Kamis, 11 Juli 2013

Islam Sebagai Rahmat Seluruh Ummat

Beberapa waktu terakhir, dakwah Islam terasa semakin maju. Ummat mulai akrab dengan slogan – slogan : penegakan hukum syara’, Islam kaffah, perda syariah dan sejumlah isu sejenis. Bahkan sebagian ummat mulai membiasakan diri terikat dalam aturan Islam dalam kehidupan praktis. 




Terlihat muslimah berhijab mudah ditemui, hadirnya komunitas perdagangan dengan menggunakan mata uang dinar, banyaknya majelis – majelis ilmu yang diselenggarakan masyarakat, bukan hanya di masjid dan musholla namun sudah merambah di kampus – kampus non agama, perkantoran, lingkungan bahkan tabligh akbar di stadion dengan kapasitas besar.

Namun di tengah kuatnya keinginan menerapkan Islam dalam kehidupan sehari – hari, sebagian kalangan – non muslim dan sebagian orang Islam – justru merasa galau. Mereka takut penerapan Islam dalam masyarakat akan menimbulkan diskriminasi terhadap golongan tertentu. Benarkah demikian ?



Perlakuan Islam Terhadap Non Muslim

Banyak orang mengatakan bahwa penerapan syariat Islam hanya berlaku bagi kaum muslimin saja, tidak untuk non muslim. Non muslim akan mendapatkan perlakuan tidak sama dengan kaum Muslimin. Diskriminatif, demikian ghazwul fikr yang dikembangkan musuh – musuh Islam guna menciptakan keraguan di dada kaum muslimin atas keadilan agama Islam.



Padahal Islam adalah agama yang sempurna, sebagaimana firman Allah swt,”Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (TQS. Al Maidah : 3). Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat ini menyatakan, ini merupakan nikmat Allah yang paling besar terhadap ummat Islam dengan disempurnakan agama mereka, yang tidak membutuhkan agama (ideology, ajaran, hukum) lain. Juga tidak membutuhkan nabi lain selain Nabi Muhammad SAW.



Namun tidak berarti Islam menolak unsur lain dalam masyarakat yang kebetulan beragama selain Islam. Keadilan Islam berlaku umum bagi siapapun, oleh karena itu Islam tidak melarang kaum muslimin berhubungan dengan non muslim. Allah swt berfirman, ”Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. (TQS. Al Mumtahanah : 8).



Namun Allah swt juga mengingatkan dalam ayat berikutnya,”Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.”(TQS. Al Mumtahanah : 9).



Dalam pandangan Islam, Setiap warga muslim maupun non muslim harus mendapatkan perlakuan hak yang sama, namun kewajiban masing masing berbeda. Non muslim akan mendapat hak sebagaimana hak – hak kaum muslimin dalam kegiatan kemasyarakatan. Tapi kaum kafir tidak dibebani kewajiban sebagaimana kewajiban seorang muslim, seperti berjihad membela daulah dan agama.



Non muslim tidak dipaksa untuk meyakini dan membenarkan keyakinan Islam. Sebaliknya, mereka akan mendapatkan perlindungan untuk tetap memeluk aqidah mereka. Dalam sebuah hadits yang dikeluarkan Abu ‘Ubaidad dalam kitab al-Amwal melalui jalur ‘urwah, Rasulullah Saw bersabda:

إِنَّهُ مَنْ كَانَ عَلَى يَهُودِيَّةٍ أَوْ نَصْرَانِيَّةٍ فَإِنَّهُ لاَ يُفْتَنُ عَنْهَا ، وَعَلَيْهِ الْجِزْيَةُ

“Siapapun yang beragama Yahudi atau Nasrani (berkedudukan sebagai dzimmiy) maka hendaklah dia tidak diganggu untuk melaksanakan ajaran agamanya. Mereka dikenakan Jizyah“.

Merekapun berhak memiliki rumah ibadah. Hal ini didasarkan pada larangan menghancurkan rumah ibadah, sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah SWT:

وَلَوْلَا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَصَلَوَاتٌ وَمَسَاجِدُ يُذْكَرُ فِيهَا اسْمُ اللَّهِ كَثِيرًا

“Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah” (TQS. al-Hajj: 40)



Selain itu, Harta dan darah mereka terjaga sebagaimana terjaganya darah dan harta kaum Muslim. Diriwayatkan Al-Khathib dari Ibnu Mas’ud, Rasulullah saw pernah bersabda:

مَنْ آذَى ذِمِّيًّا فَأنَا خَصْمُهُ وَمَنْ كُنْتَ خَصَمَهُ خَصْمَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Barangsiapa menyakiti dzimmiy, maka aku berperkara dengannya, dan barangsiapa berperkara dengan aku, maka aku akan memperkarakannya di hari kiamat [Jaami’ Shaghir, hadits hasan].



Ummat Islam juga memberi jaminan perlindungan kepada kaum kafir, dalam hal ini kafir dzinmy, muahid dan musta’min. Sebagaimana sabda Rasulullah saw, ”Barangsiapa bertindak dhalim terhadap seseorang yang terikat perjanjian keamanan dengan kaum muslimin atau mengurangi haknya atau membebani lebih dari kemampuannya atau mengambil sesuatu darinya tanpa keridlaannya, maka akulah yang akan menjadi lawan si dhalim itu kelak pada hari kiamat.” (HR. Abu Daud dan Baihaqi)



Khalifah Umar bin Khatab selalu bertanya kepada orang- orang yang datang dari daerah – daerah wilayah Islam tentang keadaan kafir dzinmi karena beliau khawatir ada kaum muslimin yang mengganggu mereka. Namun orang – orang tersebut menjawab,”Tidak ada sesuatu yang kami ketahui melainkan perjanjian itu dijalankan sebaik – baiknya oleh (penguasa wilayah) kaum muslimin”.



Kaum muslimin juga menjamin nyawa dan darah non muslim. Rasulullah saw bersabda,”Barangsiapa membunuh seorang muahid (orang kafir yang terikat perjanjian dengan Khilafah) tidak akan mencium harumnya surga, sedangkan harumnya surga itu dapat tercium dari jarak perjalanan 40 tahun.” (HR. Bukhari, Ahmad, Ibnu Majah). Bahkan Khalifah Ali ra pernah memerintahkan seorang muslim diqishos karena membunuh kafir dzinmi. Namun sebelum perintah itu dilaksanakan, keluarga / ahli waris korban datang dan memaafkan.



Islam mencakup Fikrah dan Thariqah

Dinul Islam mengandung aqidah dan syariat, tersusun dari fikrah (ide, hukum) dan thariqah (metode penerapan ide/hukum). Islam bukanlah filsafat, apalagi sekedar ajaran-ajaran moral atau etika. Dinul Islam juga adalah Dinul 'Amaliy, (ajaran-ajaran agama/hukum yang bersifat praktis). Sehingga Dinul Islam adalah mabda (prinsip/ideology) yang di dalamnya terdapat fikrah-fikrah dan thariqah.



Didalam syariat Islam terdapat hukum-hukum Jizyah, hukum tentang akad dzimmah (atas masyarakat non muslim), hukum tentang perkawinan (yang mencakup wanita Ahlu Kitab), yang ditujukan bagi orang-orang non muslim. Daulah Islam yang didirikan oleh Rasulullah terdapat watsiqah Madinah (piagam Madinah) berupa hukum-hukum Islam yang bersifat umum, yang diterapkan dan diikuti oleh seluruh masyarakat, baik mereka Muslim maupun non Muslim. Akan tetapi, dalam perkara ubudiyah dan hukum-hukum pernikahan, kematian, dan sejenisnya, diberikan kepada rakyat non muslim untuk menjalankan perkara-perkara tersebut sesuai dengan ajaran agama mereka.



Penerapan syariat Islam bisa mencegah kerusakan maupun berbagai pelanggaran yang mungkin dilakukan oleh masyarakat. Bahkan untuk beberapa perkara tertentu yang menyangkut eksistensi manusia, eksistensi akal, eksistensi kehormatan, harta, agama, stabilitas politik dll. Allah SWT telah menetapkan hukum-hukum hudud, yang berlaku apa adanya sebagaimana teks nash-nash Al-Quran maupun As-Sunnah.



Seluruh perkara tersebut telah ditetapkan secara qath'iy di dalam nash. Dan di dalam perkara hukum hudud tidak ada ijtihad. Sebab Allah-lah yang telah menetapkan bentuk hukumannya, bukan manusia. Allah SWT Maha Mengetahui dan Maha Adil. Allah Mengetahui mana yang benar dan salah, apa yang baik dan apa yang tidak baik, mana yang menghasilkan maslahat, mana yang membawa mudharat. Hukum Allah bersifat abadi, cocok untuk diterapkan pada setiap zaman dan tempat. Sebab Dia-lah yang menciptakan seluruh manusia, Dia-lah yang Maha Mengetahui tabiat manusia.



Allah SWT menurunkan syariat Islam melalui Rasulullah saw sebagai rahmatan lil 'alamin (rahmat bagi seluruh alam/makhluk). Sebagaimana firman Allah swt, “Dan tiadalah kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.”(TQS. Al-Anbiya [21]: 107).



Kehadiran Rasulullah saw di dunia dengan membawa wahyu Allah SWT; tutur kata dan tingkah lakunya sebagai hukum dan suri tauladan bagi seluruh umat manusia. Sesungguhnya penegakan Islam secara kaffah bukan hanya menguntungkan kaum muslimin, namun juga akan memberi garansi kenyamanan bagi non muslim yang hidup di bawah sistem Islam.



Kesempurnaan dan cakupan Dinul Islam, yang tidak memberi peluang satu perkarapun lolos dari pandangannya, menunjukkan keagungan dan kehebatan syariat Islam yang tidak dimiliki oleh sistem hukum manapun yang ada di seluruh dunia. Firman Allah SWT: “Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (TQS. An-Nahl [16]: 89)



Berdasarkan hal di atas, maka seorang Muslim tidak layak berpaling dan beralih kepada sistem hukum lain. Apalagi jika sistem hukum tersebut merupakan produk manusia yang sarat dengan keterbatasan, kelemahan dan kepentingan. Jika Allah SWT telah memberikan kepada kita Dinul Islam yang sempurna, sistem, hukum yang adil dan cakupannya menyeluruh, mengapa sebagian besar kaum muslimin malah berpaling dari syariat Allah SWT yang sempurna dan agung?



Padahal jelas-jelas Allah berfirman: “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan (hukum), akan ada bagi mereka pilihan (hukum) yang lain tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (TQS. Al-Ahzab [33]: 36)



Wallahu a’lam bi ashowab



0 komentar:

Posting Komentar