Kamis, 06 Juni 2013

Pelajaran Dari Peristiwa Isra' Mi'raj

Bulan Rajab merupakan salah satu bulan haram atau muharram yang artinya bulan yang dimuliakan. Dalam Islam dikenal ada empat bulan haram, ketiganya secara berurutan adalah Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram, dan satu bulan yang tersendiri, Rajab.






















Di bulan Rajab ini, wa bil khusus tanggal 27 Rajab, terjadi banyak hal istimewa bagi kaum muslimin. Diantaranya Pertama pada 27 Rajab 1342 H atau 3 Maret 1924 M merupakan hari runtuhnya Kesultanan Utsmaniyyah Turki di tangan agen Yahudi, Mustafa Kemal Pasha. Khilafah Utsmaniyyah Turki merupakan Institusi penegak hukum islam terakhir yang melindungi ummat islam di Maroko hingga Maluku.

Kedua pada malam 27 Rajab 583 H bertepatan dengan 2 Oktober 1187 M, Salahudin Al Ayyubi dan pasukannya berhasil meraih kemenangan dalam perang salib serta merebut kembali kota jerusalem dan masjid Al Aqsa setelah bertahun – tahun berada di bawah kekuasaan kaum nasrani.

Ketiga yang paling dikenal publik adalah peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW pada malam 27 Rajab, 2 tahun sebelum Hijrah. Di malam itu Rasulullah Muhammad SAW menerima secara langsung sebuah syariat yang mulia, yakni syariat sholat. Apa pelajaran yang bisa kita ambil pada malam 27 rajab tahun ini ? Tulisan ini mencoba merangkumnya.


Sholat dan Penegakan Hukum Allah

Di sebuah tulisan yang dimuat dalam Yusuf Mansyur Network disebukan hikmah dan hubungan antara sholat dan penegakan Hukum Islam. Tulisan tersebut menyebutkan bahwa ada benang merah antara runtuhnya sistem Islam (Khilafah) sebagai penegak Hukum Allah dengan ditinggalkannya syariat sholat oleh sebagian kaum muslimin. Sebagaimana disebutkan dalam sabda Rasulullah SAW: Dari Abu Umamah Al Bahili dari Rasulullah Shallallahu’alaihiWasallam bersabda: “Sungguh ikatan Islam akan terurai simpul demi simpul. Setiap satu simpul terurai maka manusia akan bergantungan pada simpul berikutnya. Yang pertama kali terurai adalah masalah hukum dan yang paling akhir adalah sholat."(HR. Imam Ahmad)

Rasulullah SAW telah memperingatkan kita yang hidup di belakang hari, menjelang semakin dekatnya kiamat bahwa proses dekadensi Ummat Islam akan terjadi. Seiring dengan ditingalkannya pemberlakuan aspek hukum Islam atau hukum Allah sampai diabaikannya kewajiban menegakkan kewajiban sholat. Padahal kita menyaksikan dewasa ini bahwa kedua kutub ekstrim tersebut (Sholat dan penegakan hukum islam) jelas-jelas telah ditinggalkan oleh sebagian besar ummat Islam.

Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Siapa yang meninggalkan syari’at paten yang diturunkan kepada Muhammad Ibnu Abdillah Shallallahu’alaihiWasallam penutup para nabi, dan dia malah merujuk hukum kepada yang lainnya berupa hukum-hukum (Allah) yang sudah dinasakh (dihapus), maka dia kafir. Maka apa gerangan dengan orang yang berhukum kepada Ilyasa dan lebih mengedepankannya atas hukum Allah? Siapa yang melakukannya maka dia kafir dengan ijma kaum muslimin”. [Al Bidayah Wan Nihayah: 13/119].

Semenjak 3 Maret 1924/ 27 Rajab 1342, kaum muslimin praktis tidak lagi memiliki institusi formal-konstitusional yang melindungi keberadaannya sebagai satu sekutu, satu blok dan satu jama’ah. Kala itu berakhirlah kejayaan Khilafah Utsmaniyah yang berpusat di Turki. Suatu kedaulatan yang membentang sedemikian luas dari Maroko di barat sampai Maluku di timur sehingga memperoleh sebutan “The Ottoman Empire”. Sejak saat itu bubarlah sistem pemerintahan Islam yang telah menghiasi sejarah dunia selama ribuan tahun (kurang lebih 1302 tahun) di Akhir Zaman semenjak pertama kali dibangun dan langsung dipimpin oleh Nabi Akhir Zaman Muhammad Rasulullah Shallallahu’alaihiWasallam. Mulailah sejak saat itu secara formal di muka bumi tidak lagi diberlakukan Hukum Allah dan digantikan dengan hukum bikinan manusia.



Sejak dibubarkannya sistem kehidupan Islami (baca : Khilafah Islamiyyah) pada tahun 1924 oleh pengkhianat bernama Mustafa Kemal, maka simpul demi simpul ikatan Islam dengan cepat terurai satu demi satu. Sehingga dewasa ini kita rasakan betapa seluruh aspek kehidupan telah terlepas dari kendali ikatan Islam. Ummat manusia kebanyakan, termasuk sebagian ummat Islam sendiri, memandang paham / isme buatan manusia sebagai hal yang lebih baik daripada ajaran Allah, Al-Islam. Tidak sedikit muslim yang berpandangan bahwa jika kita kembali kepada Islam dalam menata segenap aspek hidupnya berarti memutar jarum jam ke belakang alias tidak berperadaban modern (kuno). Sehingga dalam bab sholat saja tidak sedikit kita jumpai seorang muslim dengan ringannya meninggalkan kewajiban mendasar yang satu ini.





Sudahkah Sholat ditegakkan ?
Menegakkan shalat tidak sama dengan melaksanakan shalat. Melaksanakan shalat adalah ibadah tertentu yang di awali dengan takbir dan di akhiri dengan salam dengan syarat dan rukun-rukunnya.



Adapun menegakkan shalat adalah menerapkan dan melestarikan peradilan islam atas orang yang terbebani shalat (mukallaf) dengan sanksi ta'zir atau sanksi riddah. Sesungguhnya menegakkan shalat termasuk bagian dari menerapkan dan melestarikan sistem peradilan islam yang mempunyai thariqah (metode) yang telah ditentukan sebagaimana penegakan ajaran islam yang lain, tidak hanya khusus untuk menegakkan shalat.



Rasulullah SAW bersabda "Shalat adalah tiang agama, barangsiapa yang menegakkan shalat maka sesungguhnya dia telah menegakkan agama, dan barangsiapa yang meninggalkan penegakan shalat maka sungguh dia telah menghancurkan agama"(HR. Baihaqi). Allah SWT berkali – berkali berfirman dalam Al Qur’an dengan perintah : "Tegakkanlah shalat dan tunaikanlah zakat". Rasulullah Muhammad SAW juga bersabda : "Shalatlah engkau sebagaimana engkau melihat aku shalat".(HR. Bukhari, Muslim, Ahmad)



Disyari'atkan sanksi ta'zir bagi orang yang meninggalkan shalat lima waktu karena tidak taat (maksiat) dan dengan hukuman riddah (murtad) apabila menentang / mengingkari terhadap syari'at shalat, setelah diminta tobat sebanyak tiga hari. Oleh karena itu, syari'at shalat lima waktu adalah wajib ‘ain atas seorang mukallaf.



Sungguh Allah telah mensyari'atkan penegakan Khilafah untuk menerapkan dan melestarikan syariat shalat. Sebagaimana penegakan dan pelestarian rasulullah atas penegakan shalat dengan metode Daulah Madinah, begitupun juga dengan hukum-hukum yang lain secara keseluruhan. Allah berfirman “Apa yang datang dari Rasulullah kepada kamu sekalian maka ambillah sedangakan yang dicegah maka tinggalkanlah” (TQS. Al Hasyr : 7). Rasulullah sudah datang dan mencontohkan dengan metode penegakan system islam didalam menegakkan ajaran islam begitu juga dengan penerapan dan pelestarian kewajiban syari’at shalat.



Rasulullah memerintahkan untuk menaklukkan negeri yang tidak menegakkan shalat, sekalipun didalamnya terdapat kaum muslimin yang melaksanakan shalat. Termasuk Mekkah yang sebelum penaklukkan terdapat kaum muslimin yang melaksanakan shalat, tetapi syari'at islam tidak ditegakkan. Diantaranya syariat shalat dan yang lainnya, termasuk syari'at pemerintahan islam, sistem ekonomi islam, sistem pergaulan islam, sistem pendidikan islam, politik luar negeri dalam islam dan sistem peradilan dalam islam. Syariat islam akan tegak ketika menerapkan dan melestarikan sistem sanksi atas orang yang meninggalkan ajaran islam dengan sistem peradilan islam (Bukan dengan sistem peradilan selain islam).



Daulah yang didalamnya tidak ditegakkan syari'at islam bukanlah Daulah Islam, karena di dalamnya menegakkan dan melestarikan sistem selain islam sekalipun di dalamnya terdapat kaum muslimin dalam jumlah sedikit ataupun banyak. Oleh karena itu, maka Negeri Mekkah sebelum penaklukan adalah negeri jahiliyah, kemudian rasulullah saw menaklukkannya dan menjadikannya bagian wilayah pemerintahannya dengan wali (Gubernur), 'Attab bin Usaid. Allah berfirman “Kamu akan diajak untuk (memerangi) kaum yang mempunyai kekuatan yang besar, kamu akan memerangi mereka atau mereka menyerah (masuk Islam”).(TQS. Al Fath : 16)



Akhlak adalah hukum syara'. Seseorang disebut berakhlaqul kariimah jika ia melaksanakan hukum syara’, dan sebaliknya barangsiapa yang melakukan keharaman maka sungguh orang tersebut akhlaknya rusak.





Sesungguhnya penguasa yang memimpin dengan menerapkan dan melestarikan sistem selain islam maka sungguh dia telah melakukan kemunkaran sebagaimana kemunkaran dalam aturan kehidupan yang lain. Sesungguhnya akhlak tidak terdapat pada pemimpin yang menerapkan kemungkaran pada satu sisi serta bersikap takwa dan berakhlak yang mulia pada urusan lain. Perbuatan tersebut sungguh sebuah keharaman yang terang-terangan disisi manusia dan termasuk orang yang melampaui batas.



Illat syar'ie dari al-qur'an yang qath'ie tsubut bahwa seseorang yang beriman kepada sebagian ajaran islam namun kafir terhadap sebagian ajaran islam yang lain, maka perbuatan tersebut termasuk kafir yang sebenarnya. Allah swt berfirman : " sesungguhnya orang yang kafir terhadap Allah dan rasulnya dan ingin membedakan antara Allah dan Rasulnya kemudian berkata beriman sebagian dan kufur sebagian dan ingin mengambil diantara jalan tersebut, mereka adalah termasuk orang yang kafir sebenarnya (TQS. An-Nisa' 150-151).



Maka dari itu, kita mendapati syari'at islam diseluruh dunia sekarang tidak ada yang ditegakkan, tetapi malah dirusak dan tidak ditegakkan secara mutlak. Di antaranya adalah syari'at shalat lima waktu, sesungguhnya shalat tidak tegak, karena orang yang meninggalkan sholat tidak dikenai hukuman / sanksi berdasar peradilan islam, artinya negeri – negeri kaum muslimin saat ini belum menegakkan shalat dengan benar sehingga tidak mampu mencegah perbuatan keji dan munkar.



Wallahu a'lam bi ashowab



0 komentar:

Posting Komentar