sabar atas rintangan mereka lebih baik daripada orang yang tidak bergaul dengan masyarakat (menyendiri) serta tidak sabar atas rintangan.”
Ketiga. Realitas masyarakat menunjukkan adanya benturan antar kelompok. Benturan itu ada kalanya berupa kata-kata (baca : caci-maki), hingga benturan fisik bahkan “perang”. Benturan kelompok itu bisa terjadi antar kelompok supporter, antar kelompok ormas, malah terkadang benturan tersebut melibatkan antar kelompok/organisasi dakwah. Bahkan dalam skala lebih luas terjadi benturan antar kelompok suku atau bangsa tertentu, sebagaimana peperangan antara kesultanan sulu, Philipina melawan Malaysia, memperebutkan daerah Sabah beberapa waktu lalu. Ironisnya, “peserta” bentrokan tersebut adalah sesama muslim yang seharusnya bersaudara.
Hendaknya ummat Islam menyadari bahwa Allah swt telah memerintahkan ummat Islam untuk bersatu, sebagaimana firman-Nya,”Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (TQS. Al Imran : 103)
Fanatisme terhadap golongan tertentu tidaklah dibenarkan dalam Islam. Loyalitas seorang muslim hanyalah untuk Allah dan Rasul-Nya serta segenap kaum muslimin. Sungguh keunggulan suatu kelompok muslim atas kelompok muslim yang lain adalah keterikatannya pada hukum syara’, bukan yang lain!
Sebagaimana Allah swt berfirman,”Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (TQS. Al Hujurat : 13)
Bahkan Rasulullah saw mengecam sikap ashobiyyah (fanatisme golongan) sebagaimana sabdanya, yang artinya,”Bukanlah golonganku orang – orang yang menyeru kepada ashobiyyah, orang yang berperang karena ashobiyyah dan orang yang mati karena ashobiyyah.” (HR. Abu Daud).
Bahkan seorang muslim diperintahkan menjadi “juru damai” jika melihat sesama saudaranya yang seaqidah saling berperang. Sebagaimana firman Allah swt,”Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (TQS. Al Hujurat : 10).
Khatimah
Demikianlah beberapa sisi negatif yang sedang melanda kaum muslimin saat ini. Marilah problem ini kita selasaikan bersama dengan cara kembali kepada aqidah dan hukum Islam, seraya meninggalkan pemikiran, perasaan dan aturan kufur jahiliyyah. Semoga amal kita melanjutkan kehidupan islam guna mewujudkan Izzul Islam wal muslimin dinilai Allah sebagai amal yang mulia di sisinya. Amien.
Wallahu a’lam bi ashowab.
0 komentar:
Posting Komentar