Kamis, 01 Agustus 2013

Hukum Yang Kerkenaan Dengan Hari Raya Islam

Sebulan hampir berlalu. Tak terasa ummat Islam hampir menyelesaikan kewajibannya untuk berpuasa di Bulan Ramadhan. Pekan ini adalah minggu terakhir di bulan Ramadhan. Guna menyambut hari kemenangan, selayaknya bagi seorang muslim merayakan hari besarnya sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya.



Kata ‘ied ( العيد) adalah akar kata dari ( العود) yang berarti kembali. Dalam hal ini ‘ied mempunyai arti kembali dengan penuh ceria dan bahagia. Adapula yang mengartikan selain diatas, antara lain kembali kepada martabat semula, maksudnya : bahwa pada hari raya tidak ada perbedaan, semua orang sejajar, sama rata. Adapula yang mengartikannya sebagai hari dimana orang berkumpul beramai-ramai disetiap tahun.

Sedangkan pendapat yang menyebutkan bahwa ‘iedul fitri adalah kembali kepada fithrah/suci merupakan suatu pengertian yang tidak ditentukan baik oleh bahasa maupun syara’. Sebab arti fithri dalam ‘iedul fithri adalah berbuka setelah sebulan berpuasa, dimana hari tersebut dijadikan hari raya umat Islam.

Ini arti menurut bahasa, adapun menurut syara’ tidak ada hari raya di dalam islam kecuali 2 macam, yaitu : ‘iedul fithri dan ‘iedul Adha, menurut arti sebenarnya. Sedangkan secara kiasan, boleh juga dipergunakan untuk hari-hari lainnya, misalnya jum’at.

Allah SWT telah mensyariatkan sejumlah hukum syara’ yang berkenaan dengan ‘ied, diantaranya:

1. Disunatkan pada hari raya memakai pakaian terbaik, sebagaimana yang tertera dalam hadits: “Sesungguhnya Nabi saw memakai burd/jubah merah pada kedua hari raya dan hari jumat” (HR. Imam Syafi’i). Catatan yang layak kita perhatikan adalah Islam mensyariatkan ummatnya merayakan hari raya mengenakan pakaian TERBAIK bukan TERBARU. Maka sungguh tidak ada kewajiban dalam Islam untuk berbelanja baju baru. Namun jika ada rejeki bolehlah membeli pakaian baru secukupnya tanpa ada niat untuk pamer.

2. Dimakruhkan membawa senjata musholla pada hari raya, kecuali kalau takut diserang musuh, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Al Hasan: “Mereka dilarang membawa senjata pada hari raya kecuali apabila mereka takut diserang musuh”.

3. Disunahkan keluar untuk sholat ‘ied dengan berjalan kaki dan disunahkan pula pada ‘iedul fithri makan sesuatu sebelum bepergian , sebagaimana diriwayatkan :

من السنة ان يخرج الى العيد ماشيا وان يأكل شيأ قبل ان يخرج

“Adalah sunah nabi saw keluar untuk sholat’ied dengan berjalan kaki dan makan sedikit sebelumnya” (HR. At Tirmidzi dengan sanad shahih). Disunahkan juga makan kurma dengan jumlah ganjil.

4. Disyariatkan kaum wanita untuk pergi ke mushalla untuk melakukan shalat ‘ied dan atau untuk menyaksikan khutbah pada kedua hari raya tanpa ada perbedaan antara wanita gadis, janda, nenek-nenek, wanita yang sedang haid maupun yang lainnya selama ia tidak dalam masa ‘iddah (masa tunggu bagi wanita yang ditinggal/dicerai suaminya), atau tidak menimbulkan fitnah dengan keluarnya ke mushalla itu dan atau terdapat udzur yang menghalanginya.

Diriwayatkan dari Ummu ‘athiyah ra, dia berkata: “Rasulullah saw memerintahkan kami untuk mengajak/menyuruh keluar para wanita pada ‘iedul fithri dan ‘iedul adha, yaitu wanita-wanita muda, wanita-wanita yang sedang haidh, dan gadis-gadis pingitan”.

Adapun wanita-wanita yang sedang haidh maka hendaklah mereka menjauhkan shalat, dalam lafadz lain mereka harus menjauhi mushalla. Mereka menyaksikan kebaikan dan do’a kaum muslimin. Aku (Ummu Athiyah) berkata : “Wahai Rasulullah, salah seorang diantara kami tidak memiliki jilbab”. Beliau menjawab hendaknya saudarinya meminjamkan jilbab kepadanya”.

5. Disunatkan membaca takbir pada hari ‘ied. Adapun waktunya, pada hari ‘iedul fithri sejak keluarnya seseorang menuju tempat sholat sampai selesai ditunaikan sholat ‘ied, sebagaimana diriwayatkan :

عن ابن عمر انه كان يرفع صوته بالتكبير والتهليل حال خروجه الى العيد يوم الفطر حتى يأتى المصلى ثم يكبر بالمصلى حتى اذا جلس الامام ترك التكبير

“Dari Ibnu Umar bahwasanya dia mengeraskan suaranya dalam bertakbir dan bertahmid pada waktu dia keluar untuk sholat ‘iedul fitri sampai dia tiba di musholla, kemudian dia bertakbir di musholla, dan berhenti takbir ketika imam telah duduk (diatas mimbar)” (HR. Imam Syafi’i).

6. Disunahkan untuk pergi sholat ‘ied melalui suatu jalan dan pulangnya melalui jalan yang lain, sebagaimana diriwayatkan dari Abu Hurairah:

ان النبى ص.م كان اذا خرج الى العيد يرجع فى غير الطريق الذى خرج فيه

“Bahwasanya nabi saw apabila keluar untuk sholat ‘ied, maka ia kembali melalui jalan yang tidak dilaluinya ketika berangkat” (HR. Ahmad Muslim dan Tirmidzi).

7. Disunahkan di tiap-tiap kota/kampung terdapat musholla yang khusus untuk sholat ‘ied (lapangan atau tempat terbuka) selain di masjid. Dan disunahkan pula setiap penduduk kota/kampung tersebut berkumpul melakukan sholat ‘ied di musholla itu kecuali apabila terdapat halangan, berupa hujan atau yang lainnya. Hal tersebut dicontohkan Rasulullah saw sebagaimana kebiasaan beliau melakukan sholat ‘ied di padang pasir (Al Zabanah) secara rutin”. (HR. Imam Syafi’i). Yaitu sebuah tempat yang berjarak seribu hasta dari pintu masjid nabawi.

8. Waktu sholat ‘ied : mulai terbit matahari sampai condong ke barat. Telah diriwayatkan dari jundub, dia berkata :

كان النبى ص.م يصلي بنا يوم الفطر والشمس على قيد رمحين ، والأضحى على قيد رمح

“Nabi saw shalat bersama kami pada hari ‘iiedul fitri pada waktu matahari setinggi dua tombak (menurut penglihatan kita) sedang pada ‘iedul adha sekitar satu tombak”. (Lihat Nailul Authar, As Syaukani, jilid III halaman 333).

9. Shalat ‘ied dilakukan sebelum khutbah, sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu Umar ra dia berkata:

كان رسول الله ص.م وابو بكر وعمر يصلون العيدين قبل الخطبة

“Rasulullah saw, Abu Bakar dan Umar biasanya sholat pada dua hari raya sebelum khutbah” (HR. Al jama’ah kecuali Abu Daud().

10. Mendengarkan khutbah ‘ied setelah sholat adalah sunnah karena adanya anjuran untuk menyaksikan kebaikan dan karena nabi saw mengizinkan pulang bagi orang yang tidak ingin mendengarkan khutbah. Rasulullah saw bersabda:

انا نخطب فمن احب ان يجلس للخطبة فليجلس ومن احب ان يذهب فليذهب

“Sesungguhnya kami sedang berkhutbah, barang siapa yang ingin dduk mendengarkan khutbah, maka duduklah, dan barangsiapa yang ingin pergi maka pergilah” (HR. Imam Nasa’I, Ibnu majah dan Abu Daud).

Siapa saja yang ketinggalan shalat ‘ied bersama imam maka dia melakukan shalat tersebut sendirian tanpa khutbah.

11. Tidak disyariatkan adzan dan qamat bagi shalat ‘ied, sebagaimana diriwayatkan Jabir Ibnu Samurah, ia berkata:

صليت مع النبى ص.م العيد غير مرة ولا مرتين بغير اذان ولا اقامة

“Aku pernah shalat ‘ied bersama nabi saw, tidak hanya sekali atau dua kali, tanpa adzan dan qamat”. (HR. Ahmad, Muslim, Abu Daud, dan Tirmidzi).

Tetapi mu’adzin menyerukan (untuk memulai shalat) dengan mengatakan الصلاة جامعة sebagaimana diriwayatkan bahwa Rasulullah saw: “Memerintahkan mu’adzin pada kedua hari raya, maka diapun berkata الصلاة جامعة” (HR. Imam Syafi’i)

12. Disunahkan membaca surat Al-A’la, dan Al-Ghasiah pada shalat ied, sebagaimana disunahkannya membaca surat Al-Qaf dan surat Al-Qamar karena terbukti bahwa nabi saw biasa membaca surat-surat tersebut. Demikian pula tidak apa-apa membaca surat apapun dari Al-Quran. Karena para sahabat juga membaca surat-surat selainnya.

13. Bilangan takbir sebelum bacaan pada rakaat pertama sebanyak tujuh kali (selain takbiratul ihram), dan lima kali pada rakaat kedua sebelum bacaan. Sebagaimana sabda nabi saw:“Takbir shalat iedul Fitri itu tujuh kali dirakaat pertama dan lima kali dirakaat kedua dan sesudah keduanya ada bacaan” (HR. Abu daud dan Daruquthni).

14. Tidak ada sholat sunnah sebelum maupun sesudah shalat ied. Sebagaimana diriwayatkan bahwa nabi saw:

لم يصل قبلها ولا بعدها

“Beliau tidak shalat sebelum dan sesudahnya” (HR. Al Jama’ah).

Tetapi, disunahkan shalat dua rakaat apabila telah pulang kerumahnya karena Rasulullah saw mengerjakan hal tersebut (riwayat Imam Ahmad dan Ibnu Majah)

15. Pada waktu wanita keluar menuju mushalla disunnahkan mengkhususkan mereka ditempat terpisah dan disunnahkan pula menasehati dan menganjurkan mereka untuk mengeluarkan shadaqah disamping mengikuti khutbah ‘ied. Sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas ra, beliau berkata:

خرج النبى ص. م يوم عيد فصلى ركعتين لم يصل قبلهما ولا بعدهما . ثم اتى النساء وبلال معهن بالصدقة فجعلت المرأة تصدق بخرصها وسخابها

“Nabi saw keluar pada hari ied lalu shalat dua rakaat tanpa shalat sebelum maupun sesudahnya, kemudian dating sekelompok wanita dan bilal bersama mereka. Lalu, beliau memerintahkan wanita-wanita tersebut untuk bershodaqoh, maka seorang wanita bershodaqoh dengan anting-anting dan kalung” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majahh).

Bilal mulanya tidak bersama wanita tersebut, tetapi ia mendatangi mereka bersama Rasulullah saw sebagaimana terdapat dalam hadits lain yang berasal dari Jabir ra, dia berkata: “Aku menyaksikan nabi saw pada hari Ied dia memulainya dengan shalat sebelum khutbah tanpa adzan dan qomat lalu beliau berdiri bersandar pada Bilal, lalu menganjurkan untuk bertaqwa dan taat kepada Allah. Kemudian beliau menasehati jamaah (kaum muslimin) dan mengingatkan mereka, lalu pergi menuju kaum wanita dan beliaupun menasehati dan memberi peringatan kepada mereka” (HR. Muslim dan Nasa’i).

16. Wajib mengeluarkan zakat fitrah, baik di penghujung bulan Ramadhan maupun sebelum shalat Ied. Apabila zakat fitrah tersebut dikeluarkan setelah shalat Ied, berarti dia tidak menunaikan kewajiban tersebut, dan hanya dianggap sebagai shadaqah seperti shadaqah-shadaqah lainnya.

17. Disunnahkan bagi kepala keluarga menambah nafkah bagi keluarganya pada hari Ied.

18. Disunnhakan menghilangkan rasa saling membenci dan mengakhiri pertengkaran dan pemutusan hubungan dikalangan kaum muslimin pada hari Ied.

19. Disunnahkan silaturrahim (kepada family) dan kerabat dekat pada hari Ied. Silahturrahim terdiri dari kata wusola-yasilu-silatan yang berarti menyambung-sedang menyambung-sambungan. Sedangkan yang kedua rohima-yarhamu-rohman. Kata Rohman memiliki tiga arti, yakni : Keluarga, kasih sayang dan uterus. Jadi secara bahasa sillaturrahim/silahturrahmi mempunyai tiga makna : sambungan keluarga, sambungan kasih sayang, dan sambungan uterus.

Lalu apa definisi silaturrahmi? Gabungan kata ini tidak memiliki definisi sebab bukan bahasa istilah. Namun sillaturrahmi memiliki makna syar’I, yakni : menyambung hubungan keluarga/kekerabatan.

Secara umum sillaturrahmi berarti menjalin hubungan kekeluargaan yang terdiri atas dua kelompok besar, yakni pertama kelompok keluarga dekat yang termasuk ahli waris yang meliputi 17 golongan : 1. Anak laki – laki, 2. Anak laki-laki dari anak laki-laki, 3. Bapak, 4. Kakek, 5. Saudara laki-laki, 6. Anak laki-laki dari saudara laki-laki, 7. Paman dari bapak, 8. Anak laki-laki dari paman, 9. Suami, 10. Pemilik budak lelaki yang memerdekakan budaknya, 11. Anak perempuan, 12. Anak perempuan dari anak lelaki, 13. Ibu, 14. Nenek, 15. Saudara perempuan, 16. Istri, 17. Pemilik budak perempuan yang memerdekakan budaknya.

Kedua kelompok saudara jauh (ulul arham) yang tidak termasuk ahli waris, yaitu : 1. Paman lelaki dari ibu, 2. Bibi dari ibu, 3. Kakek dari ibu, 4. Anak lelaki dari anak perempuan, 5. Anak lelaki dari saudara perempuan, 6. Anak perempuan anak saudara lelaki, 7. Anak perempuan dari paman dari ayah, 8. Bibi dari ayah, 9. Paman dari ibu, 10. Anak lelaki dari saudara dari ibu.

Khatimah

Kaum muslimin yang bersungguh-sungguh taat di bulan Ramadhan hendaklah selalu ingat dan sadar untuk melanjutkan ketaatan tersebut di luar bulan Ramadhan, karena yang mereka taati adalah Allah swt. Wallahu a’lam bi ashowab.



0 komentar:

Posting Komentar