Rabu, 17 Juli 2013

Pajak, Zakat & Kemakmuran Umat

Memasuki bulan Ramadhan, perbincangan-diskusi-seminar-training dan sejenisnya yang membahas zakat kembali marak. Begitu juga sebagian besar kaum muslimin mulai menyadari kewajibannya untuk melaksanakan ibadah zakat, baik itu zakat fitrah yang wajib dikeluarkan di bulan Ramadhan, maupun zakat mal/zakat harta kekayaan yang wajib dikeluarkan apabila sudah sampai nishab dan haulnya.




Di sisi lain, di negeri ini juga diberlakukan kewajiban membayar pajak bagi rakyat kepada Negara. Dengan adanya kewajiban membayar zakat bagi kaum muslimin, dan kewajiban membayar pajak kepada negara, terkadang dirasakan sebagai double pengeluaran, sehingga ada yang mengusulkan untuk mensubstitusi pajak dengan zakat atau sebaliknya, atau usulan bagi kaum muslimin yang sudah membayar zakat maka pajaknya akan diperkecil. Namun sesungguhnya zakat dan pajak memiliki filosofi dan landasan yang berbeda.

Sekedar Perbandingan

Menurut Pasal 1 angka 1 UU no. 6 tahun 1986 sebagaimana telah disempurnakan terakhir dengan UU no. 28 tahun 2007, Pajak adalah Kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.(id.wikipedia.org)

Pajak mempunyai peranan yang sangat penting, khususnya dalam pembangunan karena pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang sangat besar untuk membiayai pengeluaran/pembelanjaan negara, termasuk pengeluaran untuk gaji pegawai negeri dan pembangunan. Pada Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara (APBN) 2013, pendapatan negara diperkirakan mencapat Rp. 1.502 trilyun.

Penerimaan/pendapatan ini diperkirakan terdiri dari Penerimaan Bukan Pajak (PNBP) Rp. 349,2 trilyun, penerimaan pajak Rp. 1.148 trilyun, dan penerimaan hibah Rp. 4,5 trilyun. (www.setkab.go.id). Berdasarkan data tersebut, pajak mempunyai porsi sekitar 76% dalam komposisi pendapatan negara, hal ini menunjukkan bahwa pajak memang benar-benar menjadi tulang punggung dalam penerimaan negeri ini.

Secara umum, pajak yang berlaku di Indonesia dibedakan menjadi Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak Pusat adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintahan Pusat yang dalam hal ini sebagian dikelola oleh Direktoral Jenderal Pajak Departemen Keuangan, sedangkan Pajak Daerah adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah daerah, baik tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota.

Pajak-pajak yang dikelola oleh Direktoral Jenderal Pajak meliputi : Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Bea materai, Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Pajak-pajak yang dipungut oleh Pemerintah daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota meliputi : Pajak Propinsi : Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di atas air, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air di Bawah Tanah dan Air Permukaan.

Sedangkan Pajak kabupaten/Kota meliputi : Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C, Pajak Parkir. (pelayanan-pajak.blogspot.com)

Demikianlah begitu banyak jenis pajak yang ada di negeri ini, dimana semuanya dipungut dari rakyat untuk pembangunan negeri ini. Pajak dipungut rutin sepanjang waktu, hampir di seluruh aspek kehidupan dan dibebankan kepada semua warga negara. Padahal jika dicermati, begitu banyak sektor kehidupan yang luput dari sentuhan pembangunan, dan begitu banyak penyelewengan dalam pelaksanaan pengelolaan pajak.

Sementara syariat Islam telah menetapkan bahwa untuk mengelola semua pemasukan atau pengeluaran harta yang menjadi hak kaum muslimin, maka dibuatlah baitul mal. Baitul mal adalah sebuah pos pengelolaan harta dan bukan tempat. Sumber-sumber pemasukan baitul mal adalah fai’, ghanimah, anfal, kharaj, jizyah, dan pemasukan dari hak milik umum, pemasukan dari hak milik negara, usyur, khumus, rikaz, tambang serta harta zakat.

Basis utama Baitul Maal adalah pemasukan dari harta milik umum, seperti : hasil produksi pertambangan dan Sumber Daya Alam yang nilainya tidak terbatas jumlahnya. Dengan mengandalkan pemasukan dari pengelolaan barang tambang dan sumber daya alam lain diyakini cukup untuk membiayai pengeluaran Baitul Maal. Sebagai referensi tambang gas Blok Natuna D-Alpha yang mengandung sekitar 500 juta barel minyak, blok ini juga adalah salah satu blok gas dengan cadangan terbesar di dunia saat ini, dengan total potensi gas mencapai 222 triliun kaki kubik (tcf).

Dengan potensi sebesar itu, dan asumsi harga rata-rata minyak US$ 75/barel selama periode eksploitasi, maka nilai potensi ekonomi gas Natura adalah US$ 628,725 miliar atau sekitar Rp 6.287,25 triliun (kurs US$/Rp = Rp 10.000). Sayangnya tambang ini 100 % dikuasai oleh swasta, bahkan 76% diantaranya dimiliki perusahaan asing ExxonMobil. Sedangkan pemerintah hanya menerima pemasukan dari pajak. (eramuslim.com)

Oleh karena itu dalam Islam pajak tidak dimasukkan dalam daftar pemasukan rutin kas baitul mal, sehingga pajak bukan merupakan pungutan wajib yang mengikat. Pajak (dharibah) baru akan diambil apabila harta-harta yang ada di baitul mal tidak mencukupi untuk melaksanakan tuntutan pelayanan urusan umat. Selain itu, pajak hanya dipungut dari sisa nafkah/kebutuhan hidup, serta dari harta orang kaya saja. Dimana yang menjadi obyek pajak hanyalah kaum muslimin dan bukan non muslim. (membangun sistem ekonomi alternatif perspektif Islam, risalah gusti, 1996).

Syariat Zakat

ZAKAT adalah “kadar harta tertentu yang diberikan kepada yang berhak menerimanya., dengan beberapa syarat” (Fiqh Islam; H. Sulaiman Rasjid). Zakat termasuk salah satu rukun Islam yang lima dan merupakan salah satu bentuk ibadah kaum muslimin kepada Allah SWT, fardhu ‘ain atas tiap-tiap orang yang cukup syarat-syaratnya. Zakat mulai diwajibkan pada tahun kedua Hijriyah.

Ayat-ayat Al-Qur’an tentang diwajibkannya zakat : “Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat hartamu.” (TQS.An-Nisaa’ 77). “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (TQS.Al-Baqarah 277)

Rasulullah Saw bersabda, yang artinya : “Islam itu ditegakkan di atas 5 dasar : 1. Bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang haq kecuali Allah, dan bahwasannya Nabi Muhammad itu utusan Allah. 2. Mendirikan shalat lima waktu. 3. Membayar zakat. 4. Mengerjakan ibadah haji ke baitullah. 5. Berpuasa dalam bulan Ramadhan. (Sepakat Ahli Hadits). Dalil-dalil Al-qur’an dan hadits di atas telah cukup menyadarkan dan menjadikan pemahaman bagi kaum muslimin bahwa menunaikan zakat hukumnya wajib.

Zakat dibagi dalam dua jenis, yaitu zakat fitrah dan zakat maal/zakat harta kekayaan.

A. Zakat Fitrah

Setiap muslim, laki-laki, perempuan, besar-kecil, merdeka-hamba sahaya, diwajibkan membayar zakat fitrah sebanyak 3.1 liter makanan yang mengenyangkan menurut tiap-tiap negeri. (Fiqh Islam, H.Sulaiman Rasjid, hal 207)

Dari Ibnu Umar, Ia berkata “Rasulullah saw, mewajibkan zakat fitri (berbuka) bulan Ramadhan sebanyak satu sha’ (3,1 liter) kurma atau gandum atas tiap orang muslim merdeka atau hamba, laki-laki atau perempuan.” (HR Bukhari dan Muslim).

Dalam hadits Bukhari disebutkan, “Mereka membayar fitrah itu sehari atau dua hari sebelum hari raya.” Dalam hadits lain, dari Abu sa’id, Ia berkata, “kami mengeluarkan zakat fitrah satu sha’ dari makanan, gandum, kurma, susu kering, atau anggur kering.”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Zakat fitrah dikeluarkan lebih utama pada pagi hari sebelum shalat hari raya. Dan boleh memajukannya mulai permulaan Ramadhan. Adapun mengeluarkan zakat setelah shalat hari raya tidak diperkenankan, dan hanya dianggap sebagai sedekah.

B. Zakat Maal/Zakat Harta

Adalah zakat harta kekayaan, yang terkadang sering diabaikan oleh sebagain dari kaum muslimin. Padahal hukumnya sama wajib dengan zakat fitrah. Setiap kekayaan kaum muslimin wajib dikeluarkan zakatnya. Yang termasuk zakat maal adalah harta kekayaan, perdagangan, binatang ternak, pertanian, dan barang temuan. Adapun mengenai aturan zakat maal, perlu dibahas khusus/tersendiri dalam satu pembahasan fiqh zakat maal, karena perlu adanya keterperincian terkait nishab dan haulnya.

Begitu urgennya syariat zakat ini sehingga Allah swt dan Rasul-Nya mencela orang – orang yang tidak mau membayar zakat. Allah SWT berfirman, yang artinya : “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perakdan tidak menafkahkannya di jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. Pada hari dipanaskan emas dan dan perak itu dalam neraka Jahannam. Lalu disetrika (dibakar) dengan dahi, lambung, dan punggung mereka. (Dikatakan kepada mereka) “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) harta yang kamu simpan itu.” (TQS.At-Taubah 34-35)

Dari abu Hurairah, Rasulullah Saw telah berkata, “Seseorang yang menyimpan hartanya, tidak dikeluarkan zakatnya, akan dibakar dalam neraka jahanam, baginya dibuatkan setrika dari api, kemudian disetrikakan ke lambung dan dahinya....” (HR. Ahmad dan Muslim)

Hikmah Syariat Zakat

Ada sebuah kaidah syara’ menyebutkan : aina maa takunu syar’I; takunu maslahah yang artinya dimana ada hukum syara’ (ditegakkan), maka disitu terdapat maslahat (kebaikan). Pun demikian dengan syariat zakat, dia memiliki sejumlah hikmah, diantaranya :

1. Membersihkan diri dan harta kita, sebagimana firman Allah SWT, yang artinya “Ambillah dari harta mereka sedekah (zakat) untuk membersihkan mereka dan mensucikan mereka.” (TQS.At-Taubah 103)

2. Menghindarkan sifat bakhil, sebagaimana firman-Nya, yang artinya : “Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka.” (TQS.Ali imran 180)

3. Membina dan mempererat persaudaraan antar kaum muslimin (ukhuwah Islamiyah), serta menumbuhkan rasa kasih sayang antar umat Islam.

4. Agar harta tidak berputar dikalangan orang-orang kaya saja dan berputar memberi manfaat bagi orang-orang yang membutuhkan (fakir-miskin dan sebagainya), sesuai dengan firman Allah SWT, yang artinya : “Supaya harta itu tidak hanya beredar diantara orang-orang kaya diantara kamu.” (TQS.Al Hasyr 7)

Demikianlah apabila syariat zakat diterapkan di tengah-tengah umat Islam, insyaAllah akan memberikan kebaikan bagi seluruh umat manusia. Bagi muzakki/wajib zakat akan membersihkan jiwa dan hartanya, serta mendapatkan balasan pahala kebaikan yang tidak terkira, sebagaimana firman-Nya : “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (TQS. Al-Baqarah 261)

Bagi mustahiq/orang yang berhak menerima zakat, yaitu 8 golongan berikut ini : “Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil, para mualaf yang dilunakkan hatinya, untuk memerdekakan budak, orang-orang yang berutang, untuk jihad di jalan Allah, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, maha Bijaksana.” (TQS. At-taubah 60), akan mendapat manfaat atas harta zakat yang mereka terima, lebih lanjut lagi apabila harta zakat dikelola dengan benar pasti akan mampu memberantas kemiskinan dan kefakiran sehingga akan mampu terwujud kemakmuran umat.

Khatimah

Zakat tidak sama dengan pajak umum, melainkan hanya semata salah satu bentuk ibadah kepada Allah swt. Meskipun berbentuk materi, zakat memiliki nilai spriritual semisal ibadah sholat, puasa, haji dan semisalnya. Oleh karena – terlepas kita sudah membayar pajak atau belum – maka selayaknya seorang muslim tetap menunaikan kewajbannya dalam berzakat. Pembayaraannya bisa melalui lembaga – lembaga pengelola zakat (BAZ/LAZ/Masjid dll) ataupun langsung kepada yang berhak. Inilah salah satu bentuk rahmat dari syariat Islam, zakat sebuah ibadah ritual yang memberi dampak social.

Wallahu a’lam bi ashowab.

0 komentar:

Posting Komentar