Minggu, 25 Agustus 2013

Imperialisme VS Futuhat Islam

Seringkali muncul opini bahwa Islam adalah agama yang jauh dari perdamaian. Bahkan beberapa tahun belakangan ini, Islam diidentikan dengan kekerasan dan terorisme, kemudian muncul pemahaman bahwa Islam di sebarkan dengan pedang, artinya Islam menyebar ke penjuru dunia menggunakan kekerasan. Parahnya, kemudian menyamakan Futuhat dalam Islam dengan penjajahan atau imperialisme yang dilakukan negara-negara barat. Benarkah tudingan keji ini? Bagaimanakah sebenarnya membedakan imperialisme dan futuhat? Tulisan ini mencoba untuk menguraikannya.




Sebagian kalangan menganggap imperialisme dan futuhat adalah dua hal yang sama, karena keduanya mengandung unsur perang. Sungguh ini adalah sebuah tudingan keji terhadap Islam. Islam bersumber dari Allah Swt. Yang menciptakan alam semesta, Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang. Karena itu, penerapan mabda (baca ideologi) Islam niscaya akan memberikan rahmat/kebaikan pada setiap manusia sebagaimana firman Allah swt dalam QS al-Anbiya’ [21]: 107), yang artinya, ”Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.”

Rahmat tersebut sesungguhnya akan terwujud dengan penerapan hukum-hukum Islam dalam keseharian. Sebagaimana disebutkan dalam kaidah syara’ : aina maa takunu syar’i takunu maslahah yang artinya dimana ada hukum syara’ (diterapkan) maka disitulah ada kebaikan. Sebaliknya, ideologi Kapitalisme bermotifkan keserakahan manusia untuk memuaskan hawa nafsunya.

Kapitalisme hanya bisa eksis jika melakukan penjajahan (isti’mar), mengexploitasi bangsa lain untuk kemakmuran dirinya. Tidak mengherankan kalau imperialisme membawa bencana bagi manusia. Karena itu, tujuan futuhat tidak ada hubungan dengan keinginan untuk merampas dan mengeksploitasai bangsa lain serta mendapatkan kedudukan untuk mendominasi manusia lain atau menindas bangsa lain.

Tujuan futuhat adalah semata-mata untuk menyebarluaskan Islam ke seluruh penjuru dunia (dakwah) sehingga Islam sebagai agama yang membawa kebaikan pada setiap manusia bisa dirasakan oleh siapapun tanpa ada yang menghalanginya.

Allah Swt. telah menjelaskan beberapa tujuan dari jihad futuhat di dalam al-Quran: Pertama, meninggikan kalimat Allah dan melenyapkan segala macam fitnah (kekufuran). Allah Swt. berfirman: “Perangilah mereka sehingga tidak ada lagi fitnah (kekufuran) dan adalah agama bagi Allah semata-mata”. (TQS al-Baqarah [2]: 193).

Oleh karena itu tidak ada futuhat (penaklukan) Islam terhadap sebuah negeri kecuali di dahului oleh dakwah Islam. Dakwah ini dilakukan dengan berbagai cara namun jauh dari unsur kekerasan. Faktanya penduduk di sejumlah negeri menerima Islam tanpa proses penaklukan ini, diantaranya dakwah di wilayah Nusantara.

Kedua, menghilangkan kezaliman yang menimpa umat Islam. Allah Swt. Berfirman: “Diizinkan bagi orang-orang yang diperangi (untuk berperang) karena mereka dizalimi. Sesungguhnya Allah Mahakuasa untuk menolong mereka” (TQS al Hajj [22]: 39). Jihad dan futuhat yang dipimpin Khalifah dalam hal ini bertujuan membebaskan kaum muslimin di suatu negeri yang di dzalimi ummat lain.

Ketiga, menggentarkan musuh Allah dan siapa saja yang berada di belakang musuh hingga mereka tunduk kepada Islam. Allah Swt. berfirman:“Siapkanlah untuk menghadapi mereka, kekuatan apa saja yang kalian sanggupi, dan dari kuda-kuda yang ditambatkan (untuk persiapan perang), yang dengan itu kalian menggentarkan musuh-musuh Allah dan musuh-musuh kalian”. (TQS al-Anfal [8]: 60).

Futuhat berbeda dengan imperialisme atau penjajahan (isti’mar). Tujuan futuhat bukan untuk ekspoitasi negara yang ditaklukan. Negeri – negeri yang telah ditaklukan mendapat perlakukan yang setara (egaliter) dengan Penduduk muslim yang lain, betapapun penduduk negeri taklukan adalah non muslim.

Tujuan futuhat semata-mata dalam rangka menjalankan perintah Allah SWT untuk menyebarkan dakwah Islam ke seluruh alam. Membebaskan manusia dari penghambaan yang bathil yaitu thaghut. Bahkan ada aktivitas yang harus dilakukan sebelum futuhat, yakni mengajak mereka terlebih dulu memeluk Islam. Kalau tidak mau, mereka ditawari untuk tunduk dan masuk menjadi bagian wilayah Khilafah yang menerapkan Hukum Allah, meskipun mereka diperbolehkan tetap pada agama mereka. Dan jika mereka tetap tidak mau bergabung, maka penaklukan dengan fisik / perang merupakan pilihan terakhir.

Perang Islam juga bukanlah perang yang barbar. Perang dalam rangka futûhât bukanlah untuk memerangi dan mengekspolitasi rakyat setempat. Dalam perang itu, Islam melarang membunuh orang-orang yang bukan termasuk tentara perang seperti anak-anak kecil, wanita, orang tua, dan para rahib di gereja-gereja.

Tawanan perang juga diperlakukan dengan baik. Penggunaan senjata pemusnah massal seperti senjata nuklir dan senjata kimia hanya digunakan kalau musuh menggunakan senjata yang serupa. Sebab, dalam Islam musuh harus diperlakukan setimpal. Sebagaimana firman Allah swt dalam QS an-Nahl [16]: 126), yang artinya,”Sesungguhnya orang-orang yang sebelum mereka telah mengadakan makar, maka Allah menghancurkan rumah-rumah mereka dari fondasinya, lalu atap (rumah itu) jatuh menimpa mereka dari atas, dan datanglah azab itu kepada mereka dari tempat yang tidak mereka sadari”.



Fakta Futuhat Islam

Futuhat yang dilakukan Islam telah memberikan kebaikan kepada setiap manusia. Penerapan aturan Islam yang adil kepada masyarakat yang ditaklukkan membuat mereka (yang ditaklukkan) tidak pernah merasa berbeda dengan yang menaklukkan mereka. Tidak adanya kesenjangan bagi rakyat di pusat (Khilafah) maupun rakyat yang ditaklukkan. Sebab, Khilafah Islam memberikan jaminan kebutuhan pokok, kesejahteraan, dan keamanan yang sama bagi seluruh warganya; tanpa melihat apakah dia merupakan rakyat yang ditaklukkan atau tidak, muslim ataupun non muslim.

Mereka sama-sama hidup sejahtera di bawah naungan Islam. Adanya persamaan hak bagi rakyat non muslim (kafir dzimi) dalam semua aspek kehidupan baik dari sisi ekonomi, pendidikan, hukum, politik. Penerapan hukum Islam akan menjamin kebutuhan pokok dan keamanan warganya. Islam juga menjamin pendidikan serta bagi seluruh warga negara, dan perlakuan penerapan hukum yang sama, tanpa memandang dari suku, kelompok, bangsa, atau agamanya apa dia berasal.

Rasulullah melarang merusak tempat-tempat ibadah non-Muslim. Rasulullah sendiri sangat memperhatikan perlakuan terhadap ahlu dzimmah ini agar mereka tidak disakiti dan dizalimi. dalam hadits ‘Ali bin Abi Tholib radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam menegaskan : ذِمَّةُ الْمُسْلِمِيْنَ وَاحِدَةٌ يَسْعَى بِهَا أَدْنَاهُمْ

“Dzimmah (janji, jaminan keamanan dan tanggung jawab) kaum muslimin itu satu, diusahakan oleh orang yang paling bawah (sekalipun)”. (HSR. Bukhary-Muslim).

Persamaan di depan hukum sangat tampak jelas dari pernyataan Rasulullah saw : Apakah kamu meminta syafaat dalam hudud Allah? Kemudian beliau berdiri dan berpidato: Wahai manusia! Sesungguhnya yang membinasakan umat-umat sebelum kamu ialah, manakala seorang yang terhormat di antara mereka mencuri, maka mereka membiarkannya. Namun bila seorang yang lemah di antara mereka mencuri, maka mereka akan melaksanakan hukum hudud atas dirinya. Demi Allah, sekiranya Fatimah putri Muhammad mencuri, niscaya akan aku potong tangannya. (Shahih Muslim No.3196).

Hal ini juga dipraktikkan oleh kepala negara (Khalifah) setelahnya. Sangat populer praktik keadilan Islam seperti diriwayatkan bagaimana seorang Yahudi dibebaskan dari tuduhan mencuri di pengadilan Islam karena tidak cukup bukti. Padahal yang memperkarakannya adalah pemimpin Islam sekaligus sahabat Rasulullah saw yang agung, Khalifah Ali bin Abi Thalib.

Perlu digarisbawahi, bahwa fakta ini bukan karena semata-mata kearifan pribadi individu pemimpinnya namun semata dalam rangka menerapkan aturan Islam tentang hukum-hukum kepada ahlu dzimmah (warga non-Muslim). Pada umumnya, rakyat yang negerinya ditaklukkan oleh Islam pun tidak menganggap Islam sebagai penjajah. Sebaliknya, yang terjadi, mereka menyatu dengan pemeluk Islam lainnya dan bahkan menjadi pembela Islam.

Tidak pernah didengar rakyat Mesir, Suriah, Libya, atau Bosnia menganggap orang arab yang membawa Islam sebagai penjajah. Bahkan di zaman ini kita pernah melihat fakta muslim Bosnia berjibaku mempertahankan eksistensi melawan Serbia. Begitupula dengan muslim di belahan dunia lain, seperti Chechnya, China, Pakistan, Bangladesh, Mandagaskar dsb menganggap dirinya dijajah.

Berbeda halnya dengan penjajahan negara-negara imperialis barat. Sebagian besar rakyatnya menganggap mereka adalah penjajah. Indonesia, sampai kapanpun, akan menganggap Belanda dan Jepang sebagai penjajah. Rakyat Mesir akan abadi menganggap Inggris sebagai penjajah. Italia pun sampai sekarang tetap dianggap penjajah oleh rakyat Libya dst. Anggapan ini bukan tanpa alasan, tetapi memang didukung oleh fakta-fakta kekejaman negara itu.



Karen Amstrong di dalam Jerusalem, One City, Three Faiths (Random House, Inc, 1996), menyebutkan penaklukan yang dilakukan Khalifah Umar atas Jerusalem terhitung yang paling damai dan minim darah. Begitu penguasa Kristen di Jerusalem dipimpin Kepala Pendeta Sophronius menyatakan menyerah, pertempuran pun berakhir.

Tak ada pembunuhan, tak ada penjarahan, tak ada perusakan properti, tak ada pengusiran atau perampasan harta, tak ada pembakaran simbol-simbol agama lawan, dan tak ada pemaksaan terhadap penduduk Jerusalem untuk memeluk Islam. Seluruh rumah ibadah Kristen atau pun Yahudi aman. Khalifah sengaja membangun masjid di dekat Masjidil Aqsa, untuk tak mengganggu rumah ibadah agama lain. Itulah yang kini dikenal sebagai Masjid Umar. Dibandingkan dengan penaklukan Jerusalem sebelumnya, menurut Karen Amstrong, ‘’Islam memulai masanya yang panjang di Jerusalem dengan sangat baik.



Khatimah

Harus diakui ada kecenderungan kuat yang saat ini meracuni pemikiran kaum muslimin yang menganggap sama dua perkara yang sebenarnya berbeda hanya karena kebetulan terdapat kesamaan beberapa unsurnya. Akan tetapi cara berpikir seperti ini jika digunakan untuk semua hal tentu sangat berbahaya.

Sama seperti, bisakah kita menerima ketika ada orang menyamakan antara manusia dan monyet karena keduanya sama-sama bisa makan dan punya kaki?. Sungguh menyamakan futuhat dalam Islam dan imperialisme barat adalah sebuah tuduhan keji terhadap islam untuk memperburuk pencitraan Islam. Umat hendaknya berhati-hati terhadap propaganda dari musuh-musuh Islam. Karena sesungguhnya yang haq tidak akan pernah sama dengan yang bathil.

wallahu’alam bi showab

0 komentar:

Posting Komentar