Kamis, 25 Juli 2013

Membumikan Al Qur'an

Di era modern seperti sekarang ini, ayat-ayat Al Qur’an sudah dapat didengar dan dibaca lewat produk gadget yang kita miliki. Berbagai program aplikasi/software telah banyak dibuat untuk mempermudah kaum muslimin belajar membaca Al Qur’an, bahkan saat ini sudah dilengkapi dengan program tafsir Al Qur’an. Sekarang ini juga sudah banyak bermunculan metode yang mempermudah seseorang belajar membaca dan juga menghafal al qur’an.




Melihat perkembangan itu semua kita tentunya merasa senang dan bangga, apalagi di bulan ramadhan ini banyak kaum muslimin berlomba-lomba memperbanyak membaca Al Qur’an, baik di rumah, musholla, masjid bahkan di tempat-tempat umum, tidak sepi dari lantunan ayat-ayat suci Al-qur’an. Di satu sisi kita merasa senang dengan fenomena itu, tetapi di sisi lain kita juga prihatin karena Al Qur’an hanya dipahami sebatas bacaan saja, atau al qur’an hanya berhenti di ajang musabaqoh saja. Faktanya, tidak banyak dari ayat-ayat Al Qur’an yang diaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.



AL QUR’AN MASIH “DIABAIKAN”

Allah swt berfirman yang artinya, Berkatalah Rasul: "Ya Tuhanku, Sesungguhnya kaumku menjadikan Al Qur’an itu sesuatu yang diacuhkan".



Ayat di atas menceritakan bahwa Rasulullah saw. mengadukan kepada Allah SWT perilaku umatnya yang menjadikan al-Quran sebagai mahjûr[an]. Kata mahjûr[an] merupakan bentuk maf‘ûl. Ia bisa berasal dari kata al-hujr, yakni kata-kata keji dan kotor. Dengan demikian, maksud ayat ini, mereka mengucapkan kata-kata batil dan keji terhadap al-Quran, seperti tuduhan al-Quran adalah sihir, syair atau dongengan orang-orang terdahulu (QS al-Anfal [8]: 31). Kata mahjûr[an juga bisa berasal dari kata al-hajr, yakni at-tark (meninggalkan, mengabaikan). Jadi, mahjûr[an] juga bisa bermakna matrûk[an] (yang ditinggalkan, diabaikan).



Allah ta’ala memberitahukann ihwal nabi dan rasul Nya yang bekata "Ya Tuhanku, Sesungguhnya kaumku menjadikan Al Qur’an itu sesuatu yang diacuhkan". hal itu karena apabila al qur’an dibacakan kepada kaum musyrik, mereka tidak peduli dan membicarakan hal lain sehingga mereka tidak mendengarkannya.



Sikap demikian termasuk kategori tidak memperhatikan, tidak beriman, dan merenungkan, dan tidak mengamalkan dan beralih pada hal lain. Kita memohon kepada Allah kiranya Dia menjauhkan dari perkara yang membuatNya murka dan memberi kita kekuatan untuk memlihara kitabNya dengan memahami dan mengamalkannya sesuai dengan cara yang diridhoiNya. (ringkasan tafsir Ibnu katsir :546-547)



Tidak mau berhukum dengan al-Quran, baik dalam perkara ushûl ad-dîn maupun furû’-nya, menurut Ibnu al-Qayyim, juga terkategori meninggalkan atau mengabaikan al-Quran (Wahbah Zuhaili, IXX/61). Jika kita cermati, gejala pengabaian al-Quran banyak dilakukan kaum Muslim—baik secara sadar ataupun tidak—dari berbagai level.



Pertama pada level orang awam, baik di kalangan bawah maupun kalangan menengah, menjadikan al qur’an hanya sebagai “pajangan” yang menghiasi rak-rak buku tanpa pernah dibaca, apalagi dikaji isinya dan diamalkan dalam kehidupan. Kalaupun dibaca, biasanya sekadar pada bulan Ramadhan, seperti saat ini.



Karena jarang dibaca, otomatis al-Quran pun jarang dikaji. Karena jarang dikaji, otomatis al-Quran jarang diamalkan. Pada level ini mereka lebih tertarik dan bersemangat untuk (misalnya) membaca koran atau menonton TV, ketimbang membaca al-Quran. Wajar jika kemudian umat lebih paham ide-ide Sekularisme—ketimbang gagasan-gagasan dan pesan-pesan yang berasal dari al-Quran.



Dalam tataran pemikiran, hal ini dapat dibuktikan dengan penerimaan sebagian masyarakat terhadap ide demokrasi, HAM, kebebasan, emansipasi dll ketimbang gagasan-gagasan dan pesan-pesan Islam seperti penerapan syariah Islam secara kâffah (total). Dalam tataran kehidupan praktis. Hal ini dapat diindikasikan dengan gandrungnya sebagian besar masyarakat terhadap gaya hidup Barat yang cenderung bebas dan liar. Wanita Muslim banyak yang lebih suka berpakaian ala Barat yang mempertontonkan sebagian (bahkan sebagian besar) auratnya ketimbang menutup auratnya dengan jilbab dan kerudung. Para remaja banyak yang lebih suka bergaul bebas ketimbang terikat dengan aturan-aturan agama.



Kedua: pada level intelektual Muslim, kita menyaksikan bagaimana al-Quran diperlakukan secara ‘semena-mena’; sesekali dikritisi, bahkan tak jarang digugat—meskipun tidak secara terang-terangan alias dibungkus dengan berbagai istilah dan jargon, seperti ‘reaktualisasi’ ataupun ‘reinterpretasi’ al-Quran.



Munculnya sikap ‘kritis’ terhadap al-Quran tidak lain karena didasarkan pada anggapan bahwa al-Quran—meskipun dipandang suci—hakikatnya adalah kumpulan teks, yang sama dengan teks-teks lain. Bahkan Nashr Hamid Abu Zayd, dalam Mafhûm an-Nash; Dirâsât fî ‘Ulûm al-Qur’ân, secara tegas menyatakan bahwa al-Quran bukanlah kalamullah, ia hanyalah produk budaya (muntâj ats-tsaqâfi); hasil persepsi Muhammad saw. terhadap kalam Allah yang sebenarnya.



Ketiga: Pada level negara/penguasa, upaya mengabaikan al-Quran sesungguhnya lebih kentara lagi. Bagaimana tidak? Selama ini, al-Quran nyaris tidak dilirik. Enggannya penguasa untuk menerapkan hukum-hukum Allah SWT yang bersumber dari al-Quran dan malah lebih rela melakukan legislasi hukum-hukum sekuler buatan manusia adalah bukti nyata dari tindakan mereka melakukan pengabaian al-Quran.



Allah SWT telah mengecam sikap demikian:

]أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلالا بَعِيدًا[

Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah mengimani apa saja yang telah diturunkan kepadamu dan pada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhukum pada thâghût, padahal mereka telah diperintah untuk mengingkarinya. Setan bermaksud menyesatkan mereka sejauh-jauhnya (QS an-Nisa’ [4]: 60).



AL QUR’AN SEBAGAI PEDOMAN HIDUP

Al Qur’an yang diturunkan di bulan ramadhan merupakan petunjuk hidup manusia, sebagaimana firma-Nya "(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).” (TQS. Al Baqarah : 185)



Seorang muslim yang cita-cita mereka adalah kebahagiaan negeri akhirat akan menyusuri bumi dan menikmati rizki-Nya dengan jiwa yang selalu terkendali. Ia tidak lupa diri bahwa perjalanan hidupnya adalah berbuat kebajikan. Orang-orang seperti inilah yang pantas memegang kekuasaan dan mengendalikan pemerintahan di bumi sebab mereka menjalankan tugas luhur itu tanpa lepas kendali. Sedangkan kendalinya adalah Al Qur’an yang merupakan sumber hukum yang paling luhur dan layak untuk mengatur roda kehidupan manusia di bumi.



Sebagai petunjuk dan pedoman hidup manusia, Al Qur’an telah menjelaskan segalanya - rinci maupun global - yang diperlukan untuk memecahkan problematika kehidupan (mu’alajah) dari masa ke masa. Dari ayat-ayatnya para ulama mujtahid menggali hukum untuk menyelesaikan problem-problem baru



Ayat-ayat Al Qur’an senantiasa menyinari kehidupan kaum muslimin. disamping memberikan gambaran yang jelas tentang masa depan hakiki umat manusia, Al Qur’an juga menjelaskan dan memecahkan berbagai persoalan praktis kehidupan manusia. Berkaitan dengan kehidupan manusia sebagai hamba Allah, Al Qur’an menjelaskan hukum-hukum ibadah seperti sholat, do’a, dzikir, puasa, zakat, haji dll. Dalam rangka menjaga kelestarian jenis manusia, Al Qur’an menjelaskan berbagai hukum yang berkaitan dengan perkawinan seperti penyusuan, pengasuhan anak, nafkah, waris, kehidupan perkawinan bahkan perselisihan dalam perkawinan hingga perceraian.



Berkaitan dengan pembentukan sifat-sifat pribadi luhur, Al Qur’an menyebut-nyebut hukum tentang akhlak yang terpuji seperti jujur dan adil, Allah berfirman : “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”(TQS. al-maidah : 8)



Dalam mengatur kehidupan masyarakat, Al Qur’an menjelaskan hukum-hukum yang berkaitan dengan sistem pemerintahan, Allah berfirman : “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (TQS. An-Nisa’ : 59). Jika terjadi perselisihan antara rakyat dan penguasa kaum muslimin, Al Qur’an menyuruh kedua belah pihak kembai kepada hakim yang akan menunjukkan jalan keluarnya.



Berkaitan dengan ekonomi, yang merupakan bagian penting dalam kehidupan, Al Qur’an menjelaskan berbagai sumber hukum seputar pemilikan pengelolaan dan pendistribusian harta. secara umum semua harta yang ada di langit dan bumi ini diciptakan untuk manusia (QS Al-Baqoroh : 29), namun ada harta-harta tertentu yang tidak boleh dimiliki misalnya khamr dan babi. Juga ada cara-cara memiliki harta tertentu yang dilarang seperti mencuri dan merampok.



Dalam mengelola harta, Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba dan perjudian. Dalam masalah distribusi harta, Al Qur’an mencegah terakumulasinya harta di kalanngan orang-orang kaya saja, Allah berfirman : “Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.” (TQS Al-Hasyr : 7)



Dengan demikian, Al Qur’an menjadi petunjuk dan pedoman hidup (Minhajul Hayah) kaum muslimin dalam menjalankan tugas-tugas individual maupun sosial, sehingga mereka dapat mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.





Khatimah

Faktor terpenting yang menjamin keberlangsungan fungsi Al Qur’an sebagi pedoman hidup kaum muslimin adalah penguasaan mereka terhadaap isi kandungan al qur’an. Penguasaan dan pemahaman mereka terhadap Al Qur’an dijamin oleh hukum-hukum ibadah yang berkaitan dengan Al Qur’an seperti membaca (tilawah), mempelajari (tadarus), dan memelihara hafalan (ta’ahud).

Mempelajari dan memahami Al Qur’an serta mengajarkannya adalah ibadah yang sangat tinggi nilainya, rasulullah bersabda : “Yang terbaik diantara kalian adalah yang mempelajari dan mengajarkan Al Qur’an” (HR Bukhari, Muslim, Ahmad, dan ashhabus sunan). Dalam sabdanya yang lain disebutkan : “orang yang pandai Al Qur’an kelak mendapatkan tempat di surga bersama para rasul yang mulia ...”



Nash-nash syara’ inilah yang telah mendorong para sahabat gemar menyibukkan diri dalam membaca, menghafal, mempelajari dan mengamalkan Al Qur’an. Isi dan irama al qur’an telah membekas dalam jiwa dan pikiran mereka, mereka adalah generasi pengemban Al Qur’an yang telah merealisasikan isi kandungannya serta menyebarkan kepada seluruh umat manusia.



Jika kaum muslimin hari ini ingin memimpin dunia, maka mereka harus menempatkan Al Qur’an pada kedudukan yang sebenarnya. Umat Islam akan maju dan berkembang jika dekat dengan agamanya (Al Qur’an). Wallahu a’lam bi ashowab















0 komentar:

Posting Komentar