Rabu, 06 Maret 2013

Utsmaniyah Dan Sekulerisme Turki

Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin. Mengatur urusan individu, masyarakat dan Negara. Jika individu mengatur dirinya dengan Islam (baca taqwa : melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan-Nya) dalam tingkah lakunya, maka Islam akan menjadi rahmat pada dirinya. Jika Masyarakat mengatur urusannya dengan Islam, maka Islam akan menjadi rahmat pada masyarakat tersebut. Begitupun juga Negara akan menerima rahmat penduduk negerinya, jika urusan-urusan Negara tersebut berpanduan pada Islam. Jika tidak? Maka jangan protes kepada Allah.



Jangan komplain jika seorang perempuan diperlakukan tidak senonoh karena auratnya terbuka, jangan protes masyarakat ataupun negara, jika dijajah oleh negara lain, terpuruk dalam ekonomi, pendidikan dan kesehatan. Maka jangan protes kepada Allah kenapa negerinya tidak menjadi negeri baldatun thayyibah. Semua itu terjadi karena melalaikan syariat-Nya.

Sejak Zaman Rasulullah SAW, Agama Islam tidak bisa dipisahkan dari urusan Negara atau politik (pelayanan terhadap umat). Ada syari’at yang dibebankan kepada individu, misal, shalat, puasa, dan ada yang dibebankan kepada Negara, misal ekonomi, pendidikan, keamanan, hukum had dan qishas. Dalilnya sangat banyak mulai af’al Rasul dan ijma’ shahabat. Bahkan para orietalispun mengakuinya, sebagaimana tersebut dalam buku Teori Politik Islam karya Dr. M. Dhiauddin Rais akan perkara ini, seperti :

1. Sir. T. Arnold berkata,

“adalah nabi pada waktu yang sama, seorang kepala agama dan kepala negara.”

2. Prof. D.B. Macdonald berkata,

“Di sini (di Madinah) dibangun negara Islam yang pertama dan diletakkan prinsip-prinsip utama undang-undang Islam.”

Dan masih banyak pendapat orientalis yang memusuhi Islam, tapi mereka mengakui bahwa Islam tidak bisa dipisahkan dari negara. Hal ini cukup menjawab pendapat orang-orang yang mengatakan bahwa Islam hanya mengatur masalah ruhani antara hamba dan Rabbnya.

Sudah kita ketahui, bahwa Daulah Madinah telah tegak di masa Rasul SAW, kemudian dilanjutkan oleh para Khulafaur Rosyidin, kokoh sampai akhirnya pada masa Khilafah Utsmaniyah. Eksistensi khilafah sendiri adalah sesuatu yang paling penting dalam Islam. Hal ini tergambar dalam kesibukan 50 shahabat Muhajirin dan Anshor yang mengutamakan mencari pengganti Rasulullah SAW sebagai pemimpin umat di perkampungan Bani Saqifah daripada mengebumikan Rasul terlebih dahulu.

Kekhilafahan dalam Islam mengalami pasang surut antara kejayaan, keemasan dan terkadang kemunduran. Salah satu kekhilafahan yang mempunyai rentang waktu panjang dan kejayaan yang mengagumkan adalah kekhalifahan Utsmaniyah di Turki. Selama kurang lebih lima abad, Ustmany telah menjaga Islam dan kaum muslimin.

Kesuksesan terbesar kekhilafahan Utsmaniyah diantaranya adalah penaklukan Konstantinopel pada tahun 1453. Hal ini memperkuat status kekhilafahan tersebut sebagai kekuatan besar di Eropa Tenggara dan Mediterania Timur. Hingga kota-kota penting yang sangat terkenal sejak zaman dahulu pun masuk ke dalam wilayah kekhilafahan Utsmaniyah. Pada masa itu, seluruh Eropa takut dan “menggigil” dengan kekhalifahan Utsmaniyah. Raja-raja Eropa berada dalam jaminan keselamatan yang diberikan dari Khalifah Utsmaniyah.

Semua hal tersebut membuat Raja-raja Eropa menaruh dendam juga niat yang membara untuk menghancurkan kekhalifahan Utsmaniyah. Namun mereka masih menunggu kesempatan dan waktu yang tepat untuk menggulingkan kekhalifahan Utsmaniyah tersebut, sehingga mereka harus membuat rencana yang benar-benar matang. Disebutkan, bahwa para filosofi, pemikir, raja, panglima perang, pastur bangsa Eropa ikut terlibat dalam rencana kejam ini. Tak kurang dari perdana menteri Romawi Dubqara menulis buku yang berjudul “Seratus Kiat untuk Menghancurkan Turki”.



Problem Internal dan Eksternal

Kekhalifahan Utsmaniyah berakhir pada 1909 H, dan kemudian benar-benar dihapuskan pada 3 Maret 1924 H. Setidaknya ada tiga sebab yang melingkupi keruntuhan kekhilafahan kebanggaan kaum muslimin ini, antara lain :



Pertama : Kondisi Pemerintahan yang Lemah dan Kemorosotan Akhlak

Penurunan drastis ketaqwaan individu menyebabkan akhlak umat mulai merosot, Turki mulai mengalami kemunduran setelah terjangkit penyakit yang menyerang bangsa-bangsa besar sebelumnya, yaitu : cinta dunia dan bermewah-mewahan, sikap iri hati, benci membenci, dan penindasan. Pejabat pemerintahan terpuruk karena korupsi. Para wali dan pegawai tinggi memanfaatkan jabatannya untuk menumpuk harta.

Begitu pula rakyat yang terus menerus tenggelam dalam kemewahan dan kesenangan hidup, meninggalkan pemahaman dan semangat jihad. Fanatik madzhab merebak dimana-mana. Kemudian mencukupkan Imam Madzhab dan timbul opini tertutupnya pintu ijtihad. Sehingga umat kebingungan dan berada dalam keruwetan pada saat menghadapi persoalan-persoalan baru yang terjadi pada umat Islam.



Kedua : Serangan dan Pertempuran Militer dari Eropa

Sebelum terjadinya Perang Dunia I yang menghancurkan Turki, upaya penyerangan dari Raja Eropa ke Turki sebenarnya sudah dimulai pada akhir abad 16, dimana saat itu keluar statement yang menyatakan bahwa : ”Sri Paus V, raja Perancis Philip dan republik Bunduqiyah sepakat untuk mengumumkan perang ofensif dan defensif terhadap orang-orang Turki untuk merebut kembali wilayah-wilayah yang dikuasai Turki, seperti Tunisia, Al-Jazair dan Taroblush”.

Sejak itulah Turki melemah karena banyaknya pertempuran yang terjadi antara mereka dan negara-negara Eropa. Puncak dari semua itu adalah keterlibatan Turki dalam Perang Dunia I pada 2 Agustus 1914 atas rencana busuk dari Mustapa Kamal, dan mengakibatkan Turki kehilangan segala-galanya, dimana militer penjajah akhirnya memasuki Istambul.



Ketiga : Gerakan Oposisi Sekuler dan Nasionalis

Selain serangan konspirasi dari luar, Utsmaniyah juga menghadapi tantangan internal berupa Isu Nasionalisme Arab. Orang Arab yang merasa lebih mulia daripada orang turki, karena Islam berasal dari Arab, sehingga mereka enggan dipimpin seorang Khalifah yang berasal dari turki. Hal ini memicu terjadinya separatisme yang semakin menggerogoti kekuatan dan wilayah Utsmani.

Utsmany juga mendapat perlawanan oposisi dari organisasi sekuler dan nasionalis yang sempit, seperti Organisasi Wanita Turki dan Organisasi Persatuan dan Kemajuan yang digawangi oleh Mustafa Kemal. Dalam perjuangannya, mereka banyak bekerja sama dengan negara Eropa untuk mewujudkan keinginan mereka menghilangkan kekhalifahan.

Puncaknya, apa yang terjadi pada tahun 1909 H, dengan dalih gerakan mogok massal, organisasi Persatuan dan Kesatuan berhasil memasuki Istambul, menyingkirkan Khalifah Abdul Hamid II dan melucutinya dari pemerintahan dan keagamaan dan tinggal menjadi simbol belaka. Tidak cukup itu, pada 3 Maret 1924, badan legislatif mengangkat Mustafa Kamal sebagai presiden Turki dan membubarkan Khilafah Islamiyah.(http://www.kabarislam.com).

Mustafa Kemal bertindak radikal guna menghancurkan peradaban Islam. Mustafa, sebagai Presiden Republik Turki yang sekuler, bertindak diktator dalam menjalankan pemerintahan. Ia menetapkan ideologi Negara menganut paham sekularisme. Atas dasar ideologi Negara ini, dia mengumumkan akan mengambil langkah-langkah kebijaksanaan untuk mencapai cita-citanya demi kepentingan Negara Turki Sekuler. Dia mengambil langkah-langkah sebagai berikut:

1. Menghapus syariah Islam dan tidak ada lagi jabatan kekhalifahan;

2. Mengganti hukum-hukum Islam dengan hukum-hukum Italia, Jerman, dan Swiss;

3. Menutup beberapa Mesjid dan Madrasah;

4. Mengganti agama Negara dengan sekularisme;

5. Mengubah azan ke dalam bahasa Turki;

6. Melarang pendidikan agama di sekolah umum;

7. Melarang kerudung bagi kaum wanita dan pendidikan terpisah;

8. Mengganti naskah-naskah bahasa Arab dengan bahasa Roma.

9. Pengenalan pada kode hukum Barat, pakaian, kalender, serta alfabet, mengganti seluruh huruf Arab dengan huruf Latin.



Hingga hari inipun Turki dikenal sebagai Republik Sekuler yang sangat sensitif terhadap dakwah Islam. Turki masa kini masih resisten terhadap muslimah berjilbab yang masuk ke dalam acara resmi kenegaraan. Bahkan dalam bulan Ramadhanpun, hidangan dan makanan masih tetap disajikan dalam pertemuan – pertemuan kenegaraan, karena puasa adalah syariat agama yang bersifat pribadi dan tidak berhubungan dengan urusan Negara. Ciri Islam di turki hampir – hampir hilang sama sekali, sehingga kaum muslimin kesulitan menemukan jejak peradaban Islam di tanah Turki. Itu semua adalah “berkat” ulah Mustafa Kamal !

Sesaat setelah Kemal Attaturk menggantung tiga puluh ulama dan mengawasi gerakan perlawanan dari kubu Muslim, ia katakan, “Ketahuilah, saya dapat membuat negara Turki menjadi negara demokrasi bila saya dapat hidup lima belas tahun lagi. Tetapi jika saya mati sekarang, itu akan memerlukan waktu tiga generasi.” Begitulah Kamal Attaturk, selalu berlaku angkuh di atas tindakan kekejaman dan anti Agama, seorang yang dikenal sebagai pencetus Sekulerisme Turki, penghancur kekhalifahan Turki dan Agama Islam .



Siksaan Allah Pada Penghancur Peradaban Islam

Tahukah anda, bagaimana siksaan Allah pada akhir hayat Mustafa Kemal? Kezdoliman dan pengkhianatannya terhadap umat Islam di Turki sangat begitu kejam. Sekiranya Kamal Attaturk ini lahir di zaman adanya Rasul pada saat ketika wahyu masih turun, bisa jadi namanya akan diabadikan seperti Fir’aun, Namrud dan Abu Lahab.

Cara kematian yang Allah telah datangkan kepada mereka yang zalim itu teramat tragis sekali. Kematian merekapun teramat unik. Contohnya Namrud, mati karena sakit kepala akibat dimasuki oleh seekor nyamuk melalui telinganya. Setiap kali ia menjerit, dokter pribadinya memerintahkan dipukul kepalanya untuk mengurangi kesakitannya. Setelah lama bergelut dengan sakratul maut, akhirnya dia mati dalam keadaan tersiksa dan terhina. Begitu juga dengan Firaun yang mati lemas di dalam laut.

Jadi, tidaklah heran kalau Kamal Attaturk juga menerima pembalasan yang setimpal dengan pembalasan yang diterima oleh Namrud dan Firaun. Menurut sejarah dalam buku-buku biografinya, yang ditulis oleh para pendukungnya, kematian Kemal dikarenakan akibat over dosis minuman keras. Ditambah lagi dengan berbagai penyakit seperti penyakit kelamin, malaria , sakit ginjal dan lever. Dia meninggal dunia pada 10 November 1938, Kulit di tubuh badannya rusak dengan cepat dan díganggu pula oleh penyakit gatal-gatal.

Dokter sudah memberi bermacam-macam salep untuk diusap pada kakinya yang sudah banyak luka-luka karena tergaruk oleh kukunya. Walaupun begitu, dia masih sangat angkuh. Di akhir-akhir hayatnya, yaitu ketika menderita sakratul maut, anehnya dia takut sekali berada di istananya, dan tubuhnya merasa panas, maka ia ingin dibawa ke tengah laut dengan kapalnya.

Bila penyakitnya bertambah kritis, dia tidak dapat menahan diri dari menjerit. Jeritan itu semakin kuat (hingga kedengaran di sekeliling istana), dia berteriak kesakitan dalam sakratul mautnya dengan penuh siksa di tengah-tengah laut.

Sebagaimana yang disampaikan Dr. Abdullah ‘Azzam dalam buku ‘Al Manaratul Mafqudah’, detik-detik menjelang ajal sang hina mustafa kamal attaturk, Mustafa Kamal terserang penyakit dalam (sirrosis hepatitis) disebabkan alkohol yang terkandung dalam khamr. Cairan berkumpul di perutnya secara kronis. Ingatannya melemah, darah mulai mengalir dari hidungnya tanpa henti.

Dia juga terserang penyakit kelamin (GO), akibat amat sering berbuat maksiat. Untuk mengeluarkan cairan yang berkumpul pada bagian dalam perutnya (Ascites), dokter mencoblos perutnya dengan jarum. Perutnya membusung dan kedua kakinya bengkak. Mukanya mengecil. Darahnya berkurang sehingga Mustafa pucat seputih tulang.

Setelah 9 hari, barulah mayatnya disembahyangkan, itupun setelah didesak oleh seorang adik perempuannya. Kemudian mayatnya telah dipindahkan ke Ankara dan dipertontonkan di hadapan Grand National Assembly Building. Pada 21 November, dipindahkan pula ke sebuah tempat sementara di Museum Etnografi di Ankara yang berdekatan gedung parlemen.

Lima belas tahun kemudian yaitu pada tahun 1953, barulah mayatnya diletakkan di sebuah bukit di Ankara. Apa yang menyedihkan, ulama-ulama sezaman dengan Kamal Atartuk telah mengatakan bahwa “jangankan bumi Turki, seluruh bumi Allah ini tidak menerima mayat Kamal Atartuk!” Hanya Allah sahaja yang Maha Mengetahui.



Khatimah

Keruntuhan Kesultanan Ustmany pada bulan Maret 89 tahun yang lalu dipengaruhi faktor eksternal dan internal. Namun faktor internal lebih dominan, yakni penurunan ketaqwaan individu sehingga kemudian muncul kemaksiatan, korupsi, fanatik madzhab dll. Menurunnya pemahaman terhadap Islam juga memudahkan masuknya pemikiran sekulerisme-Kapitalisme kepada kaum muslimin.

Para sekuleris muslim ini ingin memisahkan agama dari kehidupan, mengatakan agama urusan privat tidak boleh dibiacarakan di publik, melarang menutup aurat, agama hanya mengurus masalah ritual bukan publik, adzan diganti dengan bahasa lain, masjid dijadikan museum dan menghalalkan yang haram atau sebaliknya, dan berbagai ide “nyeleneh” lain.

Kaum sekuleris ini kemungkinan mempunyai sanad keilmuan yang bersambung kepada Mustafa Kemal, atau dia membaca dari buku-buku karangannya kemudian mengikutinya. Tidak mungkin pemikiran sekulerisme yang diembannya bersambung kepada 'ulama salafunas shalih’, karena sekulerisme bukanlah berasal dari Islam, bahkan sekulerisme ini memberi kontribusi terhadap kerusakan peradaban Islam.

Wallahua’lam bi ashowab











0 komentar:

Posting Komentar