Jumat, 29 November 2013

Dampak Sosial Setelah Haji

Labbaika Allahumma labbaika, Labbaika la syarika laka labbaika.
Innal hamda wanni’mata laka wal mulka., laa syarika laka.

Ya Allah, aku datang karena panggilanMu, Tiada sekutu bagiMu.
Segala ni’mat dan puji adalah kepunyanMu dan kekuasaanMu, Tiada sekutu bagiMu.














Kalimat itulah yang sering kita dengar saat musim haji tiba. Yang menandakan bahwa sesungguhnya mereka datang ke Baitullah semata-mata karena memenuhi seruan Allah. Berduyun duyun jutaan manusia dari berbagai penjuru dunia dan lebih dari dua ratus dua puluh ribu orang Indonesia diantaranya, menuju Baitullah untuk memenuhi panggilan-Nya, menjalankan rukun Islam yang kelima, yaitu berhaji. Ibadah yang hanya bisa dilaksanakan setahun sekali di bulan Dzulhijah. Dan harus menunggu lama untuk bisa menjalankannya.

Indonesia meminta Organisasi Konferensi Islam (OKI) untuk menaikkan jumlah kuota haji dari sebelumnya sebanyak 211 ribu menjadi 240 ribu. Permintaan itu disampaikan Amirul Hajj Indonesia sekaligus Menteri Agama Suryadharma Ali saat bertemu dengan Sekretaris Jenderal OKI Ekmeleddin Ihsanoglu di Jeddah, Selasa (8/10). Menurut Suryadarma, penambahan kuota itu sangat penting guna memperpendek masa daftar tunggu (wating list) calon jamaah haji yang semakin panjang. "Dalam pertemuan itu, beliau berjanji akan mengoreksi dari permohonan yang kita disampaikan pada sidang OKI sebelumnya," ujarnya. Pemerintah Indonesia terus berjuang menambah kuota haji sebab di sejumlah provinsi masa tunggu sudah ada yang lebih 15 tahun. (Republika.co.id)

Hal serupa juga terjadi di negeri tetangga, Malaysia. Antrian berangkat haji tidak hanya terjadi di Indonesia. Calon jemaah haji Malaysia juga harus mengantri agar bisa berangkat haji. Tahun ini, Malaysia hanya bisa memberangkatkan 22.320 jamaah haji setelah terkena pemotongan 20%. Tingginya pendaftar haji yang tidak sebanding kuota yang ada menyebabkan masa antrian mencapai 51 tahun. Hal tersebut disampaikan Senior General Manager Haj Tabung Haji Malaysia Syed Saleh saat melakukan kunjungan kepada Kepala Daerah Kerja (Daker) Makkah Arsyad Hidayat di Hotel Jirand Al-Taiseer, Makkah, Jumat (27/09), seperti dikutip kemenag.go.id.

Syed Saleh menjelaskan bahwa masa tunggu haji di Malaysia dihitung berdasarkan waktu pendaftaran. Di Malaysia, bayi baru lahir boleh didaftarkan untuk berhaji dan mendapatkan nomor urut. “Jika di Indonesia, penentuan keberangkatan berdasarkan nomor urut kuota masing-masing daerah, Malaysia memberlakukan nomor urut secara nasional. Namun, ada kebijkan di Malaysia untuk memprioritaskan jamaah lanjut usia 75 tahun ke atas dan belum berhaji jika ada kekosongan kuota,” terang Syed Saleh. Melihat fakta diatas Haji merupakan ibadah ritual yang memiliki prestice tinggi, diminati hampir semua kalangan muslim.

Kini sebagian diantar mereka yang menunaikan ibadah haji telah kembali ke tanah airnya, tentunya banyak kisah yang siap mereka bagi dengan sanak saudara dan kerabat di rumah, selain juga berbagi oleh-oleh khas arab. Ibadah haji telah selesai mereka lakukan, lalu bagaimana dampaknya terhadap dirinya dan social masyarakat sekitarnya ?. Di sebagian masyarakat kita, gelar haji adalah bagian dari status sosial, karena seseorang yang dapat melaksanakan ibadah haji memiliki prestise tersendiri, tidak setiap orang dapat melaksanakan ibadah tahunan tersebut.

Orang yang dapat melaksanakan ibadah haji dianggap sebagai kalangan atas yang memiliki kemampuan ekonomi di atas rata-rata. Karena begitu mahalnya ongkos naik haji yang mencapai kisaran puluhan juta rupiah, sehingga jika seseorang hanya mengejar prestise dan status social saja maka tidak heran jika ibadahnya tidak memberikan dampak kebaikan apapun terhadap dirinya dan lingkungannya. Sebenarnya apa makna Haji dan apa dampak yang akan didapat setelah melakukan ibadah ini?

Definisi & Hukum Haji

Haji dari segi bahasa bermaksud mengunjungi. Sedangkan dari segi istilah adalah menyengaja mengunjungi Baitullah Al-Haram di Mekah untuk menunaikan segala perbuatan-perbuatan haji yang telah diperintahkan oleh Allah demi mengharapkan keredhaanNya pada waktu tertentu dengan syarat-syarat tertentu pula. Haji merupakan salah satu dari hukum Islam yang lima yang wajib ditunaikan oleh setiap Muslim, lelaki dan perempuan apabila cukup syarat-syaratnya. Menurut jumhur ulama’, fardhu haji mula diwajibkan pada tahun ke enam Hijrah karena pada tahun itulah turunnya wahyu Allah yang bermaksud:

“dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah. “ (QS Al- Baqarah ayat 196)

“…dan diantara kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah Haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan kesana. Barang siapa mengingkari kewajiban Haji, maka ketahuilah bahwa Allah maha kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam.” (QS. Ali Imran 97)

Pada tahun tersebut Rasulullah bersama-sama lebih kurang 1500 orang telah berangkat ke Makkah untuk menunaikan fardhu haji tetapi tidak dapat mengerjakannya karena telah dihalangi oleh kaum Quraisy sehingga mewujudkan satu perjanjian yang dinamakan perjanjian Hudaibiah. Perjanjian itu membuka jalan bagi perkembangan Islam di mana pada tahun berikutnya (Tahun ke-7 Hijrah), Rasulullah telah mengerjakan Umrah bersama-sama 2000 orang umat Islam.

Pada tahun ke-9 Hijrah barulah ibadah Haji dapat dikerjakan di mana Rasulullah mengarahkan Sayidina Abu Bakar As-Siddiq memimpin 300 orang umat Islam mengerjakan haji. Nabi Muhammad telah menunaikan fardhu haji sekali semasa hidupnya. Haji itu dinamakan "Hijjatul Wada'/ Hijjatul Balagh/ Hijjatul Islam atau Hijjatuttamam Wal Kamal karena setelah haji itu tidak berapa lama kemudian baginda pun wafat. Baginda telah berangkat ke Madinatul Munawwarah pada hari Sabtu, 25 Zulqaidah tahun 10 Hijrah bersama istri dan sahabat-sahabatnya lebih dari 90.000 orang Islam.

Makna Simbolik & Dampak Haji

Untuk haji secara khusus, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

والْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ

“Haji yang mabrur tidak lain pahalanya adalah surga.

Mabrur yang berakar dari kata “al-birr” berarti kebaikan. Artinya, seseorang yang menghendaki predikat tersebut harus berubah dan mampu mempertahankan nilai-nilai kebaikan yang dijalankan, tak hanya di tanah suci melainkan terus berlanjut hingga kembali ke Tanah Air, bahkan sampai ajal menjemput. Ibadah haji bukan sekedar ritualitas-verbal yang hampa makna, melainkan juga mengandung simbolisasi filosofis yang maknanya mengglobal yakni menyentuh aktivitas kehidupan manusia sehari-hari, diantaranya:

Pertama, ihram. Pakaian ihram menyimbolkan bahwa manusia tidak dipandang dari pangkat, kedudukan dan harta, melainkan kadar ketakwaannya. Kain putih yang dikenakan, mengingatkan bahwa dengan kain itulah kelak manusia akan dibalut sekujur tubuhnya ketika mengakhiri perjalanannya di dunia ini. Pakaian putih juga bermakna bahwa kita wajib menjaga kehormatan, kesucian jiwa, dan keikhlasan semata karena-Nya.

Kedua, thawaf. Thawaf merupakan simbolisasi dinamisme dan optimisme dalam kehidupan manusia. Sebab, thawaf itu bergerak dan tidak diam seraya terus berdoa kepada Allah. Seakan-akan Allah SWT memerintahkan kepada kita, “Bergeraklah dalam kehidupan ini untuk mencari kehidupan yang lebih bermakna dan bermanfaat ke arah yang lebih baik”.

Ketiga, wukuf. Wukuf di Padang Arafah merupakan salah satu rukun terpenting dari rangkaian ibadah haji. Bahkan Nabi SAW menegaskan, "Al-hajju Arafah (pokok dari haji adalah wukuf di Arafah)". Sayyid Sabiq dalam al-Fiqh al-Sunnah menyebutkan, wukuf merupakan ibadah yang unik, tidak disyaratkan suci sebagaimana shalat. Dalam kondisi bagaimana pun, suci ataupun tidak (junub atau menstruasi), semua harus hadir. Pada tanggal 9 Zulhijjah, lebih dari dua juta umat manusia akan berkonsentrasi di satu tempat yang luas, gersang dan panas, yakni Arafah. Ini merupakan refleksi pusaran hidup manusia yang menyimbolkan bahwa manusia kelak dikumpulkan di Padang Mahsyar untuk mempertanggungjawabkan seluruh amalannya di dunia.

Keempat, melontar Jumrah di Mina. Mina dalam bahasa Arab berarti cita-cita. Artinya, untuk menggapai cita-cita luhur dan derajat tinggi di sisi-Nya, terlebih dahulu manusia harus mampu memerangi iblis dan pasukan setan dengan jihad akbar (perjuangan besar), yaitu mengendalikan hawa nafsu agar tunduk dan patuh hanya kepada-Nya.

Kelima, sa'i. Ia merupakan simbol penyempurna sikap optimisme dan dinamisme dalam hidup. Sa'i merupakan simbol perjuangan untuk meraih sesuatu (zamzam). Ini merupakan cerminan bagi kita agar selalu berusaha dan memiliki etos kerja yang tinggi. Menyerah dengan kondisi dan keadaan bukanlah cerminan ajaran Islam. Jika semangat sa'i ini kita terapkan secara konsekuen dalam hal apa pun, maka grafik dinamisasi umat Islam lebih tinggi dibandingkan umat-umat lainnya. Perjalanan sa’i melambangkan perlunya manusia mencapai kehidupan melalui usaha yang penuh kesucian dan ketegaran. Dan melambangkan adanya tujuan ideal yang mesti dicapai manusia dalam setiap denyut nadi dan tarikan nafasnya di dunia ini.

Keenam, mencukur rambut yang berarti memangkas kesombongan. Jika ihram haji identik dengan takbiratul ihram dalam shalat, maka tahallul identik dengan salam ketika shalat. Keduanya adalah batas untuk mengakhiri ibadah. Bercukur rambut setelah melontar jamrah aqabah merupakan tahalul (awal). Rambut adalah mahkota keindahan. Tanpa rambut, manusia akan kehilangan bagian keindahannya. Rambut menjadi trend yang terkadang dapat memicu kesombongan pemiliknya. Tahallul dengan potong rambut adalah simbol memangkas kesombongan, agar kita menjadi orang yang rendah hati.

Khatimah

Menunaikan ibadah haji bukanlah perkara mudah, diperlukan niat yang suci dan hati yang bersih sebelum melaksanakannya. Haruslah diniatkan bahwa ibadah haji semata-mata karena ingin mendapatkan ridha Illahi dengan rangkaian ibadah yang dilaksanakan. Berawal dari niat yang benar inilah seseorang bisa menggapai predikat haji mabrur yang balasannya adalah surganya Allah.

Dengan tuntasnya serangkaian ibadah haji dan kembalinya ke tanah air diharapkan para jamaah haji bisa membawa perubahan terhadap dirinya sendiri dan terhadap lingkungan kearah lebih baik seperti yang terkandung dalam makna simbolik rukun dan wajib haji. Dampak/perubahan tersebut bias dilihat dari Semakin dekat dengan Allah swt, menjaga dan mendakwahkan hukum syara’ sehingga tercipta kehidupan yang islami. Kita memohon kepada Allah agar kaum muslimin yang telah selesai menunaikan ibadah haji dengan niat yang tulus bisa diterima ibadahnya dan mendapat predikat haji yang mabrur, Amin.

Wallahua’lam bishowab




0 komentar:

Posting Komentar